Martabat 7
Sejarah mencatat, pada akhir abad ke-8, muncul aliran Wahdatul Wujud,
suatu faham tentang segala wujud yang pada dasarnya bersumber satu. Allah Ta'ala.
Allah yang menjadikan sesuatu dan Dialah a'in dari segala sesuatu.
Wujud alam adalah a'in wujud Allah, Allah adalah hakikat alam.
Pada hakikatnya, tidak ada perbedaan antara wujud
qadim dengan wujud baru yang disebut dengan makhluk. Dengan kata lain, perbedaan
yang kita lihat hanya pada rupa atau ragam dari hakikat yang Esa. Sebab alam beserta
manusia merupakan aspek lahir dari suatu hakikat batin yang tunggal. Tuhan Seru
Sekalian Alam.
Faham wahdatul wujud mencapai puncaknya pada akhir abad ke-12.
Muhyidin Ibn Arabi, seorang sufi kelahiran Murcia, kota kecil di Spanyol
pada 17 Ramadhan 560 H atau 28 Juli 1165 M adalah salah seorang tokoh utamanya
pada zamannya. Dalam bukunya yang berjudul Fusus al-Hikam yang ditulis
pada 627 H atau 1229 M tersurat dengan jelas uraian tentang faham Pantheisme
(seluruh kosmos adalah Tuhan), terjadinya alam semesta, dan keinsankamilan.
Di mana faham ini muncul dan berkembang berdasarkan
perenungan fakir filsafat dan zaud (perasaan) tasauf.
Faham ini kemudian berkembang ke luar jazirah Arab, terutama berkembang ke Tanah
India yang dipelopori oleh Muhammad Ibn Fadillah, salah seorang tokoh sufi kelahitan
Gujarat (...-1629M) . Di dalam karangannya, kitab Tuhfah, beliau mengajukan konsep
Martabat Tujuh sebagai sarana penelaahan tentang hubungan manusia dengan Tuhannya.
Menurut Muhammad Ibn Fadillah, Allah yang bersifat gaib bisa dikenal sesudah
bertajjali dalam tujuh martabat atau sebanyak tujuh tingkatan, sehingga tercipta alam
semesta dengan segala isinya. Pengertian tajjali berarti kebenaran yang diperlihatkan
Allah melalui penyinaran atau penurunan - di mana konsep ini lahir dari suatu ajaran
dalam filsafat yang disebut monisme. Yaitu suatu faham yang memandang bahwa alam
semesta beserta manusia adalah aspek lahir dari satu hakikat tunggal. Allah Ta'ala.
1. ALAM AHDAH
Dalam memperkatakan Alam Qaibull-Quyyub yaitu pada martabat Ahdah di mana belum
ada sifat, belum ada ada asma ', belum ada afaal dan belum ada apa-apa lagi yaitu pada
Martabat LA TAKYIN, Zat UlHak telah menegaskan untuk memperkenalkan dirinya dan
untuk diberi tanggung jawab ini kepada manusia dan di tajallikanNya akan dirinya dari
satu tingkat ke tingkat sampai pula manusia berbadan rohani dan jasmani.
Adapun Martabat Ahdah ini terkandung ia di dalam Al-Ikhlas pada ayat pertama yaitu
(QulhuwallahuAhad), yaitu Sa[satu/tungal] pada Zat semata-mata dan inilah dinamakan Martabat Zat.
Pada martabat ini diri Empunya Diri (Zat Ulhaki) Tuhan RabbulJalal adalah dengan dia
semata-mata yaitu dinamakan juga Diri Sendiri. Tidak ada awal dan tiada akhirnya yaitu
Wujud Hakiki Lagi Khodim.
Saat ini tidak ada sifat, tidak ada Asma dan tiada Afa'al dan tiada apa-apa pun kecuali Zat
Mutlak semata-mata maka berdirilah Zat itu dengan Dia semata-mata di dalam keadaan
ini dinamakan ainul KAFFUR dan diri zat dinamakan Ahdah jua atau di namakan
KUNNAH zat.
2. ALAM Wahdah
Alam Wahdah merupakan peringkat kedua dalam proses pentajalliannya diri Empunya
Diri telah mentajallikan diri ke suatu martabat sifat yaitu "La Tak Yin Sani" - sabit nyata
yang pertama atau disebut juga martabat noktah mutlak yaitu ada awalnya.
Martabat ini di namakan martabat noktah mutlak atau disebut juga Sifat Muhammadiah.
Juga pada menyatakan martabat ini dinamakan martabat ini Martabat Wahdah yang
terkandung ia pada ayat "Allahus Shomad" yaitu tempatnya Zat Allah tiada terselindung
sedikit pun meliputi 7 buah langit dan 7 buah bumi.
Pada tahap ini Zat Allah Taala mulai bersifat. Sifatnya itu adalah sifat batin jauh dari
Nyata dan boleh diumpamakan sebuah pohon besar yang subur yang masih di dalam biji,
tetapi ia telah wujud, tidak nyata, tetapi nyata sebab itulah ia di namakan Sabit Nyata
Pertama martabat La Takyin Awwal yaitu kondisi nyata tetapi tidak nyata (ada pada
Allah) tetapi tidak zahir.
Maka pada tahap ini tuan Empunya Diri tidak lagi Berasma 'dan di tingkat ini terkumpul
Zat Mutlak dan Sifat Batin. Maka di saat ini tidaklah berbau, belum ada rasa, belum nyata
di dalam nyata yaitu di dalam keadaan apa yang di kenali ROH-DDHAFI. Di tingkat ni
sebenarnya pada Hakiki Sifat. (Kesempurnaan Sifat) Zat Al Haq yang di tajallikannya itu
telah sempurna cukup lengkap segala-gala. Itulah terhimpun dan tersembunyi di samping
telah zahir pada hakikinya.
3. ALAM WAHDIAH
Di tingkat ketiga setelah ditajalli akan dirinya pada peringkat "La takyin Awal", maka
Empunya Diri kepada Diri rahasia manusia ini, mentajallikan pula diri ke satu martabat
As'ma yaitu pada martabat segala Nama dan dinamakan martabat (Muhammad Munfasal)
yaitu keadaan terhimpun lagi bercerai-cerai atau di namakan "Hakikat Insan." Martabat
ini terkandung ia didalam "Lam yalidd" yaitu Sifat Khodim lagi Baqa, tatkala menilik
wujud Allah.
Pada martabat ini keadaan tubuh diri rahasia pada masa ini telah terhimpun
pada hakikinya Zat, Sifat Batin dan Asma 'Batin. Apa yang dikatakan berhimpun lagi
bercerai-cerai karena pada tahap ini sudah dapat di tentukan bangsa masing - masing
tetapi pada masa ini ianya belum zahir lagi di dalam Ilmu Allah yaitu dalam keadaan
"Ainul Sabithaah". Artinya sesuatu keadaan yang tetap dalam rahsia Allah, belum
terzahir, malah untuk mencium baunya pun belum dapat lagi.
Dinamakan juga martabat ini wujud Ardhofi dan martabat wujud Am karena ada di dalam sekelian bangsa dan wujudnya bersandarkan Zat Allah Dan Ilmu Allah.
Pada tahap ini juga telah terbentuk diri rahasia Allah dalam hakiki dalam batin yaitu
bolehlah dikatakan juga roh di dalam roh yaitu pada menyatakan Nyata tetapi Tetap
Tidak Nyata.
4. ALAM ROH
Pada peringkat ke empat di dalam Empunya Diri, Dia menyatakan, mengolahkan diriuntuk membentuk satu batang tubuh halus yang dinamaka roh. Jadi pada tingkat ini
kembali harus disegerakan tanpa berlengah-lengah lagi.
TUJUAN martabat ALAM INSAN
Ada pun tujuan utama pengkajian dan keyakinan Martabat Alam Insan ini bertujuanmemahami dan memegang satu keyakinan Mutlak bahwa diri kita ini sebenarnya
bukanlah diri kita , tetapi kembalikan semula asalnya Tuhan.
Dengan kata lain untuk memperluas penelitian, kita juga dapat mengetahui pada
hakikatnya dari mana asal mula diri kita sebenarnya sampai kita zahir di alam maya ini.
Dalam pada itu dapat pula kita mengetahui pada hakikatnya kemana diri kita harus
kembali dan apakah tujuan sebenar diri kita di lahirkan.
Dalam memperkatakan Martabat Alam Insan dengan memahami Martabat Alam Insan
ini, maka sudah pastilah kita dapat mengetahui bahwa diri kita ini adalah sifatnya Allah
Taala semata-mata. Diri sifat yang di tajallikan bagi menyatakan Zat Sendiri yakni pada
Alam Saghir dan Alam Kabir. Dan Allah Taala Memuji dirinya dengan Asma'Nya
Sendiri dan Allah Taala menguji dirinya sendiri dengan Afa'alNya Sendiri.
Dalam memeperkatakan Martabat Alam Insan kita memperkatakan diri kita sendiri. Diri
kita dari Sifat Tuhan yang berasal dari Qaibull-Quyyub (Martabat Ahdah) yaitu pada
martabat Zat hingga zahir kita bersifat dengan sifat bangsa Muhammad. Karena itu ada
atau pula kita ini bukan sekali-kali diri kita, tetapi sebenarnya diri kita ini adalah laporan
kepada diri Tuhan semesta alam semata-mata.
Seperti FirmanNya :
"Innalillahi wainna ilaihi RAJI'UN"
Yang berarti; "Sesungguhnya diri mu itu Allah (Tuhan Asal Diri Mu) dan hendaklah
kamu pulang menjadi Tuhan kembali".
atau pun berarti: "Sesungguhnya kita milik Allah dan kepadaNya kita dikembalikan"Setelah mengetahui dan memahami secara jelas lagi terang bahwa asal kita ini adalah
Tuhan pada Martabat Ahdah dan Nyatanya kita sebagai Sifatnya pada Martabat Alam
Insan dan pada Alam Insan inilah kita memulai langkah untuk mensucikan sifat diri kita
ini pada martabat Sifat kepada Martabat Tuhan kembali yaitu asal mula diri kita sendiri
atau Martabat Zat.
Sesungguhnya Allah SWT diri kita pada Martabat Ahdah menyatakan diri dengan
Sifatnya Sendiri dan memuji Zat Sendiri dengan AsmaNya Sendiri serta menguji Sifatnya
dengan Afa'alNya Sendiri. Sesungguhnya tiada sesuatu sebenarnya pada diri kita kecuali
diri Sifat Allah, Tuhan semata-mata.
PROSES mengembalikan DIRI
Dalam proses menyucikan diri dan mengembalikan rahasia kepada Tuan Empunya
Rahsia, maka manusia itu semestinya mempertingkatkan kesuciannya sampai ke tingkat
asal kejadian rahasia Allah Taala.
Manusia ini sebenarnya harus menjelajahi dan dalam dari Alam Insan pada nafsu Amarah
ke Martabat Zat yaitu nafsu Kamaliah yaitu makam "Izzatul-Ahdah". Lantaran itulah
tugas manusia semestinya mengenal hakikat diri ini lalu balik untuk mengembalikan
amanah Allah SWT tersebut sebagaimana mula proses penerimaan amanahnya pada
peringkat awalnya.
Sesunggunya Allah dalam mengenalkan diri melalui lidah dan hati manusia, maka Dia
telah mentajallikan dirinya menjadi rahasia kepada diri manusia. Sebagaimana
diperkatakan dalam hadis Qudsi;
"AL INSANUL SIRRUHU WA ANA SIRRUHU"
Maksudnya;"Manusia itu adalah rahsiaKu dan
aku adalah rahasia manusia itu sendiri".
martabat TUJUH (PENGUJUDAN)
Tentang martabat pengujudan diri rahasia Allah SWT atau dikenal juga Martabat Tujuh,
itu terbagi ia kepada 7 Alam;
Ke tujuh-tujuh martabat atau alam ini terkandung ia di dalam surah-Al Ikhlas ..
Qulhuwallahu Ahad - Ahdah
Allahushomad - Wahdah
Lamyalidd - Wahdiah
Walamyuladd - Alam Roh (Alam Malakut)
Walamyakullahu - Alam Mithal (Alam Bapa)
Kuffuan - Alam Ijsan
Ahad - Alam Insan
Seperti FirmanNya lagi dalam Al-Quran:
Setelah diketahui demikian maka tidaklah patut disamakan Allah Tuhan yang berkuasa
memantau tiap-tiap diri dan mengetahui apa yang telah diusahakan oleh diri-diri itu,
(dengan makhluk yang tidak bersifat demikian). Dalam pada itu, mereka yang kafir telah
menjadikan beberapa sekutu bagi Allah.
Katakanlah (hai Muhammad): "Sebutkanlah sifat-sifat mereka (yang kamu sembah itu). Atau apakah kamu hendak memberitakan kepada Allah apa yang tidak diketahui di bumi? Atau apakah kamu menamakannya dengan kata-kata yang lahir (sedang pada hakikatnya tidak demikian)?
Bahkan sebenarnya telah dijadikan oleh Iblis bagi orang-orang yang kafir itu akan kekufuran dan
tipu daya mereka (terhadap Islam) dan mereka diblokir oleh hawa nafsu mereka dari jalan
yang benar dan (ingatlah) sesiapa yang disesatkan Allah (dengan pilihannya yang salah )
maka tidak ada seorang pun yang dapat memberi petunjuk. "
(Surah Al A'Rad Ayat: 33)
WallahHU'Alam.
Petikan~ http://www.scribd.com/fullscreen/32352448?access_key=key-1t2bdj8kiar6jrc75fn
. .
No comments:
Post a Comment