Thursday, January 7, 2010

Sirah Rasulullah SAW_23 ~ EKSPEDISI MU'TA

BAGIAN KEDUAPULUH TIGA: EKSPEDISI MU'TA
Muhammad Husain Haekal

   Perhatian Muhammad ke Syam - Mengerahkan 3000 orang -
   Panglimanya Zaid b. Haritha - Ja'far b. Abi Talib -
   Abdullah b. Rawaha - Pasukan Rumawi - Dua pasukan
   bertemu di Mu'ta - Tiga orang Panglima gugur
   berturut-turut - Pimpinan di tangan Khalid b. Walid -
   Suatu muslihat dan penarikan mundur.

MUHAMMAD belum merasa perlu: tergesa-gesa  membebaskan  Mekah.
Dia  mengetahui sekali, bahwa soalnya hanya tinggal soal waktu
saja. Perjanjian Hudaibiya baru setahun berjalan.  Juga  bukan
maksudnya  akan  mengadakan  pelanggaran.  Muhammad orang yang
sangat setia tiada sebuah  kata  yang  pernah  diucapkan  atau
perjanjian  yang pernah dibuat, akan dilanggarnya. Oleh karena
itu tatkala ia kembali ke Medinah selama beberapa bulan  tidak
terjadi   bentrokkan-bentrokan,  kecuali  kecil-kecilan  saja,
seperti pengiriman 50 orang kepada Banu  Sulaim  dengan  tugas
dakwah  mengajak  mereka menganut Islam, yang kemudian dibunuh
oleh Banu Sulaim secara gelap dan  dengan  tidak  semena-mena,
sehingga   pemimpinnya   yang   berhasil  lolos  hanya  karena
kebetulan saja. Begitu juga Banu Laith dan  Zafar  yang  telah
menyerang  dan  merampas  mereka itu. Sama pula dengan hukuman
yang telah dijatuhkan kepada Banu Murra  karena  pengkhianatan
mereka  itu tadinya. Demikian juga adanya limabelas orang yang
telah dikirim ke Dhat't-Talh di perbatasan Syam  dengan  tugas
dakwah   mengajak   mereka   mengikut  Islam,  dibalas  dengan
pembunuhan  juga,  sehingga  tak  ada  yang  selamat   kecuali
pemimpinnya.

Memang   perhatian   Nabi   tertuju   ke   wilayah   Syam  dan
bagian-bagian utara  ini,  yaitu  setelah  di  bagian  selatan
diadakan  perjanjian keamanan dengan pihak Quraisy dan setelah
penguasa  di  Yaman   bersedia   menerima   seruannya.   Jalur
penyebaran  dakwah  Islam  yang  pertama  setelah  keluar dari
semenanjung Arab sudah dibayangkannya. Dilihatnya  bahwa  Syam
dan  daerah-daerah  di  dekatnya  itu  merupakan pintu pertama
jalur dakwah itu. Oleh  karena  itu  beberapa  bulan  kemudian
sekembalinya  dari  umrah ia telah mengerahkan tiga ribu orang
yang kemudian di Mu'ta berhadapan dengan  seratus  ribu  orang
pasukan lawan.

Ahli-ahli    sejarah    masih    berbeda   pendapat   mengenai
sebab-musabab  terjadinya  ekspedisi   Mu'ta   itu.   Sebagian
mengatakan bahwa dibunuhnya sahabat Nabi di Dhat't-Talh itulah
yang menyebabkan adanya penyerbuan sebagai hukuman atas mereka
yang  telah berkhianat itu, yang lain berpendapat bahwa ketika
Nabi mengirim seorang  utusan  kepada  gubernur  Heraklius  di
Bushra  (Bostra),  utusan  itu  dibunuh oleh orang badwi, dari
Ghassan, atas nama Heraklius. Lalu Muhammad mengirimkan mereka
yang  sedang  berperang di Mu'ta supaya memberi hukuman kepada
penguasa itu dan siapa saja yang membantunya.

Kalau    Perjanjian    Hudaibiya     merupakan     pendahuluan
'umrat'l-qadza',  lalu  pembebasan Mekah, maka ekspedisi Mu'ta
ini juga merupakan pendahuluan Tabuk; dan setelah  Nabi  wafat
kemudian terjadi pembebasan Syam. Soalnya akan sama saja; yang
menimbulkan ekspedisi Mu'ta itu karena dibunuhnya utusan  Nabi
kepada   penguasa   Bushra,   atau  karena  lima  belas  orang
sahabatnya yang juga dibunuh di Dhat't-Talh.

Dalam bulan Jumadilawal tahun kedelapan Hijrah [tahun 629  M.]
Nabi   'a.s.   memanggil   tiga   ribu   orang  pilihan,  dari
sahabat-sahabatnya, dengan menyerahkan pimpinannya kepada Zaid
b. Haritha dengan mengatakan:

"Kalau  Zaid  gugur,  maka  Ja'far b. Abi Thalib yang memegang
pimpinan, dan kalau Ja'far gugur, maka Abdullah b. Rawaha yang
memegang pimpinan.

Ketika pasukan tentera ini berangkat Khalid bin'l-Walid secara
sukarela juga ikut menggabungkan diri. Dengan  keikhlasan  dan
kesanggupannya   dalam  perang  hendak  memperlihatkan  itikad
baiknya sebagai  orang  Islam.  Masyarakat  ramai  mengucapkan
selamat jalan kepada komandan-komandan beserta pasukannya itu,
dan Muhammad juga turut mengantarkan  mereka  sampai  ke  luar
kota,  dengan  memberikan pesan kepada mereka: Jangan membunuh
wanita,  bayi,  orang-orang  buta   atau   anak-anak,   jangan
menghancurkan  rumah-rumah  atau  menebangi  pohon-pohon. Nabi
'a.s. mendoakan dan kaum Muslimin juga turut mendoakan  dengan
berkata:  Tuhan menyertai dan melindungi kamu sekalian. Semoga
kembali dengan selamat.

Komandan pasukan itu semua merencanakan hendak menyergap pihak
Syam  secara  tiba-tiba,  seperti  yang  biasa dilakukan dalam
ekspedisi-ekspedisi   yang   sudah-sudah.   Dengan    demikian
kemenangan  akan  diperoleh  lebih  cepat  dan  kembali dengan
membawa  kemenangan.  Mereka  berangkat  sampai  di  Ma'an  di
bilangan Syam dengan tidak mereka ketahui apa yang akan mereka
hadapi di sana.

Akan tetapi  berita  keberangkatan  mereka  sudah  lebih  dulu
sampai.   Syurahbil   penguasa   Heraklius   di   Syam   sudah
mengumpulkan kelompok-kelompok kabilah yang ada di sekitarnya.
Pasukan  tentara  yang  terdiri  dari  orang-orang  Yunani dan
orang-orang Arab sebagai bantuan  dari  Heraklius  didatangkan
pula.   Beberapa   keterangan   menyebutkan,  bahwa  Heraklius
sendirilah  yang  tampil  memimpin   pasukannya   itu   sampai
bermarkas  di  Ma'ab  di  bilangan Balqa', terdiri dan seratus
ribu orang Rumawi, ditambah  dengan  seratus  ribu  lagi  dari
Lakhm,  Judham,  Qain,  Bahra'  dan Bali. Dikatakan juga bahwa
Theodore saudara Heraklius itulah yang memimpin pasukan, bukan
Heraklius sendiri.

Ketika    pihak    Muslimin    berada    di    Ma'an,   adanya
kelompok-kelompok itu mereka ketahui. Dua malam mereka  berada
di  tempat  itu  sambil  melihat-lihat  apa  yang harus mereka
lakukan berhadapan dengan  jumlah  yang  begitu  besar.  Salah
seorang  dari  mereka  ada  yang  berkata:  Kita menulis surat
kepada Rasulullah s.a.w. dengan memberitahukan jumlah  pasukan
musuh.  Kita  bisa  diberi  bala  bantuan,  atau kita mendapat
perintah lain dan kita  maju  terus.  Saran  ini  hampir  saja
diterima oleh suara terbanyak kalau tidak Abdullah ibn Rawaha,
yang dikenal kesatria dan juga penyair, berkata:

"Saudara-saudara, apa yang tidak kita sukai, justeru itu  yang
kita  cari  sekarang  ini,  yaitu  mati syahid. Kita memerangi
musuh itu bukan karena perlengkapan,  bukan  karena  kekuatan,
juga  bukan  karena  jumlah  orang  yang  besar.  Tetapi  kita
memerangi mereka hanyalah karena agama juga, yang  dengan  itu
Allah  telah  memuliakan  kita.  Oleh  karena itu marilah kita
maju. Kita akan memperoleh satu dari dua  pahala  ini:  menang
atau mati syahid."

Rasa  bangga  dari  penyair  pemberani ini segera pula menular
kepada anggota-anggota tentara yang lain. Mereka berkata:  Ibn
Rawaha memang benar!

Mereka  lalu  maju  terus.  Ketika  sudah sampai di perbatasan
Balqa', di sebuah desa bernama Masyarif, mereka bertemu dengan
pasukan  Heraklius,  yang  terdiri dari orang-orang Rumawi dan
Arab. Bilamana posisi musuh sudah dekat pihak Muslimin  segera
mengelak  ke  Mu'ta,  yang  dilihatnya sebagai kubu pertahanan
akan lebih baik daripada Masyarif. Di Mu'ta inilah pertempuran
sengit  -  antara seratus atau duaratus ribu tentara Heraklius
dengan tiga ribu tentara Muslimin - mulai berkobar.

Alangkah agungnya iman, alangkah kuatnya! Bendera Nabi  dibawa
oleh  Zaid  b.  Haritha  dan  dia  terus maju ke tengah-tengah
musuh. Ia yakin bahwa kematiannya itu takkan dapat  dielakkan.
Tetapi  mati  disini  berarti  syahid  di  jalan Allah. Selain
kemenangan, hanya ada satu pilihan,  yaitu  mati  syahid.  Dan
disinilah  Zaid bertempur mati-matian sehingga akhirnya hancur
luluh ia oleh tombak musuh. Saat itu juga benderanya  disambut
oleh  Ja'far  b. Abi Thalib dari tangannya. Ketika itu usianya
baru tigapuluh tiga tahun, sebagai pemuda yang berwajah tampan
dan berani, Ja'far terus bertempur dengan membawa bendera itu.
Bilamana kudanya oleh musuh dikepung,  diterobosnya  kuda  itu
dan ditetaknya, dan dia sendiri terjun ke tengah-tengah musuh,
menyerbu dengan mengayunkan pedangnya ke leher siapa saja yang
kena.

Bendera  waktu  itu  dipegang  di  tangan kanan Ja'far; ketika
tangan ini terputus, dipegangnya dengan  tangan  kirinya;  dan
bila  tangan  kiri  ini  pun  terputus, dipeluknya bendera itu
dengan kedua pangkal lengannya sampai ia tewas. Konon  katanya
yang  menghantamnya  orang dari Rumawi dengan sekaligus hingga
ia terbelah dua.

Setelah Ja'far tewas bendera diambil oleh Abdullah ibn Rawaha.
Dia  maju  dengan  kudanya  membawa bendera itu. Sementara itu
terpikir olehnya akan turun saja. Ia  nmasih  agak  ragu-ragu.
Kemudian katanya:

   O diriku, bersumpah aku
   Akan turun engkau, akan turun
   Atau masih terpaksa juga
   Jika orang sudah berperang
   dan genderang sudah berkumandang
   Kenapa kulihat kau masih membenci surga?

Kemudian  diambilnya  pedangnya  dan  dia maju terus bertempur
sampai akhirnya dia pun tewas juga.

Mereka itulah Zaid, Ja'far  dan  Ibn  Rawaha.  Mereka  bertiga
telah mati syahid di jalan Allah, dalam satu peristiwa. Tetapi
setelah berita ini diketahui  oleh  Nabi,  ia  sangat  terharu
sekali,  terutama  terhadap  Zaid  dan  Ja'far. Lalu katanya :
Mereka telah diangkat kepadaku di surga - seperti mimpi  orang
yang  sedang  tidur  -  diatas  ranjang  emas. Lalu saya lihat
ranjang Abdullah b. Rawaha agak miring daripada ranjang  kedua
temannya  itu.  Lalu  ditanya: Kenapa begitu? Dijawabnya: Yang
dua orang terus maju, tapi Abdullah agak  ragu-ragu.  Kemudian
terus maju juga.

Orang  sudah  melihat teladan dan nasehat yang baik ini! Tidak
lain ini artinya, bahwa seorang mukmin tidak  boleh  ragu-ragu
atau  takut  mati di jalan Allah. Bahkan sebaliknya, setiap ia
menghadapi sesuatu persoalan ia harus yakin  bahwa  itu  untuk
Tuhan  dan tanah-air, ia harus menggenggam hidupnya di tangan,
siap dilemparkan ke muka siapa saja  yang  akan  merintanginya
dari  jalan  itu. Salah satu: dia menang dan berhasil mencapai
kebenaran Tuhan dan  tanah-air,  seperti  yang  sudah  menjadi
keyakinannya,  atau  ia gugur sebagai syahid. Ini adalah suatu
teladan yang hidup bagi angkatan kemudian, dan suatu  kenangan
abadi  buat  jiwa  besar yang bisa mengerti, bahwa harga hidup
itu ialah hidup yang dikurbankan  untuk  tujuan  cita-citanya;
bahwa  mempertahankan  hidup dalam hina seperti menyia-nyiakan
hidup. Orang semacam itu tidak perlu lagi nanti dikenang dalam
hidup  kita.  Ada  orang yang menerjunkan diri ke dalam bahaya
bila terasa hidupnya terancam demikian rupa  sehingga  ia  pun
menjadi  kurban  tujuan  yang  tidak  berharga. Begitu juga ia
berarti  mengorbankan  diri  jika  ia   masih   mempertahankan
hidupnya  padahal oleh Tuhan Yang Maha Kuasa ia diminta supaya
hidupnya  dilemparkan  ke   muka   kebatilan,   supaya   dapat
menghancurkan  kebatilan  itu.  Tetapi  ia lalu bersembunyi di
balik tabir, ia sudah takut menghadapi  maut,  suatu  perasaan
takut yang sebenarnya lebih celaka daripada maut.

Jadi kalau sikap ragu-ragu yang hanya sedikit saja tampak pada
Ibn  Rawaha,  padahal  sesudah  itu,  dengan  keberanian  yang
luarbiasa  ia  pun  bertempur  lagi sampai mati sebagai syahid
masih ditempatkan tidak  sama  dengan  Zaid  dan  Ja'far  yang
menyerbu  barisan  maut dengan gembira menghadapi mati sebagai
syahid, apalagi buat orang  yang  lalu  berbalik  surut  hanya
karena  mengharapkan  kedudukan atau harta atau sesuatu tujuan
duniawi lainnya  !  Kalau  begitu  tidak  lebih  dia  hanyalah
serangga  yang  hina saja, meskipun kedudukannya di muka orang
banyak sudah tinggi dan hartanya sudah melampaui harta  karun.
Benarlah jiwa manusia itu baru merasa gembira apabila ia sudah
dapat berkurban  untuk  sesuatu  yang  diyakininya  bahwa  itu
benar,  sampai  akhirnya  ia pun gugur untuk.membela kebenaran
itu, atau kebenaran itu dapat menguasai hidupnya!

Ibn Rawaha tewas setelah sebentar ragu-ragu lalu  tampil  lagi
dengan  keberanian  yang luarbiasa. Sekali ini bendera diambil
oleh Thabit b. Arqam [Banu 'Ajlan], yang kemudian berkata:

"Saudara-saudara kaum Muslimin. Mari  kita  mencalonkan  salah
seorang dari kita."

Mereka segera menjawab:

"Engkau sajalah."

"Tidak, saya tidak akan mampu,"

Kemudian  pilihan  mereka  jatuh  kepada  Khalid  bin'l-Walid.
Diambilnya bendera itu oleh Khalid setelah dilihatnya  barisan
Muslimin  mulai  centang-perenang, kekuatan moril mereka mulai
kendor. Khalid sendiri  seorang  jenderal  yang  cukup  ulung,
seorang  penggerak  militer  yang  tidak  banyak bandingannya,
Dengan demikian ia mulai memberikan komando. Barisan  Muslimin
dapat  diaturnya  kembali. Sekarang dalam menghadapi musuh itu
sengaja ia  membuat  insiden-insiden  kecil  yang  diulur-ulur
sampai  petang  hari.  Malamnya  kedua  pasukan itu tentu akan
meletakkan senjata menunggu sampai pagi.

Pada saat itulah Khalid mengambil kesempatan  menyusun  siasat
perangnya.  Anak  buahnya dipencar-pencar demikian rupa dengan
jumlah yang tidak kecil, dalam  suatu  garis  memanjang,  yang
dikerahkan  maju  dari  barisan belakang. Pagi-pagi bila orang
sudah  bangun,  dirasakannya  ada  kesibukan  dan  hiruk-pikuk
demikian  rupa  yang  cukup  menimbulkan  perasaan  gentar  di
kalangan musuh,  dengan  anggapan  bahwa  bala  bantuan  telah
didatangkan  dari pihak Nabi. Kalau jumlah tiga ribu orang itu
pada hari pertama telah membuat peranan begitu besar  terhadap
pasukan Rumawi dan tidak sedikit pula jumlah mereka yang sudah
terbunuh - meskipun tak dapat mereka pastikan - konon apa lagi
yang akan dapat mereka lakukan dengan adanya bala bantuan yang
baru didatangkan  itu,  dengan  tiada  orang  yang  mengetahui
berapa besarnya!

Oleh  karena  itu  pihak  Rumawi  jadi  menjauhkan  diri  dari
serangan Khalid dan senang sekali mereka  kalau  Khalid  tidak
sampai menyerang mereka. Tetapi sebenarnya Khalid lebih senang
lagi. Ia dapat menarik mundur pasukannya, kembali ke  Medinah,
setelah   mengalami   suatu  pertempuran  yang  tidak  membawa
kemenangan buat pasukan Muslimin, dan  yang  juga  sama  tidak
membawa kemenangan buat lawan mereka itu.

Bilamana Khalid dan pasukannya sudah hampir sampai di Medinah,
Muhammad dan kaum Muslimin yang lain sudah  pula  bersama-sama
menyongsong mereka. Atas permintaan Muhammad kemudian Abdullah
b. Ja'far dibawa dan  diangkatnya  di  depannya.  Orang  ramai
datang  menaburkan  tanah  kepada  pasukan  tentara itu seraya
berkata:

"He orang-orang pelarian! Kamu lari dari jalan Allah!"

Tapi Rasul segera berkata:

"Mereka bukan pelarian. Tetapi mereka  orang-orang  yang  akan
tampil kembali, insya Allah."

Sungguh  pun  sudah begitu rupa Muhammad menghibur orang-orang
yang baru kembali dari Mu'ta itu,  namun  Muslimin  belum  mau
juga  memaafkan  mereka  karena  penarikan  mundur  dan mereka
kembali itu; sampai-sampai Salama ibn Hisyam  tidak  mau  ikut
sembahyang  bersama-sama  dengan  Muslimin  yang  lain, kuatir
masih akan terdengar suara-suara orang bila melihatnya:

"He orang-orang pelarian! Kamu lari dari jalan Allah."

Kalau tidak karena adanya tindakan-tindakan yang berarti  dari
mereka  yang  kembali dari Mu,ta itu, terutama tindakan Khalid
sendiri, niscaya Mu'ta masih akan dianggap suatu cemar  karena
pelarian  yang  telah dicontengkan saudara saudara seagania di
kening mereka itu.

Begitu pedih perasaan duka itu menusuk hati  Muhammad  setelah
diketahuinya  Zaid  dan  Ja'far  telah  tewas. Begitu sedih ia
menanggung dukacita karena mereka itu.

Setelah Ja'far mendapat malapetaka, Muhammad pergi sendiri  ke
rumahnya,  dijumpainya  isterinya  Asma  bt.  'Umais yang pada
waktu itu ia sudah membuat  adonan  roti,  anak-anaknya  sudah
dimandikan, sudah diminyaki dan dibersihkan.

"Bawa kemari anak-anak Ja'far itu," kata Muhammad kepadanya.

Setelah   mereka  dibawa,  diciuminya  anak-anak  itu,  dengan
airmata yang sudah berlinangan.

"Rasulullah," kata Asma' gelisah; ia  sudah  merasa  apa  yang
terjadi. "Demi ayah bundaku! Kenapa menangis, Rasulullah?! Ada
hal-hal yang menimpa Ja'far dan kawan-kawannya barangkali?"

"Ya,"  jawabnya.  "Hari  ini  mereka  tewas."  Berkata  begitu
airmatanya  sudah  makin  tak  dapat  ditahan, deras berderai.
Asma,  juga  lalu   menangis   keras-keras   sehingga   banyak
wanita-wanita yang datang berkumpul.

Bila Muhammad pulang ia berkata kepada keluarganya:

"Keluarga   Ja'far  jangan  dilupakan.  Buatkan  makanan  buat
mereka. Mereka sekarang dalam  kesusahan."  Ketika  dilihatnya
puteri  Zaid  -  bekas budaknya itu - datang, dibelai-belainya
bahunya sambil ia menangis. Ada  sahabat-sahabat  yang  merasa
terkejut  melihat  Rasul menangisi orang yang mati syahid itu.
Lalu katanya, yang maksudnya: Tapi itu airmata  seorang  kawan
yang kehilangan kawannya.

Ada  sumber  yang  menyebutkan, bahwa jenazah Ja'far dibawa ke
Medinah dan dikebumikan di sana  tiga  hari  kemudian  setelah
Khalid  dan  pasukannya  sampai. Sejak hari itu Rasul menyuruh
orang supaya jangan lagi menangis. Kedua  tangan  Ja'far  yang
terputus,  oleh Tuhan telah diganti dengan sepasang sayap yang
menerbangkannya ke surga.

Beberapa minggu  kemudian  setelah  Khalid  kembali,  Muhammad
bermaksud  hendak  mengembalikan  pula  kewibawaan Muslimin di
bagian utara jazirah itu. Dalam hal  ini  ia  menugaskan  'Amr
bin'l-'Ash supaya mengerahkan orang-orang Arab ke Syam. Memang
demikian, sebab ibn 'Amr ini berasal dari kabilah daerah  itu.
Tentu  akan  lebih  mudah  ia  bergaul  dengan  mereka. Tetapi
setelah ia sampai di sebuah pangkalan air  di  daerah  kabilah
Judham  yang disebut Silsil, mulai ia merasa kuatir. Segera ia
mengirim kurir kepada Nabi 'alaihissalam meminta bantuan.  Dan
Nabi   pun  segera  mengirim  Abu  'Ubaida  bin'l-Jarrah  dari
kalangan Muhajirin yang mula-mula, termasuk Abu Bakr dan Umar.
Sebagai  orang  yang  masih  baru dalam Islam, Muhammad kuatir
'Amr  akan  berselisih  dengan  Abu  'Ubaida  sebagai  anggota
Muhajirin  yang  mula-mula, maka dipesannya kepada Abu 'Ubaida
ketika dilepaskan. Jangan berselisih.
 
                               ***

"Engkau datang kemari  sebagai  pembantuku.  Pimpinan  tentara
ditanganku," kata 'Amr kemudian kepada Abu 'Ubaida.

Abu  'Ubaida  adalah orang yang sangat lemah-lembut, dan serba
mudah dalam masalah-masalah duniawi.

"Rasulullah sudah berpesan," katanya kepada 'Amr "Kita  jangan
berselisih. Kalau engkau tidak taat kepadaku, akulah yang taat
kepadamu."

Dan dalam melakukan sembahyang jamaah juga 'Amr  yang  menjadi
imam.

Sekarang ia mulai bergerak maju memimpin pasukannya itu. Pihak
Syam yang bermaksud hendak menggempurnya telah  diubrak-abrik.
Dengan  demikian  kewibawaan  Muslimin  di bilangan daerah itu
telah dapat dipulihkan

Dalam pada itu Muhammad masih teringat  juga  pada  Mekah  dan
segala  sesuatunya.  Akan tetapi, seperti sudah disebutkan, ia
sangat memegang  teguh  isi  Perjanjian  Hudaibiya.  Ia  harus
menunggu   sampai   habis   waktu  dua  tahun.  Sementara  itu
satuan-satuan   tetap   dikirimkan   guna    menjaga    adanya
pemberontakan   kabilah-kabilah,   yang  berjiwa  memang  suka
berontak itu.  Tetapi  hal  ini  tidak  banyak  makan  tenaga.
Utusan-utusan   sudah   berdatangan   kepadanya  dari  segenap
penjuru, mereka sudah menyatakan ketaatan dan  kesetiaan  yang
penuh  kepadanya.  Hal  inilah  yang telah merupakan pengantar
akan dibebaskannya Mekah serta akan kedudukan Islam yang kukuh
di  tempat  ini,  sebagai  tempat  yang paling disucikan untuk
selama-lamanya.
 
---------------------------------------------


Lading_Emas

No comments:

Post a Comment