Tuesday, September 30, 2014

Abah Anom ~Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah [Nafsyabandiyyah]



Abah Anum – Suryalaya

Posted by Sifuli di 20 Ogos 2010

ABAH ANOM
Tokoh pertama adalah Abah Anom. Kedudukannya sebagai seorang mursyid Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah sekaligus ulama sepuh membuatnya menjadi tempat berteduh bagi jiwa-jiwa yang dahaga. Sebagai orang tua yang telah kenyang dengan asam garam kehidupan Abah Anom dengan arif menerima kunjungan tamu-tamunya, siapapun adanya dan apapun kepentingannya. Hidupnya dengan ikhlas dipersembahkan untuk melayani umat manusia.
Belum lagi kemasyhuran pesantren Suryalaya sebagai tempat penyembuhan penagih dadah dan penyakit psikis dengan metode Islamic Hidrotherapy, dimana kaedahnya disusun oleh Abah Anom. Metode ini menggabungkan konsep cold turkey system yang diislamkan melalui mandi taubat, serangkaian shalat dengan dzikir ala Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Program ini bertujuan untuk membantu program pemerintah Indonesia pada tahun 1971, ianya masih diteruskan dan dilembagakan dalam pesantren remaja Inabah.
Abah Anom yang sejak muda tidak makan daging dan selalu minum air putih itu adalah putra kelima KH. Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad (Abah Sepuh) dari istri keduanya Hj. Juhriyah. Ia memang disiapkan ayahnya untuk meneruskan kepemimpinan thariqah di Suryalaya. Selepas pendidikan dasar(rendah) di sekolah dan pesantren orangtuanya, pada tahun 1930 Abah Anom memulai pengembaraan menuntut ilmu agama Islam secara lebih mendalam.
Diawali dengan mengaji ilmu fiqih di pesantren Cicariang Cianjur, kemudian belajar ilmu alat dan balaghah di pesantren Jambudipa Cianjur. Setelah dua tahun di Jambudipa ia melanjutkan mengaji pada ajengan Syatibi di Gentur Cianjur dan ajengan Aceng Mumu di pesantren Cireungas Sukabumi yang terkenal dengan penguasaan ilmu hikmahnya pada 2 tahun berikutnya. Kegemaran akan ilmu silat dan hikmah kemudian diperdalam di pesantren Citengah Panjalu yang diasuh oleh Ajengan Junaidi, seorang ulama ahli ilmu alat dan hikmah.
Kematangan ilmu Abah Anom di usia 19 tahun diuji dengan kepercayaan yang diberikan oleh Abah Sepuh untuk membantu mengasuh pesantren Suryalaya sampai beliau wafat pada tahun 1956 dalam usia 120 tahun. Dua tahun sebelum wafat Abah Sepuh mengangkat Abah Anom menjadi wakil talqinnya, kemudian menjadi mursyid penuh Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah sekaligus pengasuh pesantren menggantikan Abahnya yang sering tidak sihat.
Manajer Handal
Beban tanggung jawab yang begitu berat tertumpu dibahunya di usianya yang baru mengjangkau 41 tahun, menenggelamkan Abah Anom ke dalam samudera riyadhah. Kecintaannya kepada pesantren, thariqah dan umat melarutkan hari-harinya dalam ibadah, tarbiyah dan doa.
Sepanjang sisa hidupnya Abah Anom hampir tidak pernah tidur, demikian cerita salah satu keponakan Abah Anom yang pernah mengabdi di rumahnya. Di luar kegiatan ibadah mahdlah, mengajar dan kunjungan, Abah Anom menghabiskan seluruh waktunya dengan melakukan dzikir khafi. Setiap kali datang rasa mengantuk, Abah Anom segera berwudhu dan shalat sunah lalu melanjutkan dzikirnya.
Selain berdzikir, Abah Anom juga seorang manajer yang handal. Di tangannya Suryalaya, yang dulunya pesantren kecil di tengah hutan, berkembang pesat menjadi salah satu pesantren yang sangat disegani di negeri ini. Santri (murid) dan pengikutnya yang mencapai angka jutaan tersebar di seluruh Indonesia bahkan negeri-negeri tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan lain sebagainya. Jumlah ini mencakup sekitar 3000 santri yang bermukim untuk belajar dan kuliah di lingkungan pesantren Suryalaya, alumni, puluhan santri remaja Inabah serta jutaan ikhwan-akhwat Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN).
Kini di usianya yang semakin senja, Abah Anom tidak lagi secara intens mendampingi santrinya. Tubuhnya yang semakin lemah tak lagi mampu mensejajari semangat dan kecintaannya kepada sesama. Karena itu beberapa tahun belakangan semua urusan pesantren dan thariqah diserahkan kepada 3 orang yang ditunjuk sebagai pemegang amanat, yang terdiri dari KH. Zainal Abidin Anwar, KH. Dudun Nur Syaidudin dan KH. Nur Anom Mubarok.
Namun demikian dengan sisa-sisa tenaga yang semakin lemah Abah Anom tetap menggagahi menerima semua tamu yang mengunjunginya dari berbagai pelosok tanah air, walau hanya sekedar dengan berjabat tangan. Juga diyakini, secara ruhaniah Abah Anom masih akan terus mengasuh jiwa-jiwa yang membutuhkan tetes demi tetes embun hikmah yang mengalir dari kejernihan telaga hatinya.

Tarikat di India

Posted by Sifuli di 14 Julai 2010
A. PENDAHULUAN
Tasawuf, bukanlah sesuatu yang dengannya manusia dapat melakukan sebuah pelarian, bukanlah sesuatu yang dengannya manusia dapat berpangku tangan terhadap hidup. Melainkan, tasawuf adalah suatu metode penyucian jiwa dan pembening hati, yang menjadi bekal utama manusia dalam menggeluti ranah kehidupannya yang, pada dasarnya tidak pernah terlepas dari berbagia macam persoalan. Tasawuf membimbing manusia dalam pengembangan kinerja ukhrawi dan sekaligus juga duniawi.
Seorang sufi, bukanlah seseorang yang melepaskan dirinya dari dunia. Melainkan, mereka adalah pribadi-pribadi yang mampu mengguncang dunia. Tidak pernah melarikan diri dari masalah, namun menyongsongnya. Dengan berbekal nurani yang tercerahkan, para sufi tampil ke depan dan menghadapi semua bentuk tirani bumi, serta membangun pondasi-pondasi peradaban dunia baru.
Pada kesempatan kali ini, kami akan mencoba mengulas mengenai tasawuf dalam perkembangannya di belahan Benua India, tokoh-tokohnya, tarekat-tarekatnya, serta beberpa hal lainnya yang berhubungan dengannya.
Makalah ini terbagi dalam beberapa bagian dengan sistematika sebagai berikut: Bagian pertama, yaitu pendahuluan. Bagian kedua, mengetengahkan tentang sejarah perkembangan tasawuf di Benua India, serta latar belakang yang mempengaruhinya. Bagian ketiga, menampilkan beberapa tarekat-tarekat yang berpengaruh, serta sekiranya memberikan kontribusinya terhadap perjalan tasawuf di India. Bagian keempat, mengulas mengenai beberapa kecenderungan tasawuf yang terjadi di India. Bagian kelima, menyuguhkan tentang beberapa karya atau buah-buah tasawuf dalam kehidupan dan perjalanannya di India. Bagian terakhir, yaitu penutup, yang sekaligus sedikit mencoba untuk menarik sebuah kesimpulan dari sekilas pembahasan yang telah disampaikan sebelumnya.

B. LATAR BELAKANG MASUKNYA TASAWUF DI INDIA
☺ Penyerangan oleh Mongol Terhadap Dunia Islam (Persia).
Tahun 907 H/1502 M, naiklah Kerajaan Safawi di Persia. Kerajaan ini telah berjasa mempersatukan kebangsaan Persia di bawah suatu kerajaan besar yang berhak memakai gelar “Syahin Syah” (Sri Maharaja di Raja), setelah sekian lama dalam rebutan Bangsa Mongol Islam, Turki dan Arab. Rajanya yang cukup memiliki nama, ialah Syah Ismail.
Ia menyatakan bahwasanya mazhab resmi di Persia adalah Syi’ah, dan ia amat tidak menyukai bahkan membenci tasawuf. Di kala itu, syair-syair yang berkenaan dengan tasawu mendapat tantangan yang sangat keras, bahkan para sufi pun tak jarang mendapatkan perlakuan yang keras dan kasar. Sehingga, lunturlah keistimewaan tasawuf, yang telah sekian lama tumbuh subur di persia.
Dengan adanya desakan terhadap tasawuf di Persia, akhirnya tasawuf (Hafiz Shirazi) pun bergerak menuju belahan dunia India. Di sanalah, muncul para ahli tasawuf ternama. Masa-masa pemerintahan Mongol di India, terutama pada masa Akbar Khan di Agra (Delhi), telah memperkuat akar tasawuf Islam di India, serta adanya perjuangan kepercayaan dengan para penganut Hindu, yang juga mendukung bangkitnya tasawuf dan filsafat Islam di belahan bumi Hindustan tersebut.
Pengaruh kesusastraan dan tasawuf Persia sangatlah besar terhadap kalangan muslim Hindustan. Sebelum Akbar Khan, raja Mongol di India menciptakan Bahasa Urdu, bahasa Persia-lah yang menjadi bahasa resmi istana.
☺ Kearifan Lokal dan Spiritualitas
Tradisi spiritual Islam di India telah mengembangkan coraknya tersendiri yang khas. Hal ini tidak terlepas dari keadaan awal Bangsa India yang begitu memegang kearifan lokal, spiritualitas lama, seperti halnya spiritualitas dalam Agama Hindu. Meskipun demikian, mereka masih tetap mengakar terhadap al-Qur’an, hadist serta ajaran-ajaran para khalifah.
Kemudian dilihat dari bahasa setempat, beberapa mistikus di Bengal, Deccan, dan India Utara, menyatakan bahwa bahasa-bahasa setempat adalah alat penting untuk menyampaikan kebenaran. Dari abad 7 H/13 M, kalimat-kalimat dalam bahasa-bahasa India telah terpelihara dalam boografi-boigrafi para wali sufi.
☺ Tokoh-Tokoh dari Tanah Persia yang Berpengaruh di India
Al-Hallaj (w. 309 H/922 M)
Nama pertama yang dikaikan dengan spiritualitas, paling tidak di sebagian Sind, adalah al-Husain ibn Manshur al-Hallaj, yang telah menjelajah ke berbagai daerah, untuk menyeru masyarakat kepada Tuhan. Pengalaman mistik al-Hallaj yang melibatkan hubungan sangat personal dengan Tuhan dapat dianggap sebagai Klimaks pertama kehidupan mistik Islam awal. Dan, untuk itu, ia harus membayarnya dengan nyawanya sendiri, terhadap hasil dari interpretasinya tentang cinta hakiki antar manusia dan Tuhan. Maka dari itu, tidaklah terlalu berlebihan jika sekiranya dia disebut-sebut sebagai Syahid-Agung dalam tradisi mistik Islam.
Pada abad-abad kemudian, nama Manshur al-Hallaj menjelma menjadi simbol mistik favorit di bagian Barat India dan beberapa wilayah lainnya. Beberapa orang berpendapat bahwasanya hal tersebut dimungkinkan karena banyaknya gelombang konstan puisi-puisi mistik Persia yang seringkali disebut-sebut, yang di dalamnya, al-Hallaj menyebutkan ana al-haqq.
Abu Yazid al-Bustami, (w. 904 H), mungkin tokoh ini adalah salah satu yang juga berpengaruh lewat ajaran-ajarannya yang begitu mengena dan petuah-petuahnya yang banyak dikenal dan berkembang di tanah Persia, India, dan lain-lainnya.
Namun, selain dari beberapa tokoh Persia yang telah disebutkan di atas, tentunya Benua India itu tersendiri, tidaklah berpangku tangan, untuk tidak menyumbangkan tokoh-tokohnya dalam ranah tasawuf. Diantara mereka tersebut, adalah Muhammad Iqbal, yang filsafat-tasawufnya adalah merupakan permulaan perkembangan filsafat-tasawuf Islami. Pusaka kemegahan kebesaran di India dan Persia telah dijalin kembali dengan berpedoman kepada al-Qur’an dan berbahan kemajuan pikiran dan pengetahuan cara Barat oleh Iqbal
Selain dari pada tokoh tersebut, tentunya masih banyak tokoh-tokoh lain yang pada dasarnya sangat berpengaruh dan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam perjalanan tasawuf di India, diantaranya adalah, Ahmad al-Faruqi al-Sahrandi (1624 M), yang telah berhasil menanamkan nilai-nilai ke-Islaman kepada pemerintah Mongolia yang mengusai wilayah India, serta telah berjasa dalam proses peleburan nilai-nilai ajaran Buddha dan penyembahan terhadap berhala. Dan banyak tokoh-tokoh lainnya, yang belum dapat kami sebutkan pada keempatan ini.

C. TAREKAT-TAREKAT
☺ Tarekat Chistiyyah (Image Orang Suci atau Wali Islam)
Tarekat Chistiyyah, adalah tarekat yang namanya di ambil dari suatu wilayah di Afganistan, asal usulnya dapat dilacak hingga abad ke-3 H/9 M. Namun, meskipun nama tarekat ini diambil dari nama suatu wilayah di Afganistan, tarekat ini hanya terkenal di India. Chistiyyah memiliki silsilah spiritual yang jejaknya dapat ditelusuri sampai kepada Hasan al-Bashri (21-110 H/ 642-728 M). Mereka meyakini bahwasanya hasan al-bashri adalah merupakan murid dari Ali bin Abi Thalib, sebuah klaim yang validitasnya mereka temukan secara spiritual.
Pendiri Tarekat Chistiyyah di India adalah Khawajah Mu’in al-Din Hasan. Selain itu, Syaikh Nizham al-Din Auliya yang menetap di Delhi, mengkristalisasikan ajaran Chistiyyah di Utara India, serta di wilayah Deccan. Murid-muridnya, mendirikan perguruan-perguruan Chistiyyah di Jawnpur, Malwa, Gujarat, dan Deccan.
Ada begitu banyak karya Chistiyyah yang tersedia, dan sebagian besar di tulis dalam Bahasa persia. Para Sufi Chistiyyah pun menulis karya dalam dialek-dialek lokal, juga dalam Bahasa Arab. Diantara beberapa karya Chistiyyah adalah, Malfuzhat (karya yang keasliannya diragukan, atau tidak dapat dilacak autentisitasnya), Literatur biografis dari para pembimbing spiritual, Maktubat (Surat-Surat), puisi-puisi berbahasa Hindi, dan lain sebagainya.
Para anggota tarekat ini, hidup berbaur dengan masyarakat, mereka tidaklah membangun khaneqah dengan “empat dinding dan pintu gerbangnya”. Tapi, mereka membangun sebuah jama’at-khanah, dengan dinding lumpur dan atap jerami. Tempat tersebut, terbuka bagi umum, dan sebagai tempat berdiskusi dari berbagai macam ide. Para syaikh dan anggota-anggotangya menjalani hidup dalam konsep futuh, yaitu tidak pernah meminta-minta pemberian orang.
Tarekat Chistiyyah berakar pada Sunni. Mereka menganut mazhab fiqh Hanafi. Namun demikian, pandangan mereka tidaklah terikat pada hukum secara skriptural, melainkan lebih mementingkan makna terdalamnya. Aspek mereka yang paling dominan adalah adanya kesetiaan untuk memegang tradisi hidup berdampingan secara damai.
Kaum Chistiyyah awal meyakini bahwa kontak dengan orang-orang suci dan para wali adalah satu satunya sarana yang dapat membuat manusia memeluk Islam. Mereka percaya bahwasanya hanya kelompok muslim yang saleh sajalah yang dapat menarik orang lain untuk menerima Islam. Misi utama mereka adalah berupaya mempersatukan orang-orang Hindu yang memeluk Islam untuk menjadikan mereka sebagai orang-orang muslim yang benar-benar saleh.
☺ Kaziruniyah
Sejak abad ke-4 H/10 M, para sufi telah memulai pembentukan berbagai tarekat dan kelompok. Salah satu dari tarekat-tarekat tersebut adalah tarekat Kaziruniyah, yang didirikan oleh Syaikh Abu Ishaq Ibrahim ibn Syahriyar (w. 426 H/1035 M), ia wafat di Kazirun, antara Syiraz dan Pesisir Teluk Persia.
☺ Suhrawardiyah.
Syaikh Syihab al-Din Abu Hafs Umar (539-632 H/1145-1234 M), adalah pendiri dari tarekat Suhrawardiyyah. Dia menempuh pendidikan di bawah bimbingan pamannya, Syaikh Dhiya al-Din Abu al-Najib Suhrawardi (490-622 H/1097-1225 M), yang membangun sebuah pondok di Tigris, Baghdad. Khalifah al-Nashir li-Dinillah (575-622 H/1180-1225 M) mengangkat Syaikh Syihab al-Din sebagai duta besarnya keberbagai istana para penguasa penting dan membangun sebuah khaneqah luas untuknya di Baghdad. Kaum sufi dari berbagai penjuru dunia berkumpul di khaneqahnya untuk mendapatkn bai’at darinya. Salah satunya adalah Syaikh Baha al-Din Zakariyya (578 H/1182 M).
Di Multan, para sufi serta ulama terkemuka, banyak yang menentang Syaikh Baha al-Din, tetapi, tingkat keilmuan serta posisi istimewanya diantara murid-murid Syaikh Syihab al-Din Suhrawardi, dapat dengan segera membuatnya menjadi seorang tokoh terkemuka di Multan. Ia sangat tidak menganjurkan kaum sufi mencari bimbingan dari sejumlah pir yang berbeda, melainkan dari satu pir saja. Ia juga sangat menekankan pentingnya sholat-sholat wajib dan menomor duakan sholat-sholat sunnah dan dzikir.
Syaikh Baha al-Din meninggal di Multan, 661 H/1262 M. Ia digantikan oleh anaknya sendiri, yaitu Syaikh Shadr al-Din ‘Arif (w. 684 H/1286 M). Putra dan penerus Syaikh Shadr al-Din, Syaikh Rukn al-Din Abu al-Fath (w. 735 H/1334 M), telah berhasil menghidupkan kembali kejayaan politik dan spiritual kakeknya. Ia sangatlah dihormati oleh raja-raja yang memerintah di kesultanan Delhi, sejak masa pemerintahan Sultan Ala al-Din Khalji (695-715 H/1296-1316 M) hingga kematiannya, yaitu pada masa pemerintahan Sultan Muhammad ibn Tughluq (725 H/1325 M).
Murid Syaikh Syihab al-Din Suhrawardi yang mempopulerkan Islam di Bengal, adalah Syaikh Jalal al-Din Tabrizi. Setelah pindah ke Bengal, ia mendirikan sebuah khaneqah di Deva Mahal, bagian utara Bengal. Ia telah berhasil mengislamkan banyak orang Hindu dan Buddha. Pada abad ke-8 H/14 M, Kashmir dijadikan sebagai pusat dari para sufi Suhrawardiyyah.
☺ Kubrawiyah
Pendiri tarekat Kubrawi, yaitu Syaikh Najm al-Din Kubra (540-618 H/1145-1221 M). Sekelompok sufi terkemuka berkumpul di Kubra sebagai murid, dan beberapa cabang tarekatnya menyebar ke baghdad, Khurasan dan India. Salah seorang pengikut Kubrawi yang cukup ternama, yaitu Syaikh Saif al-Din Bakhrazi (w. 658 H/1260 M), memerintahkan muridnya, yaitu Khawajah Badr al-Din Samarqandi Firdausi, untuk menetap di Delhi.
Meskipun para Syaikh dari kalangan ini sangatlah menganjurkan kepada para muridnya untuk selalu berpegang teguh terhadap syari’at, namun, ia tidaklah mengunggulkan para ulama di atas para sufi. Ia berusaha untuk tidak mengungkapkan pengalaman spiritualnya, serta menyarankan pada para murid, untuk tetap menyimpan pengetahuan mereka tentang pengalaman-pengalaman spiritual mereka.
Di Kashmir, tarekat Kubrawiyyah diperkenalkan oleh Mir Sayyid Ali Hamadani. Muhammad Asyraf Jahangir Simnani, yaitu sekalangan dengan Mir Sayyid Ali Hamadani, adalah sorang Kubrawi yang setelah menetap di kesultanan Syiraqi, Jaunpur, India, mendirikan cabang dari tarekat Kubrawi, yaitu Asyrafi.
☺ Syaththariyyah
Di India, tarekat yang didirikan oleh Syah Abd Allah ini, menyebut dirinya sbagai Tarekat Syaththariyyah. Namun, pada masa Turki Utsmani, tarekat ini dikenal dengan sebutan Tarekat Basthamiyyah, dan, di Persia dan Turki, tarekat ini dikenal dengan sebutan tarekat Isyqiyyah.
Syaththariyyah mendapatkan ispirasi mereka dari karya-karya tafsir mistis tentang ke-Tuhan-an, yang dinisbahkan kepada Imam Ja’far al-Shadiq, yaitu Imam Syi’ah yang keenam. Selain itu, tarekat ini juga banyak terpengaruh oleh kisah-kisah mistis dari kehidupan Abu Yazid al-Basthami.
Syaikh Abdullah, sang pendiri tarekat ini, pindah ke India pada awal abad ke-9 H/15 M, setelah menyelesaikan latihan mistisnya. Nama tarekat ini, yang artinya adalah mereka yang bergerak cepat, diambil karena kecepatan tarekat ini dalam memecahkan paradoks ke-Esa-an dalam kemajemukan.
Dalam karyanya, Latha’if-i Ghaibiyyah, ia membagi hamba-hamba spiritual musim yang tekun ke dalam tiga kategori, yaitu, Akhyar (orang-orang yang terpilih), abrar (orang-orang yang patuh), dan syaththay (orang-orang yang bergerak cepat). Dan, dari ketiga kategori tersebut, menurutnya, syththariyyah-lah yang paling unggul, karena mereka memproleh latihan langsung dari arwah para wali besar masa lalu, serta mampu menempuh perjalanan kenaikan sufi dengan cepat.
Selain dari tareka-tarekat yang telah disebutkan di atas, pada dasarnya, masih banyak terdapat tarekat-tarekat lainnya, yang juga berkembang dan berpengaruh di India, salah satunya adalah tarekat yang berkembang pesat di wilayah india yaitu tarekat Naqsabandiyah, dan dalam revolusi kaum muslim di Turkistan dan Cina, tarekat ini sangat berperan, sebagaimana terjadi di wilayah India Timur ketika melawan para penjajah. Selain itu, juga terdapat Tarekat Qalandariyyah, Tarekat Junaidiyyah, dan lain sebagainya.


D. KECENDERUNGAN TASAWUF DI INDIA
☺ Kaum Majdzub vs Sufi Palsu (Dukun)
Dalam lingkungan tasawuf, terdapat suatu kaum yang dikenal dengan sebutan Kaum Majdzub, atau kaum sufi yang berperilaku aneh. Menurut beberapa pendapat, kaum Majdzub adalah makhluk-makhluk super yang mampu melakukan hal-hal luar biasa, dan, baik orang-orang Hindu maupun Muslim, mereka saling berlumba – lumba dalam menunjukkan ketaatan kepada para kaum ini.
Namun demikian, sebagaimana sulitnya membedakan antara sufi sejati dan sufi palsu, demikian jugalah sulitnya, untuk membedakan antara kaum Majdzub dengan orang yang tidak waras alias gila.
Dalam setiap waktu, selalu saja terdapat kaum yang disebut dengan kaum Majdzub ini. Dari sekian banyak individu yang termasuk dari kaum majdzub, namun, ada satu nama yang dianggap lebih unggul dibandingkan nama-nama yang lainnya, yaitu Muhammad Sa’id Sarmad dalam sumbangannya terhadap kehidupan mistis. Ia bekerja sebagai pedagang, dan mengukpulkan banyak kekayaan dari hasil perdagangannya tersebut.
Ancaman serius terhadap keberlangsungan hidup tasawuf, bersumber pada pernyataan-pernyataan sombong para dukun dan sufi palsu. Mereka memanfaatkan pengaruh para sufi demi kepentingan serta keuntungan tersendiri. Syair-syair mereka menjadi ancaman besar bagi pandangan spiritual para sufi sejati. Namun demikian, tasawuf sejati tidak akan demikian mudah terkalahkan, bahkan masih mampu bertahan hidup hingga detik ini.
☺ Kaum Malamatiyyah
Kaum ini, setingkali disebut dengan sebutan Malamatiyyah, Malamiyyah atau terkadang juga disebut sebagai Ahl al-Malamah, yang pada dasarnya, memiliki pengaruh yang cukup besar dalam dunia tasawuf.
Nama kaum ini, diambil dari kata malamah, yang secara bahasa berarti “celaan”, malamah mengandung arti bahwa mereka tidaklah menganggap pendapat orang dalam tingkah peribadatan mereka terhadap Tuhan. Kaum Malamati adalah orang-orang suci yang dengan sengaja menjalani kehidupan hina, dengan tujuan untuk menyembunyikan hakikat pencapaian spiritual mereka.
Pendiri kaum Malamatiyyah ini, adalah Hamdun al-Qashshar, sufi abad ke-3 H/9 M, yang berasal dari Naisyapur di Khurasan. Kaum Malamatiyyah mengikuti teladan dirinya, yaitu hidup secara batiniah dalam kebersatuannya dengan Allah, sementara secara lahiriah, mereka bertindak seolah-olah terpisah dari Tuhan.
Dalam tasawuf, sikap pembawaan kaum Malamati ini merupakan sebuah watak permanen dalam spiritualitas Islam, meskipun, banyak penyalahgunaan yang dinisbatkan terhadap namanya, misalnya untuk mencampakkan syariat dan etika atau adab tradisional.
Kaum Malamatiyyah adalah guru serta pembimbing dan pemimpin manusia di jalan Tuhan. Meskipun, tidak ada tindakan dari mereka yang tampak berbeda dari orang-orang awam. Satu di antara mereka, adalah Muhammad, Rasul Allah, orang bijak yang menempatkan segala sesuatunya di tempat yang seharusnya.
E. BUAH-BUAH TASAWUF
☺Puisi-Puisi dan Syair-Syair Sufi
Umumnya, para sufi mengungkapkan gagasan-gagasan mereka dalam syair-syair dan prosa-prosa yang berbahasa Persia. Namun, syair-syair dalam bahasa daerahlah, yang membuat tasawuf menjadi sebuah gerakan massal di kalangan masyarakat India.
Kaum Chisti, adalah beberapa yang dapat disebut sebagai pelopor dari gerakan-gerakan tersebut, yang telah banyak menyumbangkan karya-karya mereka dalam bahasa Hindawi (Hindi). Misalnya ditemukannya, Malfuzhat (karya yang keasliannya diragukan, atau tidak dapat dilacak autentisitasnya), kemudian juga adanya Literatur biografis dari para pembimbing spiritual; seperti; Syiar Auliya’, Fawaid al-Fuad, Manaqib Fakhriyah, Ma’arij al-Wilayah.dll. , Kemudian juga ditemukan Maktubat (Surat-Surat), puisi-puisi berbahasa Hindi, dan lain sebagainya.
Sedangkan, kaum Syaththariyyah, seperti halnya juga kaum Chisti, meminjam simbol-simbol dan kisah-kisah mitologis dari lingkungan-lingkungan Hindu lokal, namun, dengan sedikit memberinya tambahan akan nuansa Islami.
Di Bengal, Sultan Husain Syahi (897-945 H/1494-1538 M) memberikan dorongan kuat terhadap kesusastraan Bengali. Namun demikian, pertumbuhan nyata syair sufi terjadi terutama sejak abad ke-10 H/ke-16 M, di wilayah Cittagong dan istana Arakanese.
Seperti halnya di wilayah-wilayah India lainnya, majelis-majelis pertemuan sama’ di Sind juga mengumandangkan musik sufi dalam bahasa Sindhi. Penyair sufi paling terkemuka dari Sind adalah Syah ‘Abd al-Latif. Karya puitisnya yang berjudul Risalo (Kitab), yang juga membahas mengenai balada raktyat Sind, sarat dengan emosi dan penggerak prasaan.
Umumnya, para penyair sufi mampu mengekspresikan rahasia-rahasia terdalam hati dengan ungkapan-ungkapan dari kehidupan sehari-hari, yang bahkan, seorang anak kecil pun, dimungkinkan dapat memahaminya. Selain itu, sebagai dasar terhadap ajarannya, mereka juga mengadopsi dongeng-dongeng tradisional setempat. Para pahlawan dalam cerita-cerita Sindh dan Punjab ditransformasikan sedemikian rupa sebagai simbol-simbol jiwa yang menempuh banyak cobaan hingga akhirnya mempersatukan dirinya dengan kekasihnya dalam kematian.
Syair sufi bukan hanya sekadar ungkapan cinta mistis tentang jiwa kehausan yang tengah mencari pemahaman intuitif tentang Tuhan, tapi juga sebagai saluran atau jalan keluar berbagai emosi dan perasaan spiritual. Syair sufi dalam bahasa Hindi maupun bahasa-bahasa lainnya, telah mampu membuka cakrawala baru bagi jalan hidup spiritual di benua India.
Baik para penyair sufi, maupu pelopor gerakan kebaktian Hindu, melakukan pendobrakan terhadap segala bentuk formalisme keagamaan, kepalsuan, serta kebodohan, dan berupaya menciptakan sebuah dunia yang semua orang di dalamnya, mendambakan kebahagiaan spiritual.

E. KESIMPULAN
Dari sedikit pembahasan yang telah kami sajikan sebelumnya, berkaitan dengan penyebaran serta perjalanan tasawuf di Benua India tersebut, tidaklah terlepas dari jasa-jasa para sufi Persia, yang jelas-jelas telah memberikan kontribusi mereka terhadap tumbuhnya tasawuf di India tersebut.
Namun, juga berkenaan dengan perjalanan tasawuf di India tersebut, tidaklah terlepas dari jasa-jasa para tokoh-tokoh lokal, yang telah berperan dalam penyebaran tasawuf, serta mendirikan tarekat-tarekat tersendiri, yang kurang lebihnya, cukup memberikan warna tersendiri bagi Tasawuf dan kehidupannya.
Bagaimanapun juga, banyaknya pengaruh sains-sains modern serta pemikiran politik, tidaklah mampu melenyapkan tasawuf dari Benua India. Kekayaan dan pengaruh karya-karya sufistik terus hidup menuntun kepribadian hidup menuju jalan yang lebih menjanjikan.


DAFTAR PUSTAKA
As’ad al-Khatib. Kala Nurani Terusik Tirani (Jejak-Jejak Kearifan dan Kepahlawanan
Kaum Sufi). Jakarta. Serambi. 2005.
Hamka. Tasawuf (Perkembangan dan Pemurniannya). Jakarta: Pustaka Panjimas. 1993.
Hossein Nasr, Seyyed. Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam (Manifestasi).
Bandung: Mizan Media Utama. 2003.
Trimingham, Spencer. Mazhab Sufi. Penrej: Luqman Hakim. Bandung: Penerbit Pustaka.
1999.
Sumber http://poetraboemi.wordpress.com/2008/05/23/tasawuf-di-india/



Sejarah Pondok Pesantren Suryalaya (TQN)

Posted by Sifuli di 25 Ogos 2010


Sejarah Pondok Pesantren Suryalaya
Pondok Pesantren Suryalaya dirintis oleh Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad atau yang dikenal dengan panggilan Abah Sepuh, pada masa perintisannya banyak mengalami hambatan dan rintangan, baik dari pemerintah kolonial Belanda maupun dari masyarakat sekitar. Juga lingkungan alam (geografis) yang cukup menyulitkan.
Namun Alhamdullilah, dengan izin Allah SWT dan juga atas restu dari guru beliau, Syaikh Tholhah bin Talabudin Kalisapu Cirebon semua itu dapat dilalui dengan selamat. Hingga pada tanggal 7 Rajab 1323 H atau 5 September 1905, Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad dapat mendirikan sebuah pesantren walaupun dengan modal awal sebuah mesjid yang terletak di kampung Godebag, desa Tanjung Kerta. Pondok Pesantren Suryalaya itu sendiri diambil dari istilah sunda yaitu Surya = Matahari, Laya = Tempat terbit, jadi Suryalaya secara harfiah mengandung arti tempat matahari terbit
Pada awalnya Syeikh Abdullah bin Nur Muhammad sempat bimbang, akan tetapi guru beliau Syaikh Tholhah bin Talabudin memberikan motivasi dan dorongan juga bimbingan khusus kepadanya, bahkan beliau pernah tinggal beberapa hari sebagai wujud restu dan dukungannya. Pada tahun 1908 atau tiga tahun setelah berdirinya Pondok Pesantren Suryalaya, Abah Sepuh mendapatkan khirqoh (legitimasi penguatan sebagai guru mursyid) dari Syaikh Tholhah bin Talabudin
Seiring perjalanan waktu, Pondok Pesantren Suryalaya semakin berkembang dan mendapat pengakuan serta simpati dari masyarakat, sarana pendidikan pun semakin bertambah, begitu pula jumlah pengikut/murid yang biasa disebut ikhwan.
Dukungan dan pengakuan dari ulama, tokoh masyarakat, dan pimpinan daerah semakin menguat. Hingga keberadaan Pondok Pesantren Suryalaya dengan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah-nya mulai diakui dan dibutuhkan. Untuk kelancaran tugas Abah Sepuh dalam penyebaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dibantu oleh sembilan orang wakil talqin, dan beliau meninggalkan wasiat untuk dijadikan pegangan dan jalinan kesatuan dan persatuan para murid atau ikhwan, yaitu TANBIH.
Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad berpulang ke Rahmattullah pada tahun 1956 di usia yang ke 120 tahun. Kepemimpinan dan kemursyidannya dilimpahkan kepada putranya yang kelima, yaitu KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin yang akbrab dipanggil dengan sebutan Abah Anom. Pada masa awal kepemimpinan Abah Anom juga banyak mengalami kendala yang cukup mengganggu, di antaranya pemberontakan DI/TII. Pada masa itu Pondok Pesantren Suryalaya sering mendapat gangguan dan serangan, terhitung lebih dari 48 kali serangan yang dilakukan DI/TII. Juga pada masa pemberontakan PKI tahun 1965, Abah Anom banyak membantu pemerintah untuk menyadarkan kembali eks anggota PKI, untuk kembali kembali ke jalan yang benar menurut agama Islam dan Negara.
Perkembangan Pondok Pesantren Suryalaya semakin pesat dan maju, membaiknya situasi keamanan pasca pemberontakan DI/TII membuat masyarakat yang ingin belajar Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah semakin banyak dan mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia. Juga dengan penyebaran yang dilakukan oleh para wakil talqin dan para mubaligh, usaha ini berfungsi juga untuk melestarikan ajaran yang tertuang dalam asas tujuan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dan Tanbih. Dari tahun ke tahun Pondok Pesantren Suryalaya semakin berkembang, sesuai dengan tuntutan zaman, maka pada tanggal 11 maret 1961 atas prakarsa H. Sewaka (Alm) mantan Gubernur Jawa Barat (1947 – 1952) dan mantan Mentri Pertahanan RI Iwa Kusuma Sumantri (Alm) (1952 – 1953). Dibentuklah Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya. Yayasan ini dibentuk dengan tujuan untuk membantu tugas Abah Anom dalam penyebaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dan dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.
Setelah itu Pondok Pesantren Suryalaya semakin dikenal ke seluruh pelosok Indonesia, bahkan sampai ke Negara Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, dan Thailand, menyusul Australia, negara-negara di Eropa dan Amerika. Dengan demikian ajaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah pun semakin luas perkembangannya, untuk itu Abah Anom dibantu oleh para wakil talqin yang tersebar hampir di seluruh Indonesia, dan juga wakil talqin yang berada di luar negeri seperti yang disebutkan di atas.
Pada masa kepemimpinan Abah Anom, Pondok Pesantren Suryalaya berperan aktif dalam kegiatan Keagamaan, Sosial, Pendidikan, Pertanian, Kesehatan, Lingkungan Hidup, dan Kenegaraan. Hal ini terbukti dari penghargaan yang diperoleh baik dari presiden, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bahkan dari dunia internasional atas prestasi dan jasa-jasanya. Dengan demikian eksistensi atau keberadaan Pondok Pesantren Suryalaya semakin kuat dan semakin dibutuhkan oleh segenap umat manusia.
WalahHu'Alam.
 

. .
~***~LadingEMAS~***~

No comments:

Post a Comment