Pengakuan Taubat Mubaligh Ahmadiyah
[Mirza Ghulam Ahmad]
https://youtu.be/w4K9hBzr9sU
https://www.youtube.com/watch?v=0z7MYl_1VT8
Kenapa Ahmadiyah dianggap bukan Islam: Fakta dan kontroversinya
Rohmatin Bonasir Wartawan BBC Indonesia
Ahmadiyah, sebuah kata yang kerap membuat emosi orang-orang yang tidak menyukainya langsung melonjak, tetapi sebutan yang sama telah pula menyebar di 210 negara di dunia.
Mengapa Ahmadiyah tidak diakui sebagai bagian dari Islam oleh Muslim arus utama, padahal Ahmadiyah juga menjadi panutan hidup jutaan umat Muslim lainnya di dunia?- Pengungsi Ahmadiyah: Diculik dan dapat suaka di Inggris, diusir dari desa dan mengungsi di Indonesia
- Realitas Ahmadiyah, mengungsi belasan tahun dan bayar tebusan miliaran rupiah
- Beribadah di masjid sendiri, mengapa Ahmadiyah dituding cenderung eksklusif?
Mengapa Ahmadiyah menimbulkan kontroversi?
Dari segi eksistensi, Ahmadiyah adalah sebuah gerakan kebangkitan Islam dan mazhab atau aliran baru dalam Islam, baru lahir lebih dari satu abad lalu, yang tak lepas dari kontroversi.
Hal prinsip yang membedakan antara Islam arus utama dan Ahmadiyah, sebagaimana dikatakan oleh ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), adalah masalah kenabian.
''Karena Ahmadiyah menganggap ada nabi setelah Nabi Muhammad. Itu suatu pendapat yang tidak boleh dipersoalkan lagi," tegas Ma'ruf Amin dalam wawancara khusus dengan BBC Indonesia di kantor pusat MUI, Jakarta.
Sosok yang diyakini Ahmadiyah sebagai nabi penerus setelah Nabi Muhammad SAW adalah Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Ahmadiyah.
Diimbuhkan oleh Ma'ruf Amin bahwa perbedaan prinsip ini tidak lagi dalam wilayah yang dapat ditoleransi.
"Dalam kesepakatan seluruh umat Islam di dunia, tajdid (pembaruan) itu boleh tapi gerakan sifatnya. Tapi kalau tajdid itu kemudian mengatakan ada nabi sesudah Nabi Muhammad, itu menyimpang.
"Itu melampaui batas pengertian tajdid. Ketika terjadi penyimpangan, harus diluruskan. Kecuali dia tidak membawa nama Islam."
Peneliti Ahmadiyah dari FISIP Universitas Merdeka Malang dan penulis buku Marginalisasi dan Keberadaban Masyarakat, Catur Wahyudi mencatat ada tiga aspek yang menjadikan Ahmadiyah kontroversial dan dinilai menyimpang dari Islam arus utama:
"Ahmadiyah dinilai tidak memiliki konsistensi dalam syahadat Islam, akibat keyakinannya terhadap sosok Mirza Ghulam Ahmad yang diposisikannya sebagai nabi, padahal Islam mainstream memandang Muhammad SAW adalah khatamul nabiiyin (nabi mutakhir)," jelas Catur Wahyudi, dosen FISIP Universitas Merdeka Malang.
Kendati demikian, tambahnya, Ahmadiyah memposisikan pendirinya, Mirza Ghulam Ahmad, sebagai nabi penerus yang tidak membawa risalah, dan wahyu yang diterimanya dimaknai sebagai penjelasan dari risalah Nabi Muhammad.
Dalam penelitiannya, Catur Wahyudi mencatat dalam bersyahadat, "pernyataan yang dikumandangkan sama dengan golongan Islam mainstream pada umumnya, demikian pula kumandang saat Adzan dan termasuk pula dalam bacaan sholat menyangkut kesaksian/syahadah."
Alasan kedua mengapa Ahmadiyah dianggap kontroversial, menurut Catur Wahyudi, "Fakta dimana Mirza Ghulam Ahmad mendakwahkan diri sebagai Imam Mahdi dan al Masih al Mau'ud (Imam Mahdi yang dijanjikan) juga menjadi bagian perdebatan dan menjadi perbedaan yang mendasar dengan Islam mainstream yang pada umumnya masih menunggu kehadiran Imam Mahdi dan al Masih al Mau'ud, yang dipahaminya sebagai sosok dari Isa AS."
Hal yang sama juga diakui oleh Fareed Ahmad, Sekjen Nasional Hubungan Masyarakat Jemaah Muslim Ahmadiyah Inggris, organisasi induk Ahmadiyah internasional. Menurutnya, Mirza Ghulam Ahmad merupakan nabi penerus dan Imam Mahdi.
Faktor ketiga mungkin timbul akibat pemahaman yang keliru. Kumpulan wahyu yang disebutkan diterima oleh Mirza Ghulam Ahmad oleh penganutnya dibukukan setelah beliau wafat ke dalam Tadhkirah atau kadang ditulis Tazdkirah. Sebagian umat Islam menganggapnya sebagai kitab suci Ahmadiyah, jelas Catur Wahyudi.
Juru bicara JAI, Yendra Budiandra, menepis pandangan bahwa Tazdkirah adalah kitab suci bagi Ahmadi.
"Alquran adalah kitab suci komunitas Muslim Ahmadiyah yang wajib dibaca dan menjadi pegangan hidup, sementara Tazdkirah sifatnya seperti buku-buku Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as lainnya yang dianjurkan dibaca, tetapi bukan kitab suci seperti dalam konteks kitab suci agama-agama," tegasnya.
Ahmadiyah non-Muslim?
Di sejumlah negara muncul tuntutan agar penganut Ahmadiyah tidak mendefinisikan diri mereka sebagai Muslim. Di Pakistan bahkan tidak hanya sebatas tuntutan, tetapi sudah dalam bentuk larangan dengan ancaman pidana.Tapi apakah Ahmadi non-Muslim?
"Tidak mungkin mereka disebut dengan agama yang bukan Islam, misalnya mereka disuruh mengambil nama lain. Karena praktik agama mereka adalah Islam," papar dosen teologi di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Profesor DR. Qasim Mathar.
"Masjid dan cara sembahyang mereka itu Islam. Mereka puasa bulan Ramadan, mereka pergi haji juga, dan seterusnya."
Hanya, ditandaskannya, "Kita harus mengerti bahwa pada setiap kelompok mazhab atau aliran Islam, selalu saja ada kelompok ekstrem di dalamnya yang merugikan mazhab itu sendiri."
Intelektual muda Nahdlatul Ulama, Zuhairi Misrawi, dalam pengantar buku Ahmadiyah Menggugat! mengatakan biasanya mereka yang sering menyudutkan Ahmadiyah cenderung abai bahwa sebagai bagian dari umat Islam, Ahmadiyah sudah memenuhi prasyarat utama sebagai umat Nabi Muhammad SAW.
"Indikatornya, jemaat Ahmadiyah telah melaksanakan Rukun Iman dan Rukun Islam secara sempurna," tandasnya.
Merujuk pada sabda Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu landasan keyakinan keislamannya, juru bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia, Yendra Budiandra menjelaskan bahwa Muslim Ahmadiyah bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan mengakui Muhammad adalah Utusan Allah, menunaikan kewajiban salat, memberikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan, dan juga menunaikan ibadah haji.
"Di atas adalah kriteria Islam menurut pembawa ajaran Islam Yang Mulia Nabi Muhammad SAW, kami Muslim Ahmadiyah persis sama mengikuti dan mengimani kriteria tersebut baik dari syahadat, Rukun Iman, Rukun Islam dan Kitab Suci Alquran," tegasnya.
Lagi-lagi karena perbedaan keyakinan soal kenabian, Rabithah Alam al Islami, Liga Muslim Dunia yang berpengaruh, pada tahun 1974 menyatakan Ahmadiyah bukan Muslim.
Langkah serupa ditempuh oleh Akademi Fiqh Islam di Organisasi Konferensi Islam (OKI) -yang kini dikenal dengan Organisasi Kerja Sama Islam- ketika pada tahun 1985 menyatakan bahwa aliran Ahmadiyah yang mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi sesudah Nabi Muhammad dan menerima wahyu adalah murtad dan keluar dari Islam.
Mengapa terjadi persekusi di Indonesia?
Meskipun pada awalnya Ahmadiyah relatif dapat diterima oleh umat Islam di Indonesia, para ulama terang-terangan tidak menyukai Ahmadiyah setelah organisasi Rabithah Alam al Islami menyatakan Ahmadiyah bukan Muslim.
Maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa sesat terhadap Ahmadiyah pada tahun 1980 yang kemudian diperkuat dengan fatwa lagi pada tahun 2005 ,yang berisi bahwa Ahmadiyah merupakan aliran sesat, menyesatkan dan sudah keluar dari Islam.
Gelombang protes dan fatwa MUI juga menuntut agar Ahmadiyah dibubarkan meskipun gerakan itu sahih sebagai organisasi. Basis-basis Ahmadiyah marak menjadi sasaran, termasuk rumah pribadi, tempat ibadah dan bahkan banyak pula Ahmadi yang mendapat serangan fisik. Imbas dari fatwa MUI dituding memicu 'kekerasan' atas nama agama.
Kini Mahkamah Konstitusi tengah menangani gugatan atas Undang-Undang Penodaan Agama tahun 1965, yang diajukan oleh sembilan anggota Jemaah Ahmadiyah Indonesia.
Sejumlah pasal dalam peraturan itu, kata mereka, bisa ditafsirkan sangat luas tapi malangnya, menjadi landasan dari Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tentang Ahmadiyah. SKB tersebut dijadikan dasar bagi pembuatan aturan-aturan pemerintah daerah yang dianggap mempersekusi Ahmadiyah.
Apa yang menimpa Ahmadiyah di Indonesia, menurut sejumlah lembaga HAM, tergolong persekusi sebab terjadi di banyak tempat dan berulang-ulang.
Siapakah pemimpin Ahmadiyah?
Setelah pendirinya wafat pada tahun 1908, secara organisasi Ahmadiyah dikomandoi secara terpusat oleh seorang pemimpin rohani yang dikenal sebagai khalifah Islam.
Organisasi ini berbendera Ahmadiyya Muslim Community atau Jemaah Muslim Ahmadiyah, yang saat ini dipimpin oleh Mirza Masroor Ahmad, pemimpin spiritual kelima dalam sejarahnya.
Sambungan...
S A L I N A N
F A T W A
Majelis Ulama Indonesia (MUI)
T E N T A N G
KESESATAN AHMADIYAH
MUSYAWARAH NASIONAL VII
MAJELIS ULAMA INDONESIA TAHUN 2005
KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 11/MUNAS VII/MUI/15/2005
Tentang
ALIRAN AHMADIYAH
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H / 26-29 Juli 2005 M, setelah
MENIMBANG :
a. bahwa sampai saat ini aliran Ahmadiyah terus berupaya untuk mengembangkan pahamnya di Indonesia, walaupun sudah ada fatwa MUI dan telah dilarang keberadaannya;
b. bahwa upaya pengembangan faham Ahmadiyah tersebut telah menimbulkan keresahan masyarakat;
c. bahwa sebagian masyarakat meminta penegasan kembali fatwa MUI tentang faham Ahmadiyah sehubungan dengan timbulnya berbagai pendapat dan berbagai reaksi di kalangan masyarakat;
d. bahwa untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan menjaga kemurnian aqidah Islam, Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menegaskan kembali fatwa tentang aliran Ahmadiyah.
MENGINGAT :
1. Firman Allah subhanahu wata’ala.:
1) مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلكِنْ رَّسُوْلَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّيْنَ، وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا (الأحزاب : 40)
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi; dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al-Ahzab {33}: 40).
2) وَأَنَّ هذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوْا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ، ذلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ (الأنعام : 153(
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa” (QS. Al-An’am {6}: 153)
3) يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لاَ يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ … (المائدة : 105)
“Hai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu, tiadalah orang yang sesat itu akan memberi madharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk…” (QS. al-Ma’idah {5}: 105).
2. Hadits Nabi shallallahu ‘alahi wasallam.; a.l.:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ ، لاَنَبِيَّ بَعْدِيْ (رواه البخاري(
“Rasulullah bersabda: “Tidak ada nabi sesudahku” (HR. Bukhari).
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ الرِّسَالَةَ وَالنُّبُوَّةَ قَدِ انْقَطَعَتْ، فَلاَ رَسُوْلَ بَعْدِيْ وَلاَ نَبِيَّ (رواه الترمذي(
“Rasulullah bersabda: “Kerasulan dan kenabian telah terputus; karena itu, tidak ada rasul maupun nabi sesudahku” (HR. Tirmidzi)
MEMPERHATIKAN :
1. Keputusan Mujamma’ al-Fiqh al-Islami Organisasi Konferensi Islam (OKI) Nomor 4 (4/2) dalam Muktamar II di Jeddah, Arab Saudi, pada tanggal 10-16 Rabi’ al-Tsani 1406 H / 22-28 Desember 1985 M tentang Aliran Qadiyaniyah, yang antara lain menyatakan bahwa aliran Ahmadiyah yang mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi sesudah Nabi Muhammad dan menerima wahyu adalah murtad dan keluar dari Islam karena mengingkari ajaran Islam yang qath’i dan disepakati oleh seluruh ulama Islam bahwa Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir.Teks Keputusan tersebut adalah sebagai berikut:
إِنَّ مَاادَّعَاهُ مِيرْزَا غُلاَم أَحْمَد مِنَ النُّبُوَّةِ وّالرِّسَالَةِ وَنُزُوْلِ الْوَحْيِ عَلَيْهِ إِنْكَارٌ صَرِيْحٌ لِمَا ثَبَتَ مِنَ الدِّيْنِ بِالضَّرُوْرَةِ ثُبُوْتًا قَطْعِيًّا يَقِيْنِيًّا مِنْ خَتْمِ الرِّسَالَةِ وَالنُّبُوَّةِ بِسَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، وَأَنَّهُ لاَيَنْزِلُ وَحْيٌ عَلَى أَحَدٍ بَعْدَهُ، وَهذِهِ الدَّعْوَى مِنْ مِيرْزَا غُلاَم أَحْمَدَ تَجْعَلُهُ وَسَائِرَ مَنْ يُوَافِقُوْنَهُ عَلَيْهَا مُرْتَدِّيْنَ خَارِجِيْنَ عَنِ اْلإِسْلاَمِ، وَأَمَّا الَّلاهُوْرِيَّةُ فَإِنَّهُمْ كَالْقَادِيَانِيَّةِ فِي الْحُكْمِ عَلَيْهِمْ بِالرِّدَّةِ، بِالرَّغْمِ مِنْ وَصْفِهِمْ مِيرْزَا غُلاَم أَحْمَدَ بِأَنَّهُ ظِلٌّ وِبُرُوْزٌ لِنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ.
“Sesungguhnya apa yang diklaim Mirza Ghulam Ahmad tentang kenabian dirinya, tentang risalah yang diembannya dan tentang turunnya wahyu kepada dirinya adalah sebuah pengingkaran yang tegas terhadap ajaran agama yang sudah diketahui kebenarannya secara qath’i (pasti) dan meyakinkan dalam ajaran Islam, yaitu bahwa Muhammad Rasulullah adalah Nabi dan Rasul terakhir dan tidak akan ada lagi wahyu yang akan diturunkan kepada seorangpun setelah itu. Keyakinan seperti yang diajarkan Mirza Ghulam Ahmad tersebut membuat dia sendiri dan pegikutnya menjadi murtad, keluar dari agama Islam. Aliran Qadyaniyah dan Aliran Lahoriyah adalah sama, meskipun aliran yang disebut terakhir (Lahoriyah) meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah sebagai bayang-bayang dan perpanjangan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam“.
2. Keputusan Fatwa MUNAS II MUI pada tahun 1980 tentang Ahmadiyah Qadiyaniyah.
3. Pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII MUI 2005
Dengan bertawakal kepada Allah subhanabu wata’ala
M E M U T U S K A N
MENETAPKAN :
FATWA TENTANG ALIRAN AHMADIYAH
1. Menegaskan kembali keputusan fatwa MUI dalam Munas II Tahun 1980 yang menetapkan bahwa Aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan, serta orang Islam yang mengikutinya adalah murtad (keluar dari Islam).
2. Bagi mereka yang terlanjur mengikuti Aliran Ahmadiyah supaya segera kembali kepada ajaran Islam yang haq (al-ruju’ ila al-haqq), yang sejalan dengan al-Qur’an dan al-Hadis.
3. Pemerintah berkewajiban untuk melarang penyebaran faham Ahmadiyah di seluruh Indonesia dan membekukan organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya.
Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal : 21 Jumadil Akhir 1426 H/28 Juli 2005 M
MUSYAWARAH NASIONAL VII
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Pimpinan Sidang Pleno
Ketua, Sekretaris
ttd. ttd.
Prof. Dr. H. Umar Shihab Cap. Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin
(Lihat lampiran Buku Nabi-nabi Palsu dan Para Penyesat Umat karya Hartono Ahmad Jaiz, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2008).
Inilah Daftar Kesesatan Ahmadiyah dan LDII
Menurut LPPI & Nahimunkar.com
Berikut ini adalah daftar kesesatan dan penyimpangan akidah Islam oleh kelompok Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Artikel ini adalah hasil penelitian Lembaga Pengkajian dan Penelitian Islam (LPPI) berjudul “Kesesatan LDII dan Ahmadiyah” yang dirilis nahimunkar.com.
A. KESESATAN AHMADIYAH
1. Penodaan Agama Ahmadiyah dengan Nabi Palsunya Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908M).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku diutus Allah (sesudah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam):
اِنَّا اَرْسَلْنَا اَحْمَدَ اِلَى قَوْمِهِ فَاَعْرَضُوْا وَقَالُوْا كَذَّابٌ اَشِرٌ
“Sesungguhnya Kami mengutus Ahmad kepada kaumnya, akan tetapi mereka berpaling dan mereka berkata: seorang yang amat pendusta lagi sombong” (Tadzkirah, halaman 385).
Bandingkan dengan ayat Al-Qur’an:
إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ أَنْ أَنْذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيم
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih” (QS Nuh: 1).
Dalam Tadzkirah itu, Mirza Ghulam Ahmad berdusta, mengatasnamakan Allah telah mengutus Ahmad (yaitu Mirza Ghulam Ahmad) kepada kaumnya. Mirza Ghulam Ahmad telah berdusta, mengangkat dirinya sebagai Rasul utusan Allah, disejajarkan dengan Nabi Nuh as yang telah Allah utus. Hingga di ayat-ayat buatan Mirza Ghulam Ahmad dibuat juga seruan dusta atas nama Allah agar Mirza Ghulam Ahmad membuat perahu.
2. Mirza Ghulam Ahmad mengaku diutus Allah untuk seluruh manusia (sesudah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam):
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْ نِىْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ – وَقُلْ يَآاَيُّهَا النَّاسُ اِنِّى رَسُوْلُ اللهِ اِلَيْكُمْ جَمِيْعًا
Artinya: “Katakanlah (wahai Ahmad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihimu – dan katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”. (Tadzkirah hal: 352)
Catatan dari LPPI:
Ayat-ayat ini adalah rangkaian dari beberapa ayat suci Al-Qur’an, yaitu surat Ali Imran 31 dan surat Al-A’raf 158.
Semua ayat ini dibajak dengan perubahan, penambahan, dan pengurangan, lalu dirangkaikan menjadi ayat-ayat dalam Kitab Suci Ahmadiyah “TADZKIRAH”.
3. Ghulam Ahmad membajak ayat-ayat Al-Qur’an tentang Nabi Isa as namun dimaksudkan untuk diri Mirza.
وَ لِنَجْعَلَهُ اَيَةً لِّلنَّاسِ وَرَحْمَةً مِّنَّا وَكَانَ اَمْرًامَقْضِيًّا – يَاعِيْسَى اِنِّى مُتَوَفِّيْكَ وَرَافِعُكَ اِلَىَّ وَ مُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَجَاعِلُ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْكَ فَوْقَ الَّذِيُنَ كَفَرُوْا اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ – ثُلَّةٌ مِنَ اْلاَوَّ لِيْنَ وَثُلَّةٌ مِنَ اْلآَخِرِيْنَ
Artinya:“Dan agar Kami dapat menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan – Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku dan mensucikanmu dari orang-orang yang kafir dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat – Yaitu Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan besar (pula) dari orang yang kemudian”. (Tadzkirah hal: 396)
Catatan dari LPPI:
Ayat-ayat ini adalah rangkaian dari beberapa ayat suci Al-Qur’an, yaitu surat Maryam ayat 21, Ali Imran ayat 55, dan Al-Waqi’ah ayat 39-40.
Semua ayat ini dibajak dengan perubahan, penambahan, dan pengurangan, lalu dirangkaikan menjadi ayat-ayat dalam Kitab Suci Ahmadiyah “TADZKIRAH”.
4. Ahmadiyah Memiliki Kitab Suci sendiri namanya Tadzkirah, yaitu kumpulan wahyu suci (wahyu muqoddas). Mirza Ghulam Ahmad mengaku diberi wahyu Allah:
اِنَّ السَّمَوَاتِ وَالاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا- قُلْ اِنَّمَا اَناَ بَشَرٌ يُّوْحَى اِلَيَّ َانَّمَآ اِلَهُكُمْ اِلَهٌ وَاحِدٌ
Artinya: “Bahwasanya langit dan bumi itu keduanya adalah sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya – katakanlah sesungguhnya aku (Ahmad) ini manusia, yang diwahyukan kepadaku bahwasannya Tuhan kalian adalah Tuhan yang Maha Esa”. (Tadzkirah halaman: 245)
Ayat-ayat buatan Mirza Ghulam Ahmad itu dicomot dari sana-sini dengan mengadakan pengurangan dari ayat-ayat suci Al-Qur’an, dan penyambungan yang semau-maunya yaitu surat Al-Anbiya’ ayat 30 dan surat Al-Kahfi ayat 110.
أَوَلَمْ يَرَالَّذِيْنَ كَفَرُوْآ أَنَّ السَّمَوَاتِ وَالاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا
Artinya: “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya”. (Qs Al-Anbiya: 30).
قُلْ اِنَّمَآ اَناَ بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوْحَى اِلَيَّ أَ نَّمَآ اِلَهُكُمْ اِلَهٌ وَاحِد
Artinya: “Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”. (Qs. Al-Kahfi: 110).
Semua ayat ini dibajak dengan perubahan maksud, pengurangan, lalu dirangkaikan menjadi ayat-ayat dalam Kitab Suci Ahmadiyah “TADZKIRAH”. Ketika ayat Al-Qur’an bicara qul (katakanlah) di situ maksudnya adalah Nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga manusia yang diberi wahyu dalam ayat Al-Qur’an itu adalah Nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wasallam. Namun secara licik, Mirza Ghulam Ahmad telah memlintir maksud ayat Al-Qur’an itu ketika dia masukkan ke dalam apa yang dia klaim sebagai wahyu untuk dirinya, maka manusia yang diberi wahyu itu adalah Mirza Ghulam Ahmad. Ini jelas-jelas Mirza Ghulam Ahmad telah berdusta atas nama Allah Subhanahu wa Ta’ala, sekaligus menyelewengkan dan menodai kitab suci umat Islam, Al-Qur’anul Karim, dengan cara keji.
5. Merusak aqidah/keyakinan Islam:
a. Mirza Ghulam Ahmad mengaku bahwa Allah itu berasal dari Mirza Ghulam Ahmad
اَنْتَ مِنِّىْ وَاَناَ مِنْكَ
“Kamu berasal dari-Ku dan Aku darimu” (Tadzkirah, halaman 436).
b. b. Mirza Ghulam Ahmad, mengaku berkedudukan sebagai anak Allah. Ini Allah dianggap punya anak:
اَ نْتَ مِنِّى بِمَنْزِلَةِ وَلَدِىْ
“Kamu di di sisi-Ku pada ke-dudukan anak-Ku” (Tadzkirahhalaman 636).
6. Menganggap semua orang Islam yang tidak mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai Rasul adalah musuh. KitabTadzkirah halaman 402:
سَيَقُوْلُ الْعَدُوُّ لَسْتَ مُرْسَلاً
“Musuh akan berkata: kamu (Mirza Ghulam Ahmad) bukanlah orang yang diutus (Rasul)” (Tadzkirah halaman 402)
7. Selain golongannya maka dianggap kafir dan dilaknat.
Tadzkirah, halaman 748-749:
لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الَّذِىْ كَفَرَ
“Laknat Allah ditimpakan atas orang yang kufur.”
َانْتَ اِمَامٌ مُّبَارَكٌ لَعْنَةُ اللهِ عَلَى مَنْ كَفَرَ
“Kamu adalah Imam yang di-berkahi, Laknat Allah ditimpa-kan atas orang yang kufur.”
بُوْرِكَ مَنْ مَّعَكَ وَمَنْ حَوْلَكَ.
“Kamu adalah Imam yang di-berkahi, Laknat Allah ditimpa-kan atas orang yang kufur.”
8. Memutar balikkan ayat-ayat Al-Qur’an. Contohnya:
تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّ مَاكَانَ لَهُ اَنْ يَّدْخُلَ فِيْهَا اِلاَّ خَائِفًا
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa – Dia itu tidak masuk ke dalamnya (neraka), kecuali dengan rasa takut.”
Di dalam Al-Qur’an, bunyi ayatnya:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَب مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَب
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan” (Qs Al-Lahab: 1-2).
B. BUKTI-BUKTI KESESATAN LDII
Bukti-bukti kesesatan LDII, Fatwa-fatwa tentang sesatnya, dan pelarangan Islam Jama’ah dan apapun namanya yang bersifat/ berajaran serupa
1. LDII sesat.
MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005, merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan Ahmadiyah agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat. Bunyi teks rekomendasi itu sebagai berikut:
“Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah. MUI mendesak Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap munculnya berbagai ajaran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam, dan membubarkannya, karena sangat meresahkan masyarakat, seperti Ahmadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), dan sebagainya. MUI supaya melakukan kajian secara kritis terhadap faham Islam Liberal dan sejenisnya, yang berdampak terhadap pendangkalan aqidah, dan segera menetapkan fatwa tentang keberadaan faham tersebut. Kepengurusan MUI hendaknya bersih dari unsur aliran sesat dan faham yang dapat mendangkalkan aqidah. Mendesak kepada pemerintah untuk mengaktifkan BAKORPAKEM dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya baik di tingkat pusat maupun daerah.” (Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, Tahun 2005, halaman 90, Rekomendasi MUI poin 7, Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah).
2. Menganggap kafir orang Muslim di luar jamaah LDII.
Dalam Makalah LDII dinyatakan: “Dan dalam nasihat supaya ditekankan bahwa bagaimanapun juga cantiknya dan gantengnya orang-orang di luar jama’ah, mereka itu adalah orang kafir, musuh Allah, musuh orang iman, calon ahli neraka, yang tidak boleh dikasihi,” (Makalah LDII berjudul Pentingnya Pembinaan Generasi Muda Jama’ah dengan kode H/97, halaman 8).
3. Surat 21 orang keluarga R. Didi Garnadi dari Cimahi Bandung menyatakan sadar, insyaf, taubat dan mencabut Bai’at mereka terhadap LDII, Oktober 1999. Dalam surat itu dinyatakan di antara kejanggalan LDII hingga mereka bertaubat dan keluar dari LDII, karena: Dilarang menikah dengan orang luar Kerajaan Mafia Islam jama’ah, LEMKARI, LDII karena dihukumi Najis dan dalam kefahaman Kerajaan Mafia Islam Jama’ah, LEMKARI, LDII bahwa mereka itu BINATANG. (Lihat: surat 21 orang dari Cimahi Bandung yang mencabut bai’atnya terhadap LDII alias keluar ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul Mu’minin Pusat , dan pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999, dimuat di buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276- 280).
4. Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok, turuk bosok (vagina busuk). Ungkapan Imam LDII dalam teks yang berjudul Rangkuman Nasehat Bapak Imam di CAI (Cinta Alam Indonesia, semacam jamboree nasional tapi khusus untuk muda mudi LDII) di Wonosalam Jombang tahun 2000. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman): “Dengan banyaknya bermunculan jamaah-jamaah sekarang ini, semakin memperkuat kedudukan jamaah kita (maksudnya, LDII, pen. ). Karena betul-betul yang pertama ya jamaah kita. Maka dari itu jangan sampai kefahamannya berubah, sana dianggap baik, sana dianggap benar, akhirnya terpengaruh ikut sana. Kefahaman dan keyakinan kita supaya dipolkan. Bahwa yang betul-betul wajib masuk sorga ya kita ini. Lainnya turuk bosok kabeh.” (CAI 2000, Rangkuman Nasihat Bapak Imam di CAI Wonosalam. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman).
5. Menganggap sholat orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga dalam kenyataan, biasanya orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya, hingga mereka membuat masjid-masjid untuk golongan LDII.
Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak dengan dalih apapun, misalnya mengaku bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah. Itu tidak bisa. Sebab di akhir buku Kitabussholah yang ada Nur Hasan Ubaidah dengan nama ‘Ubaidah bin Abdul Aziz di halaman 124 itu di akhir buku ditulis: KHUSUS UNTUK INTERN WARGA LDII.
Jadi pengakuan LDII bahwa sekarang sudah memakai paradigma baru, lain dengan yang lama, itu dusta alias bohong.
6. Penipuan Triliunan Rupiah: Kasus tahun 2002/2003 ramai di Jawa Timur tentang banyaknya korban apa yang disebut investasi yang dikelola dan dikampanyekan oleh para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5% perbulan. Ternyata investasi itu ada tanda-tanda duit yang telah disetor sangat sulit diambil, apalagi bunga yang dijanjikan. Padahal dalam perjanjian, duit yang disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah duit yang disetor para korban mencapai hampir 11 triliun rupiah. Di antara korban itu ada yang menyetornya ke isteri amir LDII Abdu Dhahir yakni Umi Salamah sebesar Rp 169 juta dan Rp 70 juta dari penduduk Kertosono Jawa Timur. Dan korban dari Kertosono pula ada yang menyetor ke cucu Nurhasan Ubaidah bernama M Ontorejo alias Oong sebesar Rp22 miliar, Rp 959 juta, dan Rp800 juta. Korban bukan hanya sekitar Jawa Timur, namun ada yang dari Pontianak Rp2 miliar, Jakarta Rp2,5 miliar, dan Bengkulu Rp1 miliar. Paling banyak dari penduduk Kediri Jawa Timur ada kelompok yang sampai jadi korban sebesar Rp900 miliar. (Sumber: Radar Minggu, Jombang, dari 21 Februari sampai Agustus 2003, dan akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah karya HMC Shodiq, LPPI Jakarta, 2004. ).
7. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 06 Rabiul Awwal 1415H/ 13 Agustus 1994M, Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, Ketua Umum: KH Hasan Basri, Sekretaris Umum: H. S. Prodjokusumo.
8. Fatwa Majelis Ulama DKI Jakarta: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 20 Agustus 1979, Dewan Pimpinan Majelis Ulama DKI Jakarta, KH Abdullah Syafi’ie ketua umum, H. Gazali Syahlan sekretaris umum.
9. Pelarangan Islam Jama’ah dengan nama apapun dari Jaksa Agung tahun 1971: Surat Keputusan Jaksa Agung RI No: Kep-089/D. A. /10/1971 tentang: Pelarangan terhadap Aliran- Aliran Darul Hadits, Djama’ah jang bersifat/ beradjaran serupa. Menetapkan: Pertama: Melarang aliran Darul Hadits, Djama’ah Qur’an Hadits, Islam Djama’ah, Jajasan Pendidikan Islam Djama’ah (JPID), Jajasan Pondok Peantren Nasional (JAPPENAS), dan aliran-aliran lainnya yang mempunyai sifat dan mempunjai adjaran jang serupa itu di seluruh wilajah Indonesia. Kedua: Melarang semua adjaran aliran-aliran tersebut pada bab pertama dalam keputusan ini jang bertentangan dengan/ menodai adjaran-adjaran Agama. Ketiga: Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan: Djakarta pada tanggal: 29 Oktober 1971, Djaksa Agung R. I. tjap. Ttd (Soegih Arto).
10. Kesesatan, penyimpangan, dan tipuan LDII diuraikan dalam buku-buku LPPI tentang Bahaya Islam Jama’ah, Lemkari, LDII (1999); Akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah(2004).
11. LDII aliran sempalan yang bisa membahayakan aqidah umat, ditegaskan dalam teks pidato Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama Ir. Soetomo, SA, Mayor Jenderal TNI bahwa “Beberapa contoh aliran sempalan Islam yang bisa membahayakan aqidah Islamiyah, yang telah dilarang seperti: Lemkari, LDII, Darul Hadis, Islam Jama’ah.” (Jakarta 12 Februari 2000, Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama, Ir. Soetomo, SA, Mayor Jendral TNI).
12. LDII dinyatakan sesat oleh MUI karena penjelmaan dari Islam Jamaah. Ketua Komisi fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) KH Ma’ruf Amin menyatakan, Fatwa MUI: LDII sesat. Dalam wawancara dengan Majalah Sabili, KH Ma’ruf Amin menegaskan: Kita sudah mengeluarkan fatwa terbaru pada acara Munas MUI (Juli 2005) yang menyebutkan secara jelas bahwa LDII sesat. Maksudnya, LDII dianggap sebagai penjelamaan dari Islam Jamaah. Itu jelas!” (Sabili, No 21 Th XIII, 4 Mei 2006/ 6 Rabi’ul Akhir 1427, halaman 31).
Kesesatan Sistem Manqul LDII
LDII memiliki sistem manqul. Sistem manqul menurut Nurhasan Ubaidah Lubis adalah: ”Waktu belajar harus tahu gerak lisan/badan guru; telinga langsung mendengar, dapat menirukan amalannya dengan tepat. Terhalang dinding atau lewat buku tidak sah. Sedang murid tidak dibenarkan mengajarkan apa saja yang tidak manqul sekalipun ia menguasai ilmu tersebut, kecuali murid tersebut telah mendapat Ijazah dari guru maka ia dibolehkan mengajarkan seluruh isi buku yang telah diijazahkan kepadanya itu”. (Drs. Imran AM,Selintas Mengenai Islam Jama’ah dan Ajarannya, Dwi Dinar, Bangil, 1993, hal. 24).
Kemudian di Indonesia ini satu-satunya ulama yang ilmu agamanya manqul hanyalah Nurhasan Ubaidah Lubis.
Ajaran ini bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. yang memerintahkan agar siapa saja yang mendengarkan ucapannya hendaklah memelihara apa yang didengarnya itu, kemudian disampaikan kepada orang lain, dan Nabi tidak pernah mem berikan Ijazah kepada para sahabat. Dalam sebuah hadits beliau bersabda:
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا، ثُمَّ أَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا.
Artinya: “Semoga Allah mengelokkan orang yang mendengar ucapan lalu menyampaikannya (kepada orang lain) sebagaimana apa yang ia dengar”. (Syafi’i dan Baihaqi).
Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kepada orang yang mau mempelajari hadits-haditsnya lalu menyampaikan kepada orang lain seperti yang ia dengar. Adapun cara bagaimana atau alat apa dalam mempelajari dan menyampaikan hadits-haditsnya itu tidak ditentukan. Jadi bisa disampaikan dengan lisan, dengan tulisan, dengan radio, tv dan lain-lainnya. Maka ajaran manqulnya Nurhasan Ubaidah Lubis terlihat mengada-ada. Tujuannya membuat pengikutnya fanatik, tidak dipengaruhi oleh pikiran orang lain, sehingga sangat tergantung dan terikat dengan apa yang digariskan Amirnya (Nurhasan Ubaidah). Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala menghargai hamba-hambanya yang mau mendengarkan ucapan, lalu menseleksinya mana yang lebih baik untuk diikutinya. Firman-Nya:
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَاد الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَاب
“Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal” (Qs Az-Zumar: 17-18).
Dalam ayat tersebut tidak ada sama sekali keterangan harus manqul dalam mempelajari agama. Bahkan kita diberi kebebasan untuk mendengarkan perkataan, hanya saja harus mengikuti yang paling baik. Itulah ciri-ciri orang yang mempunyai akal. Dan bukan harus mengikuti manqul dari Nur Hasan Ubaidah yang kini digantikan oleh anaknya, Abdul Aziz, setelah matinya kakaknya yakni Abdu Dhahir. Maka orang yang menetapkan harus/ wajib manqul dari Nur Hasan atau amir itulah ciri-ciri orang yang tidak punya akal. (Lihat: Buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI, Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 258- 260).
Intinya, berbagai kesesatan LDII telah nyata di antaranya:
1. Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah LDII.
2. Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok, turuk bosok (Jawa: vagina busuk).
3. Menganggap shalat orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya.
Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak dengan dalih apapun, misalnya mengaku bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah. Itu tidak bisa. Sebab di akhir buku Kitabussholah yang ada Nur Hasan Ubaidah dengan nama ‘Ubaidah bin Abdul Aziz di halaman 124 itu di akhir buku ditulis: KHUSUS UNTUK INTERN WARGA LDII. Jadi pengakuan LDII bahwa sekarang sudah memakai paradigma baru, lain dengan yang lama, itu dusta alias bohong.
Diskrispi tentang LDII:
LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia). Pendiri dan pemimpin tertinggi pertamanya adalah Madigol Nurhasan Ubaidah Lubis bin Abdul bin Thahir bin Irsyad. Lahir di Desa Bangi, Kec. Purwoasri,. Kediri Jawa Timur, Indonesia, tahun 1915 M (Tahun 1908 menurut versi Mundzir Thahir, keponakannya).
Faham yang dianut oleh LDII tidak berbeda dengan aliran Islam Jama’ah/Darul Hadits yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI No. Kep-089/D. A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971). Keberadaan LDII mempunyai akar kesejarahan dengan Darul Hadits/Islam Jama’ah yang didirikan pada tahun 1951 oleh Nurhasan Al Ubaidah Lubis (Madigol). Setelah aliran tersebut dilarang tahun 1971, kemudian berganti nama dengan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun 1972 (tanggal 13 Januari 1972, tanggal ini dalam Anggaran Dasar LDII sebagai tanggal berdirinya LDII. Maka perlu dipertanyakan bila mereka bilang bahwa mereka tidak ada kaitannya dengan LEMKARI atau nama sebelumnya Islam Jama’ah dan sebelumnya lagi Darul Hadits. ). Pengikut tersebut pada pemilu 1971 mendukung GOLKAR.
Nurhasan Ubaidah Lubis Amir (Madigol) bertemu dan mendapat konsep asal doktrin imamah dan jama’ah (yaitu: Bai’at, Amir, Jama’ah, Taat) dari seorang Jama’atul Muslimin Hizbullah, yaitu Wali al-Fatah, yang dibai’at
pada tahun 1953 di Jakarta oleh para jama’ah termasuk sang Madigol sendiri. Pada waktu itu Wali al-Fatah adalah Kepala Biro Politik Kementrian Dalam Negeri RI (jaman Bung Karno). Aliran sesat yang telah dilarang Jaksa Agung 1971 ini kemudian dibina oleh mendiang Soedjono Hoermardani dan Jenderal Ali Moertopo. LEMKARI dibekukan di seluruh Jawa Timur oleh pihak penguasa di Jawa Timur atas desakan keras MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jatim di bawah pimpinan KH. Misbach. LEMKARI diganti nama atas anjuran Jenderal Rudini (Mendagri) dalam Mubes ke-4 Lemkari di Wisma Haji Pondok Gede, Jakarta, 21 November 1990 menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia). (Lihat: Jawa Pos, 22 November 1990,Berita Buana, 22 November 1990, Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 265, 266, 267).
Semua itu digerakkan dengan disiplin dan mobilitas komando “Sistem
Struktur Kerajaan 354″ menjadi kekuatan manqul, berupa: “Bai’at, Jama’ah, Ta’at” yang selalu ditutup rapat-rapat dengan sistem:
“Taqiyyah, Fathonah, Bithonah, Budi luhur Luhuring Budi karena Allah.” (lihat situs: alislam. or. id).
Penyelewengan utamanya: Menganggap Al-Qur’an dan As-Sunnah baru sah diamalkan kalau manqul (yang keluar dari mulut imam atau amirnya), maka anggapan itu sesat. Sebab membuat syarat baru tentang sahnya keislaman orang. Akibatnya, orang yang tidak masuk golongan mereka dianggap kafir dan najis (Lihat surat 21 orang dari Bandung yang mencabut bai’atnya terhadap LDII alias keluar ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul Mu’minin Pusat , dan pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999, Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276- 280).
Itulah kelompok LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) yang dulunya bernama Lemkari, Islam Jama’ah, Darul Hadits pimpinan Nur Hasan Ubaidah Madigol Lubis (Luar Biasa) Sakeh (Sawahe Akeh/ sawahnya banyak) dari Kediri Jawa Timur yang kini digantikan anaknya, Abdu Dhohir. Penampilan orang sesat model ini: kaku –kasar tidak lemah lembut, ada yang bedigasan, ngotot karena mewarisi sifat kaum khawarij, kadang nyolongan (suka mencuri) karena ada doktrin bahwa mencuri barang selain kelompok mereka itu boleh, dan bohong pun biasa; karena ayat saja oleh amirnya diplintir-plintir untuk kepentingan dirinya. (Lihat buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001).
Modus operandinya: Mengajak siapa saja ikut ke pengajian mereka sacara rutin, agar Islamnya benar (menurut mereka). Kalau sudah masuk maka diberi ajaran tentang shalat dan sebagainya berdasarkan hadits, lalu disuntikkan doktrin-doktrin bahwa hanya Islam model manqul itulah yang sah, benar. Hanya jama’ah mereka lah yang benar. Kalau menyelisihi maka masuk neraka, tidak taat amir pun masuk neraka dan sebagainya. Pelanggaran-pelanggaran semacam itu harus ditebus dengan duit. Daripada masuk neraka maka para korban lebih baik menebusnya dengan duit.
Dalam hal duit, bekas murid Nurhasan Ubaidah menceritakan bahwa dulu Nurhasan Ubaidah menarik duit dari jama’ahnya, katanya untuk saham pendirian pabrik tenun. Para jama’ahnya dari Madura sampai Jawa Timur banyak yang menjual sawah, kebun, hewan ternak, perhiasan dan sebagainya untuk disetorkan kepada Nurhasan sebagai saham. Namun ditunggu-tunggu ternyata pabrik tenunnya tidak ada, sedang duit yang telah mereka setorkan pun amblas. Kalau sampai ada yang menanyakannya maka dituduh “tidak taat amir”, resikonya diancam masuk neraka, maka untuk membebaskannya harus membayar pakai duit lagi.
Kasus tahun 2002/2003 ramai di Jawa Timur tentang banyaknya korban apa yang disebut investasi yang dikelola dan dikampanyekan oleh para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5% perbulan. Ternyata investasi itu ada tanda-tanda duit yang telah disetor sangat sulit diambil, apalagi bunga yang dijanjikan. Padahal dalam perjanjian, duit yang disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah duit yang disetor para korban mencapai hampir 11 triliun rupiah. (Sumber Radar Minggu, Jombang, dari 21 Februari sampai Agustus 2003, dan akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah karya HMC Shodiq, LPPI Jakarta, 2004). [haji/data ada di LPPI]
Voaislam, Selasa, 08 Mar 2011
(nahimunkar.com)
Penerangan Ahmadiyah Full
. .
No comments:
Post a Comment