Thursday, December 24, 2009

Sirah Rasulullah SAW_10 ~ HIJRAH

BAHAGIAN KESEPULUH: HIJRAH
Muhammad Husain Haekal

Perintah hijrah - Ali di tempat tidur Nabi - Di gua
Thaur - Berangkat ke Yathrib - Cerita Suraqa b.
Ju'syum - Muslimin Medinah menantikan kedatangan Rasul
- Islam di Yathrib - Muhammad memasuki Medinah

RENCANA Quraisy akan membunuh Muhammad pada malam hari, karena
dikuatirkan ia akan hijrah ke Medinah dan memperkuat diri di
sana serta segala bencana yang mungkin menimpa Mekah dan
menimpa perdagangan mereka dengan Syam sebagai akibatnya,
beritanya sudah sampai kepada Muhammad. Memang tak ada orang
yang menyangsikan, bahwa Muhammad akan menggunakan kesempatan
itu untuk hijrah. Akan tetapi, karena begitu kuat ia dapat
menyimpan rahasia itu, sehingga tiada seorangpun yang
mengetahui, juga Abu Bakr, orang yang pernah menyiapkan dua
ekor unta kendaraan tatkala ia meminta ijin kepada Nabi akan
hijrah, yang lalu ditangguhkan, hanya sedikit mengetahui
soalnya. Muhammad sendiri memang masih tinggal di Mekah ketika
ia sudah mengetahui keadaan Quraisy itu dan ketika kaum
Muslimin sudah tak ada lagi yang tinggal kecuali sebagian
kecil. Dalam ia menantikan perintah Tuhan yang akan mewahyukan
kepadanya supaya hijrah, ketika itulah ia pergi ke rumah Abu
Bakr dan memberitahukan, bahwa Allah telah mengijinkan ia
hijrah. Dimintanya Abu Bakr supaya menemaninya dalam hijrahnya
itu, yang lalu diterima baik oleh Abu Bakr.

Di sinilah dimulainya kisah yang paling cemerlang dan indah
yang pernah dikenal manusia dalam sejarah pengejaran yang
penuh bahaya, demi kebenaran, keyakinan dan iman. Sebelum itu
Abu Bakr memang sudah menyiapkan dua ekor untanya yang
diserahkan pemeliharaannya kepada Abdullah b. Uraiqiz sampai
nanti tiba waktunya diperlukan. Tatkala kedua orang itu sudah
siap-siap akan meninggalkan Mekah mereka sudah yakin sekali,
bahwa Quraisy pasti akan membuntuti mereka. Oleh karena itu
Muhammad memutuskan akan menempuh jalan lain dari yang biasa,
Juga akan berangkat bukan pada waktu yang biasa.

Pemuda-pemuda yang sudah disiapkan Quraisy untuk membunuhnya
malam itu sudah mengepung rumahnya, karena dikuatirkan ia akan
lari. Pada malam akan hijrah itu pula Muhammad membisikkan
kepada Ali b. Abi Talib supaya memakai mantelnya yang hijau
dari Hadzramaut dan supaya berbaring di tempat tidurnya.
Dimintanya supaya sepeninggalnya nanti ia tinggal dulu di
Mekah menyelesaikan barang-barang amanat orang yang dititipkan
kepadanya. Dalam pada itu pemuda-pemuda yang sudah disiapkan
Quraisy, dari sebuah celah mengintip ke tempat tidur Nabi.
Mereka melihat ada sesosok tubuh di tempat tidur itu dan
merekapun puas bahwa dia belum lari.

Tetapi, menjelang larut malam waktu itu, dengan tidak setahu
mereka Muhammad sudah keluar menuju ke rumah Abu Bakr. Kedua
orang itu kemudian keluar dari jendela pintu belakang, dan
terus bertolak ke arah selatan menuju gua Thaur. Bahwa tujuan
kedua orang itu melalui jalan sebelah kanan adalah di luar
dugaan.

Tiada seorang yang mengetahui tempat persembunyian mereka
dalam gua itu selain Abdullah b. Abu Bakr, dan kedua orang
puterinya Aisyah dan Asma, serta pembantu mereka 'Amir b.
Fuhaira. Tugas Abdullah hari-hari berada di tengah-tengah
Quraisy sambil mendengar-dengarkan permufakatan mereka
terhadap Muhammad, yang pada malam harinya kemudian
disampaikannya kepada Nabi dan kepada ayahnya. Sedang 'Amir
tugasnya menggembalakan kambing Abu Bakr' sorenya
diistirahatkan, kemudian mereka memerah susu dan menyiapkan
daging. Apabila Abdullah b. Abi Bakr keluar kembali dari
tempat mereka, datang 'Amir mengikutinya dengan kambingnya
guna menghapus jejaknya.

Kedua orang itu tinggal dalam gua selama tiga hari. Sementara
itu pihak Quraisy berusaha sungguh-sungguh mencari mereka
tanpa mengenal lelah. Betapa tidak. Mereka melihat bahaya
sangat mengancam mereka kalau mereka tidak berhasil menyusul
Muhammad dan mencegahnya berhubungan dengan pihak Yathrib.
Selama kedua orang itu berada dalam gua, tiada hentinya
Muhammad menyebut nama Allah. KepadaNya ia menyerahkan
nasibnya itu dan memang kepadaNya pula segala persoalan akan
kembali. Dalam pada itu Abu Bakr memasang telinga. Ia ingin
mengetahui adakah orang-orang yang sedang mengikuti jejak
mereka itu sudah berhasil juga.

Kemudian pemuda-pemuda Quraisy - yang dari setiap kelompok di
ambil seorang itu - datang. Mereka membawa pedang dan tongkat
sambil mundar-mandir mencari ke segenap penjuru. Tidak jauh
dari gua Thaur itu mereka bertemu dengan seorang gembala, yang
lalu ditanya.

"Mungkin saja mereka dalam gua itu, tapi saya tidak melihat
ada orang yang menuju ke sana."

Ketika mendengar jawaban gembala itu Abu Bakr keringatan.
Kuatir ia, mereka akan menyerbu ke dalam gua. Dia menahan
napas tidak bergerak, dan hanya menyerahkan nasibnya kepada
Tuhan. Lalu orang-orang Quraisy datang menaiki gua itu, tapi
kemudian ada yang turun lagi.

"Kenapa kau tidak menjenguk ke dalam gua?" tanya
kawan-kawannya.

"Ada sarang laba-laba di tempat itu, yang memang sudah ada
sejak sebelum Muhammad lahir," jawabnya. "Saya melihat ada dua
ekor burung dara hutan di lubang gua itu. Jadi saya mengetahui
tak ada orang di sana."

Muhammad makin sungguh-sungguh berdoa dan Abu Bakr juga makin
ketakutan. Ia merapatkan diri kepada kawannya itu dan Muhammad
berbisik di telinganya:

"Jangan bersedih hati. Tuhan bersama kita."

Dalam buku-buku hadis ada juga sumber yang menyebutkan, bahwa
setelah terasa oleh Abu Bakr bahwa mereka yang mencari itu
sudah mendekat ia berkata dengan berbisik:

"Kalau mereka ada yang menengok ke bawah pasti akan melihat
kita."

"Abu Bakr, kalau kau menduga bahwa kita hanya berdua,
ketiganya adalah Tuhan," kata Muhammad.

Orang-orang Quraisy makin yakin bahwa dalam gua itu tak ada
manusia tatkala dilihatnya ada cabang pohon yang terkulai di
mulut gua. Tak ada jalan orang akan dapat masuk ke dalamnya
tanpa menghalau dahan-dahan itu. Ketika itulah mereka lalu
surut kembali. Kedua orang bersembunyi itu mendengar seruan
mereka supaya kembali ke tempat semula. Kepercayaan dan iman
Abu Bakr bertambah besar kepada Allah dan kepada Rasul.

"Alhamdulillah, Allahuakbar!" kata Muhammad kemudian.

Sarang laba-laba, dua ekor burung dara dan pohon. Inilah
mujizat yang diceritakan oleh buku-buku sejarah hidup Nabi
mengenai masalah persembunyian dalam gua Thaur itu. Dan pokok
mujizatnya ialah karena segalanya itu tadinya tidak ada.
Tetapi sesudah Nabi dan sahabatnya bersembunyi dalam gua, maka
cepat-cepatlah laba-laba menganyam sarangnya guna menutup
orang yang dalam gua itu dari penglihatan. Dua ekor burung
dara datang pula lalu bertelur di jalan masuk. Sebatang
pohonpun tumbuh di tempat yang tadinya belum ditumbuhi.
Sehubungan dengan mujizat ini Dermenghem mengatakan:

"Tiga peristiwa itu sajalah mujizat yang diceritakan oleh
sejarah Islam yang benar-benar: sarang laba-laba, hinggapnya
burung dara dan tumbuhnya pohon-pohonan. Dan ketiga keajaiban
ini setiap hari persamaannya selalu ada di muka bumi."

Akan tetapi mujizat begini ini tidak disebutkan dalam Sirat
Ibn Hisyam ketika menyinggung cerita gua itu. Paling banyak
oleh ahli sejarah ini disebutkan sebagai berikut:

"Mereka berdua menuju ke sebuah gua di Gunung Thaur sebuah
gunung di bawah Mekah - lalu masuk ke dalamnya. Abu Bakr
meminta anaknya Abdullah supaya mendengar-dengarkan apa yang
dikatakan orang tentang mereka itu siang hari, lalu sorenya
supaya kembali membawakan berita yang terjadi hari itu. Sedang
'Amir b. Fuhaira supaya menggembalakan kambingnya siang hari
dan diistirahatkan kembali bila sorenya ia kembali ke dalam
gua. Ketika itu, bila hari sudah sore Asma, datang membawakan
makanan yang cocok buat mereka ... Rasulullah s.a.w. tinggal
dalam gua selama tiga hari tiga malam. Ketika ia menghilang
Quraisy menyediakan seratus ekor unta bagi barangsiapa yang
dapat mengembalikannya kepada mereka. Sedang Abdullah b. Abi
Bakr siangnya berada di tengah-tengah Quraisy mendengarkan
permufakatan mereka dan apa yang mereka percakapkan tentang
Rasulullah s.aw. dan Abu Bakr, sorenya ia kembali dan
menyampaikan berita itu kepada mereka.

'Amir b. Fuhaira - pembantu Abu Bakr - waktu itu
menggembalakan ternaknya di tengah-tengah para gembala Mekah,
sorenya kambing Abu Bakr itu diistirahatkan, lalu mereka
memerah susu dan menyiapkan daging. Kalau paginya Abdullah b.
Abi Bakr bertolak dari tempat itu ke Mekah, 'Amir b. Fuhaira
mengikuti jejaknya dengan membawa kambing supaya jejak itu
terhapus. Sesudah berlalu tiga hari dan orangpun mulai tenang,
aman mereka, orang yang disewa datang membawa unta kedua orang
itu serta untanya sendiri... dan seterusnya."

Demikian Ibn Hisyam menerangkan mengenai cerita gua itu yang
kami nukilkan sampai pada waktu Muhammad dan sahabatnya keluar
dari sana.

Tentang pengejaran Quraisy terhadap Muhammad untuk dibunuh itu
serta tentang cerita gua ini datang firman Tuhan demikian:

"Ingatlah tatkala orang-orang kafir (Quraisy) itu berkomplot
membuat rencana terhadap kau, hendak menangkap kau, atau
membunuh kau, atau mengusir kau. Mereka membuat rencana dan
Allah membuat rencana pula. Allah adalah Perencana terbaik."
(Qur'an, 8: 30)

"Kalau kamu tak dapat menolongnya, maka Allah juga Yang telah
menolongnya tatkala dia diusir oleh orang-orang kafir
(Quraisy). Dia salah seorang dari dua orang itu, ketika
keduanya berada dalam gua. Waktu itu ia berkata kepada
temannya itu: 'Jangan bersedih hati, Tuhan bersama kita!' Maka
Tuhan lalu memberikan ketenangan kepadanya dan dikuatkanNya
dengan pasukan yang tidak kamu lihat. Dan Allah menjadikan
seruan orang-orang kafir itu juga yang rendah dan kalam Allah
itulah yang tinggi. Dan Allah Maha Kuasa dan Bijaksana."
(Qur'an, 9: 40)

Pada hari ketiga, bila mereka berdua sudah mengetahui, bahwa
orang sudah tenang kembali mengenai diri mereka, orang yang
disewa tadi datang membawakan unta kedua orang itu serta
untanya sendiri. Juga Asma, puteri Abu Bakr datang membawakan
makanan. Oleh karena ketika mereka akan berangkat tak ada
sesuatu yang dapat dipakai menggantungkan makanan dan minuman
pada pelana barang, Asma, merobek ikat pinggangnya lalu
sebelahnya dipakai menggantungkan makanan dan yang sebelah
lagi diikatkan. Karena itu ia lalu diberi nama
"dhat'n-nitaqain" (yang bersabuk dua).

Mereka berangkat. Setiap orang mengendarai untanya
sendiri-sendiri dengan membawa bekal makanan. Abu Bakr membawa
limaribu dirham dan itu adalah seluruh hartanya yang ada.
Mereka bersembunyi dalam gua itu begitu ketat. Karena mereka
mengetahui pihak Quraisy sangat gigih dan hati-hati sekali
membuntuti, maka dalam perjalanan ke Yathrib itu mereka
mengambil jalan yang tidak biasa ditempuh orang. Abdullah b.
'Uraiqit - dari Banu Du'il - sebagai penunjuk jalan, membawa
mereka hati-hati sekali ke arah selatan di bawahan Mekah,
kemudian menuju Tihama di dekat pantai Laut Merah. Oleh karena
mereka melalui jalan yang tidak biasa ditempuh orang, di
bawanya mereka ke sebelah utara di seberang pantai itu, dengan
agak menjauhinya, mengambil jalan yang paling sedikit dilalui
orang.

Kedua orang itu beserta penunjuk jalannya sepanjang malam dan
di waktu siang berada di atas kendaraan. Tidak lagi mereka
pedulikan kesulitan, tidak lagi mereka mengenal lelah. Ya,
kesulitan mana yang lebih mereka takuti daripada tindakan
Quraisy yang akan merintangi mereka mencapai tujuan yang
hendak mereka capai demi jalan Allah dan kebenaran itu!
Memang, Muhammad sendiri tidak pernah mengalami kesangsian,
bahwa Tuhan akan menolongnya, tetapi "jangan kamu mencampakkan
diri ke dalam bencana." Allah menolong hambaNya selama hamba
menolong dirinya dan menolong sesamanya. Mereka telah
melangkah dengan selamat selama dalam gua.

Akan tetapi apa yang dilakukan Quraisy bagi barangsiapa yang
dapat mengembalikan mereka berdua atau dapat menunjukkan
tempat mereka, wajar sekali akan menarik hati orang yang hanya
tertarik pada hasil materi meskipun akan diperoleh dengan
jalan kejahatan.

Apalagi jika kita ingat orang-orang Arab
Quraisy itu memang sudah menganggap Muhammad musuh mereka.
Dalam jiwa mereka terdapat suatu watak tipu-muslihat, bahwa
membunuh orang yang tidak bersenjata dan menyerang pihak yang
tak dapat mempertahankan diri, bukan suatu hal yang hina.
Jadi, dua orang itu harus benar-benar waspada, harus membuka
mata, memasang telinga dan penuh kesadaran selalu.

Dugaan kedua orang itu tidak meleset. Sudah ada orang yang
datang kepada Quraisy membawa kabar, bahwa ia melihat
serombongan kendaraan unta terdiri dari tiga orang lewat.

Mereka yakin itu adalah Muhammad dan beberapa orang
sahabatnya. Waktu itu Suraqa b. Malik b. Ju'syum hadir.

"Ah, mereka itu Keluarga sianu," katanya dengan maksud
mengelabui orang itu, sebab dia sendiri ingin memperoleh
hadiah seratus ekor unta. Sebentar ia masih tinggal bersama
orang-orang itu. Tetapi kemudian ia segera pulang ke rumahnya.
Disiapkannya senjatanya dan disuruhnya orang membawakan
kudanya ke tengah-tengah wadi supaya waktu ia keluar nanti
tidak dilihat orang. Selanjutnya dikendarainya kudanya dan
dipacunya ke arah yang disebutkan orang itu tadi.

Sementara itu Muhammad dan kedua temannya sudah mengaso di
bawah naungan sebuah batu besar, sekadar beristirahat dan
menghilangkan rasa lelah sambil makan-makan dan minum, dan
sekadar mengembalikan tenaga dan kekuatan baru.

Matahari sudah mulai bergelincir, Muhammad dan Abu Bakr pun
sudah pula mulai memikirkan akan menaiki untanya mengingat
bahwa jaraknya dengan Suraqa sudah makin dekat. Dan sebelum
itu kuda Suraqa sudah dua kali tersungkur karena terlampau
dikerahkan. Tetapi setelah penunggang kuda itu melihat bahwa
ia sudah hampir berhasil dan menyusul kedua orang itu - lalu
akan membawa mereka kembali ke Mekah atau membunuh mereka bila
mencoba membela diri - ia lupa kudanya yang sudah dua kali
tersungkur itu, karena saat kemenangan rasanya sudah di
tangan. Akan tetapi kuda itu tersungkur sekali lagi dengan
keras sekali, sehingga penunggangnya terpelanting dari
punggung binatang itu dan jatuh terhuyung-huyung dengan
senjatanya. Lalu diramalkan oleh Suraqa bahwa itu suatu alamat
buruk dan dia percaya bahwa sang dewa telah melarangnya
mengejar sasarannya itu dan bahwa dia akan berada dalam bahaya
besar apabila sampai keempat kalinya ia terus berusaha juga.
Sampai di situ ia berhenti dan hanya memanggil-manggil:

"Saya Suraqa bin Ju'syum! Tunggulah, saya mau bicara. Demi
Allah, tuan-tuan jangan menyangsikan saya. Saya tidak akan
melakukan sesuatu yang akan merugikan tuan-tuan."

Setelah kedua orang itu berhenti melihat kepadanya, dimintanya
kepada Muhammad supaya menulis sepucuk surat kepadanya sebagai
bukti bagi kedua belah pihak. Dengan permintaan Nabi, Abu Bakr
lalu menulis surat itu di atas tulang atau tembikar yang lalu
dilemparkannya kepada Suraqa.

Setelah diambilnya oleh Suraqa surat itu ia kembali pulang.
Sekarang, bila ada orang mau mengejar Muhajir Besar itu
olehnya dikaburkan, sesudah tadinya ia sendiri yang
mengejarnya.

Muhammad dan kawannya itu kini berangkat lagi melalui
pedalaman Tihama dalam panas terik yang dibakar oleh pasir
sahara. Mereka melintasi batu-batu karang dan lembah-lembah
curam. Dan sering pula mereka tidak mendapatkan sesuatu yang
akan menaungi diri mereka dari letupan panas tengah hari tak
ada tempat berlindung dari kekerasan alam yang ada di
sekitarnya, tak ada keamanan dari apa yang mereka takuti atau
dari yang akan menyerbu mereka tiba-tiba, selain dari
ketabahan hati dan iman yang begitu mendalam kepada Tuhan.
Keyakinan mereka besar sekali akan kebenaran yang telah
diberikan Tuhan kepada RasulNya itu.

Selama tujuh hari terus-menerus mereka dalam keadaan serupa
itu. Mengaso di bawah panas membara musim kemarau dan berjalan
lagi sepanjang malam mengarungi lautan padang pasir. Hanya
karena adanya ketenangan hati kepada Tuhan dan adanya kedip
bintang-bintang yang berkilauan dalam gelap malam itu, membuat
hati dan perasaan mereka terasa lebih aman.

Bilamana kedua orang itu sudah memasuki daerah kabilah Banu
Sahm dan datang pula Buraida kepala kabilah itu menyambut
mereka, barulah perasaan kuatir dalam hatinya mulai hilang.
Yakin sekali mereka pertolongan Tuhan itu ada.

Jarak mereka dengan Yathrib kini sudah dekat sekali.

Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu,
berita-berita tentang hijrah Nabi dan sahabatnya yang akan
menyusul kawan-kawan yang lain, sudah tersiar di Yathrib.
Penduduk kota ini sudah mengetahui, betapa kedua orang ini
mengalami kekerasan dari Quraisy yang terus-menerus
membuntuti. Oleh karena itu semua kaum Muslimin tetap tinggal
di tempat itu menantikan kedatangan Rasulullah dengan hati
penuh rindu ingin melihatnya, ingin mendengarkan tutur
katanya. Banyak di antara mereka itu yang belum pernah
melihatnya, meskipun sudah mendengar tentang keadaannya dan
mengetahui pesona bahasanya serta keteguhan pendiriannya.
Semua itu membuat mereka rindu sekali ingin bertemu, ingin
melihatnya.

Orangpun sudah akan dapat mengira-ngirakan, betapa
dalamnya hati mereka itu terangsang tatkala mengetahui, bahwa
orang-orang terkemuka Yathrib yang sebelum itu belum pernah
melihat Muhammad sudah menjadi pengikutnya hanya karena
mendengar dari sahabat-sahabatnya saja, kaum Muslimin yang
gigih melakukan dakwah Islam dan sangat mencintai Rasulullah
itu.

Sa'id b. Zurara dan Mush'ab b. 'Umair sedang duduk-duduk dalam
salah sebuah kebun Banu Zafar. Beberapa orang yang sudah
menganut Islam juga berkumpul di sana. Berita ini kemudian
sampai kepada Sa'd b. Mu'adh dan 'Usaid b. Hudzair, yang pada
waktu itu merupakan pemimpin-pemimpin golongannya
masing-masing.

"Temui dua orang itu," kata Said kepada 'Usaid, "yang datang
ke daerah kita ini dengan maksud supaya orang-orang yang
hina-dina di kalangan kita dapat merendahkan keluarga kita.
Tegur mereka itu dan cegah. Sebenarnya Said b. Zurara itu
masih sepupuku dari pihak ibu, jadi saya tidak dapat
mendatanginya."

'Usaidpun pergi menegur kedua orang itu. Tapi Mush'ab
menjawab:

"Maukah kau duduk dulu dan mendengarkan?" katanya. "Kalau hal
ini kau setujui dapatlah kauterima, tapi kalau tidak kausukai
maukah kau lepas tangan?"

"Adil kau," kata 'Usaid, seraya menancapkan tombaknya di
tanah. Ia duduk dengan mereka sambil mendengarkan keterangan
Mush'ab, yang ternyata sekarang ia sudah menjadi seorang
Muslim. Bila ia kembali kepada Sa'd wajahnya sudah tidak lagi
seperti ketika berangkat. Hal ini membuat Sa'd jadi marah. Dia
sendiri lalu pergi menemui dua orang itu. Tetapi kenyataannya
ia seperti temannya juga.

Karena pengaruh kejadian itu Sa'd lalu pergi menemui
golongannya dan berkata kepada mereka:

"Hai Banu 'Abd'l-Asyhal. Apa yang kamu ketahui tentang diriku
di tengah-tengah kamu sekalian?"

"Pemimpin kami, yang paling dekat kepada kami, dengan
pandangan dan pengalaman yang terpuji," jawab mereka.

"Maka kata-katamu, baik wanita maupun pria bagiku adalah suci
selama kamu beriman kepada Allah dan RasulNya."

Sejak itu seluruh suku 'Abd'l-Asyhal, pria dan wanita masuk
Islam.

Tersebarnya Islam di Yathrib dan keberanian kaum Muslimin di
kota itu sebelum hijrah Nabi ke tempat tersebut sama sekali di
luar dugaan kaum Muslimin Mekah. Beberapa pemuda Muslimin
dengan tidak ragu-ragu mempermainkan berhala-berhala kaum
musyrik di sana. Seseorang yang bernama 'Amr bin'l-Jamuh
mempunyai sebuah patung berhala terbuat daripada kayu yang
dinamainya Manat, diletakkan di daerah lingkungannya seperti
biasa dilakukan oleh kaum bangsawan.

'Amr ini adalah seorang
pemimpin Banu Salima dan dari kalangan bangsawan mereka pula.
Sesudah pemuda-pemuda golongannya itu masuk Islam malam-malam
mereka mendatangi berhala itu lalu di bawanya dan ditangkupkan
kepalanya ke dalam sebuah lubang yang oleh penduduk Yathrib
biasa dipakai tempat buang air.

Bila pagi-pagi berhala itu tidak ada 'Amr mencarinya sampai
diketemukan lagi, kemudian dicucinya dan dibersihkan lalu
diletakkannya kembali di tempat semula, sambil ia
menuduh-nuduh dan mengancam. Tetapi pemuda-pemuda itu
mengulangi lagi perbuatannya mempermainkan Manat 'Amr itu, dan
diapun setiap hari mencuci dan membersihkannya. Setelah ia
merasa kesal karenanya, diambilnya pedangnya dan
digantungkannya pada berhala itu seraya ia berkata: "Kalau kau
memang berguna, bertahanlah, dan ini pedang bersama kau."

Tetapi keesokan harinya ia sudah kehilangan lagi, dan baru
diketemukannya kembali dalam sebuah sumur tercampur dengan
bangkai anjing. Pedangnya sudah tak ada lagi.

Sesudah kemudian ia diajak bicara oleh beberapa orang
pemuka-pemuka masyarakatnya dan sesudah melihat dengan mata
kepala sendiri betapa sesatnya hidup dalam syirik dan
paganisma itu, yang hakekatnya akan mencampakkan jiwa manusia
ke dalam jurang yang tak patut lagi bagi seorang manusia,
iapun masuk Islam.

Melihat Islam yang sudah mencapai martabat begitu tinggi di
Yathrib, akan mudah sekali orang menilai, betapa memuncaknya
kerinduan penduduk kota itu ingin menyambut kedatangan
Muhammad, setelah mereka mengetahui ia sudah hijrah dari
Mekah. Setiap hari selesai sembahyang Subuh mereka pergi ke
luar kota menanti-nantikan kedatangannya sampai pada waktu
matahari terbenam dalam hari-hari musim panas bulan Juli.

Dalam pada itu ia sudah di Quba' - dua farsakh jauhnya dari
Medinah. Empat hari ia tinggal di tempat itu, ditemani oleh
Abu Bakr. Selama masa empat hari itu mesjid Quba' dibangunnya.
Sementara itu datang pula Ali b. Abi-Talib ke tempat itu
setelah mengembalikan barang-barang amanat - yang dititipkan
kepada Muhammad - kepada pemilik-pemiliknya di Mekah. Setelah
itu ia sendiri meninggalkan Mekah, menempuh perjalanannya ke
Yathrib dengan berjalan kaki. Malam hari ia berjalan, siangnya
bersembunyi. Perjuangan yang sangat meletihkan itu
ditanggungnya selama dua minggu penuh, yaitu untuk menyusul
saudara-saudaranya seagama.

Sementara kaum Muslimin Yathrib pada suatu hari sedang
menanti-nantikan seperti biasa tiba-tiba datang seorang Yahudi
yang sudah mengetahui apa yang sedang mereka lakukan itu
berteriak kepada mereka.

"Hai, Banu Qaila1 ini dia kawan kamu datang!"

Hari itu adalah hari Jum'at dan Muhammad berjum'at di Medinah.
Di tempat itulah, ke dalam mesjid yang terletak di perut Wadi
Ranuna itulah kaum Muslimin datang, masing-masing berusaha
ingin melihat serta mendekatinya. Mereka ingin memuaskan hati
terhadap orang yang selama ini belum pernah mereka lihat, hati
yang sudah penuh cinta dan rangkuman iman akan risalahnya, dan
yang selalu namanya disebut pada setiap kali sembahyang.

Orang-orang terkemuka di Medinah menawarkan diri supaya ia
tinggal pada mereka dengan segala persediaan dan persiapan
yang ada. Tetapi ia meminta maaf kepada mereka. Kembali ia ke
atas unta betinanya, dipasangnya tali keluannya, lalu ia
berangkat melalui jalan-jalan di Yathrib, di tengah-tengah
kaum Muslimin yang ramai menyambutnya dan memberikan jalan
sepanjang jalan yang diliwatinya itu.

Seluruh penduduk Yathrib, baik Yahudi maupun orang-orang pagan menyaksikan
adanya hidup baru yang bersemarak dalam kota mereka itu,
menyaksikan kehadiran seorang pendatang baru, orang besar yang
telah mempersatukan Aus dan Khazraj, yang selama itu saling
bermusuhan, saling berperang. Tidak terlintas dalam pikiran
mereka - pada saat ini, saat transisi sejarah yang akan
menentukan tujuannya yang baru itu - akan memberikan kemegahan
dan kebesaran bagi kota mereka, dan yang akan tetap hidup
selama sejarah ini berkembang.

Dibiarkannya unta itu berjalan. Sesampainya ke sebuah tempat
penjemuran kurma kepunyaan dua orang anak yatim dari
Banu'n-Najjar, unta itu berlutut (berhenti). Ketika itulah
Rasul turun dari untanya dan bertanya:

"Kepunyaan siapa tempat ini?" tanyanya.

"Kepunyaan Sahl dan Suhail b. 'Amr," jawab Ma'adh b. 'Afra'.
Dia adalah wali kedua anak yatim itu. Ia akan membicarakan
soal tersebut dengan kedua anak itu supaya mereka puas.
Dimintanya kepada Muhammad supaya di tempat itu didirikan
mesjid.

Muhammad mengabulkan permintaan tersebut dan dimintanya pula
supaya di tempat itu didirikan mesjid dan tempat-tinggalnya.

Catatan kaki:
1 Aus dan Khazraj (A).



Lading_Emas

Sirah Rasulullah SAW_9 ~ IKRAR 'AQABA

BAGIAN KESEMBILAN: IKRAR1 'AQABA
Muhammad Husain Haekal

Kabilah-kabilah menolak Muhammad secara kasar - Tanda
kemenangan dari arah Yathrib - Hubungan Yahudi dengan
Aus dan Khazraj - Beberapa orang Yathrib masuk Islam
Perang Bu'ath - Ikrar 'Aqaba tahun Pertama - Mush'ab b.
'Umair - Kembali ke Mekah sesudah setahun - Orang-orang
Islam dari Yathrib -Ikrar 'Aqaba yang Kedua - Beritanya
di kalangan Quraisy - Komplotan Quraisy mau membunuh
Muhammad - Muhammad mengijinkan Muslimin Mekah hijrah
ke Yathrib.

ORANG-ORANG Quraisy tidak dapat memahami arti isra', juga
mereka yang sudah Islam banyak yang tidak memahami artinya
seperti sudah disebutkan tadi. Itu sebabnya, ada kelompok yang
lalu meninggalkan Muhammad yang tadinya sudah sekian lama
menjadi pengikutnya. Permusuhan Quraisy terhadap Muhammad dan
terhadap kaum Muslimin makin keras juga, sehingga mereka sudah
merasa sungguh kesal karenanya. Rasanya tak ada lagi harapan
bagi Muhammad akan mendapat dukungan kabilah-kabilah sesudah
ternyata Thaqif dari Ta'if menolaknya dengan cara yang tidak
baik. Demikian juga kemudian kabilah-kabilah Kinda, Kalb, Banu
'Amir dan Banu Hanifa semua menolaknya, ketika ia datang
mengenalkan diri kepada mereka pada musim ziarah.

Sesudah itu Muhammad merasa, bahwa tiada seorangpun dari
Quraisy itu nampaknya yang dapat diharapkan diajak kepada
kebenaran. Kabilah-kabilah lain di luar Quraisy yang berada di
sekitar Mekah dan yang datang berziarah ke tempat itu dari
segenap penjuru daerah Arab, melihat keadaannya yang
dikucilkan itu dan melihat sikap permusuhan Quraisy kepadanya
demikian rupa, membuat setiap orang yang mendukungnya jadi
memusuhi mereka. Sekarang sikap Quraisy tambah keras pula
menentangnya.

Meskipun Muhammad sudah merasa berbesar hati karena adanya
Hamzah dan 'Umar, dan meskipun ia sudah yakin, bahwa Quraisy
tidak akan terlalu membahayakan melebihi yang sudah-sudah
mengingat adanya pertahanan pihak keluarganya dari Banu Hasyim
dan Banu Abd'l-Muttalib, tapi ia melihat -sampai pada waktu
itu- bahwa risalah Tuhan itu akan terhenti hanya pada suatu
lingkaran pengikutnya saja. Mereka yang terdiri dari
orang-orang yang masih lemah dan sedikit sekali jumlahnya,
hampir-hampir saja punah atau tergoda meninggalkan agamanya
kalau tidak segera datang kemenangan dan pertolongan Tuhan.
Hal ini berjalan cukup lama. Muhammad makin dikucilkan di
tengah-tengah keluarganya, kedengkian Quraisy juga bertambah
besar.

Adakah pengasingan yang demikian ini telah melemahkan jiwanya
dan dapat mematahkan semangatnya? Sekali-kali tidak! Bahkan
kepercayaannya akan kebenaran yang datang dari Tuhan itu lebih
luhur daripada sekedar pertimbangan-pertimbangan yang akan
dapat melemahkan jiwa biasa. Bagi orang yang berjiwa luar
biasa hal ini justru akan lebih memperkuat kepercayaannya.

Dalam keadaan terasing itu - dengan sahabat-sahabat di
sekelilingnya - Muhammad yakin sekali Tuhan akan memberikan
pertolongan kepadanya dan agamanyapun akan mengatasi semua
agama. Badai kedengkian tidak sampai menggoyangkan hatinya.
Bahkan tetap ia tinggal di Mekah selama beberapa tahun. Tidak
peduli ia harta Khadijah dan hartanya sendiri akan habis.
Keadaannya yang sangat miskin tidak sampai melemahkan hatinya.
Jiwanya tak pernah gandrung kepada apapun selain dari
pertolongan Tuhan yang sudah pasti akan diberikan kepadanya.

Apabila musim ziarah sudah tiba, orang-orang dari segenap
jazirah Arab sudah berkumpul lagi di Mekah, iapun mulai
menemui kabilah-kabilah itu. Diajaknya mereka memahami
kebenaran agama yang dibawanya itu. Tidak peduli ia apakah
kabilah-kabilah tidak mau menerima ajakannya, atau akan
mengusirnya secara kasar. Beberapa orang pandir dari Quraisy
berusaha menghasut ketika diketahui ia terus menyampaikan
amanat Tuhan itu kepada orang ramai. Mereka memperlakukannya
dengan segala kejahatan. Tetapi semua itu tidak mengubah
ketenangan jiwanya dan ia yakin sekali akan hari esok. Allah
Maha Agung telah mengutusnya demi kebenaran. Sudah tentu
Dialah Pembela dan Pendukung kebenaran itu. Tuhan juga Yang
telah mewahyukan kepadanya, supaya dalam berdebat hendaknya
dilakukan dengan cara yang sebaik-baiknya.

"Sehingga permusuhan antara engkau dengan dia itu sudah
seperti persahabatan yang erat sekali. (Qur'an, 41: 34) Dan
supaya bicara dengan mereka dengan lemah-lembut, kalau-kalau
mereka mau sadar dan merasa gentar. Jadi, tabahkanlah hati
menghadapi siksaan mereka. Tuhan bersama mereka yang tabah
hati.

Tidak selang berapa tahun kemudian Muhammad menunggu tiba-tiba
tampak tanda permulaan kemenangan itu datang dari arah
Yathrib. Bagi Muhammad Yathrib mempunyai arti hubungan bukan
hubungan dagang, tetapi suatu hubungan yang dekat sekali. Di
tempat itu ada sebuah kuburan, dan sebelum wafat, sekali
setahun ibunya berziarah ke tempat itu. Sedang
famili-familinya, dari pihak Banu Najjar, ialah keluarga
kakeknya Abd'l-Muttalib dari pihak ibu. Kuburan itu ialah
makam ayahnya, Abdullah b. Abd'l-Muttalib. Ke makam inilah
Aminah sebagai isteri yang setia berziarah. Dulu
Abd'l-Muttalib juga sebagai ayah yang kehilangan anak yang
sedang muda belia dan tegap, pernah berziarah. Ketika berusia
enam tahun, Muhammad juga pernah ke Yathrib menemani ibunya.
Jadi bersama ibunya ia juga ziarah ke makam ayahnya itu.
Kemudian mereka berdua kembali pulang. Aminah jatuh sakit di
tengah perjalanan, sampai wafat. Lalu dikuburkan di Abwa' -
pertengahan jalan antara Yathrib dengan Mekah.

Jadi tidak heranlah apabila tanda-tanda kemenangan bagi
Muhammad itu dimulai dari jurusan sebuah kota yang mempunyai
hubungan sedemikian rupa. Ke arah ini jugalah dulu ia
menghadap, tatkala dalam sembahyang itu al-Masjid'l-Aqsha di
Bait'l-Maqdis dijadikan kiblatnya, tempat sesepuhnya Musa dan
Isa. Tidak heran apabila nasib baik itu akan jatuh di Yathrib.
Di tempat ini Muhammad akan beroleh kemenangan, di tempat ini
Islam akan beroleh kemenangan, di tempat ini pula Islam akan
memperoleh sukses dan berkembang.

Nasib baik telah jatuh di Yathrib, suatu hal yang tidak
terjadi pada kota yang lain. Waktu itu dua kabilah Aus dan
Khazraj adalah penyembah berhala di Yathrib. Mereka saling
bertetangga dengan orang-orang Yahudi. Sering pula timbul
kebencian antara mereka itu dan dari kebencian ini sampai
timbul pula peperangan.

Sejarah memperlihatkan bahwa orang-orang Masehi di Syam, yang
berada di bawah pengaruh Rumawi Timur (Bizantium) sangat
membenci orang-orang Yahudi, sebab mereka percaya bahwa mereka
inilah yang telah menyiksa dan menyalib Isa al-Masih. Mereka
menyerbu Yathrib guna memerangi orang-orang Yahudi. Akan
tetapi karena tidak berhasil mereka lalu membujuk dan meminta
bantuan Aus dan Khazraj. Tidak sedikit jumlah orang-orang
Yahudi itu kemudian yang mereka bunuh. Dengan demikian
kedudukan orang-orang Yahudi sebagai yang dipertuan
dijatuhkan, dan orang-orang Arab kabilah Aus dan Khazraj yang
tadinya terbatas hanya sebagai kuli telah dinaikkan. Sesudah
itu orang-orang Arab itu berusaha lagi akan menghantam
orang-orang Yahudi supaya kekuasaan mereka atas kota yang
makmur dan subur dengan pertanian dan air itu lebih besar
lagi. Siasat mereka ini berhasil baik sekali.

Tetapi pihak Yahudi sendiri kemudian menyadari akan bencana
yang menimpa diri mereka itu. Permusuhan dan kebencian pihak
Yahudi Yathrib terhadap Aus dan Khazraj makin mendalam, Aus
dan Khazrajpun demikian juga terhadap Yahudi.

Sekarang pengikut-pengikut Musa ini melihat, bahwa pertempuran
yang dilawan dengan pertempuran berarti akan menghabiskan
mereka sama sekali, apalagi kalau Aus dan Khazraj sampai
bersahabat baik2 dengan orang-orang Arab, yang seagama dengan
Ahli Kitab. Maka dalam siasat mereka, mereka menempuh suatu
cara bukan mencari kemenangan dalam pertempuran, melainkan
dengan menggunakan siasat memecah-belah. Mereka melakukan
intrik di kalangan Aus dengan Khazraj, menyebarkan provokasi
permusuhan dan kebencian di kalangan mereka, supaya
masing-masing pihak selalu bersiap-siap akan saling bertempur.

Dengan demikian selamatlah propaganda mereka itu. Mereka
sekarang dapat memperbesar perdagangan dan kekayaan mereka.
Kekuasaan mereka yang sudah hilang dapat mereka rebut kembali,
termasuk rumah-rumah dan harta tidak bergerak lainnya.

Di samping konflik karena berebut kedaulatan dan kekuasaan
dalam hidup bertetangga Yahudi-Arab Yathrib itu, masih ada
pengaruh lain yang lebih dalam pada pihak Aus dan Khazraj
melebihi penduduk jazirah Arab yang manapun juga - yaitu dalam
arti pengaruh rohani.

Orang-orang Yahudi sebagai Ahli Kitab dan penganjur
monotheisma sangat mencela tetangga-tetangga mereka yang
terdiri dari kaum pagan dengan penyembah berhala sebagai
pendekatan kepada Tuhan.

Mereka diperingatkan bahwa kelak akan ada seorang nabi yang
akan menghabiskan mereka dan mendukung Yahudi. Tetapi
propaganda ini tidak sampai membuat orang-orang Arab itu mau
menganut agama Yahudi. Soalnya karena dua sebab: pertama
karena selalu ada perang antara kaum Nasrani dan kaum Yahudi,
yang lalu membuat Yahudi Yathrib hanya hidup cari selamat,
yang berarti akan menjamin lancarnya perdagangan mereka.
Kedua, orang-orang Yahudi beranggapan, bahwa mereka adalah
bangsa pilihan Tuhan, dan mereka tidak mau ada bangsa lain
memegang kedudukan ini. Disamping itu mereka memang tidak
pernah mengajak orang lain menganut agamanya dan merekapun
tidak pula keluar dari lingkungan Keluarga Israil. Atas dasar
ke dua sebab tersebut, hubungan tetangga dan hubungan dagang
antara Yahudi dengan Arab -Aus dan Khazraj - membuat lebih
banyak mengetahui cerita-cerita kerohanian dan masalah-masalah
agama lainnya di banding dengan golongan Arab yang lain. Ini
menunjukkan bahwa tak ada suatu golongan dari kalangan Arab
yang dapat menerima ajakan Muhammad dalam arti spiritual
seperti yang dilakukan oleh penduduk Yathrib itu.

Suwaid bin'sh-Shamit adalah seorang bangsawan terkemuka di
Yathrib. Karena ketabahannya, pengetahuannya, kebangsawanan
dan keturunannya, masyarakatnya sendiri menamakannya al-Ramil
(yang sempurna). Pada waktu membicarakan ini Suwaid sedang
berada di Mekah berziarah. Muhammad lalu menemuinya dan
diajaknya ia mengenal Tuhan dan menganut Islam.

"Barangkali yang ada padamu itu sama dengan yang ada padaku,"
kata Suwaid.

"Apa yang ada padamu?" tanya Muhammad.

"Kata-kata mutiara oleh Luqman."

Lalu Muhammad minta supaya hal itu dikemukakan.

"Memang itu kata-kata yang baik," kata Muhammad setelah oleh
Suwaid dikemukakan. "Tapi yang ada padaku lebih utama
tentunya, yaitu Qur'an sebagai bimbingan dan cahaya."

Lalu dibacakannya ayat-ayat Qur'an itu kepadanya disertai
ajakan agar ia sudi menerima Islam. Gembira sekali Suwaid
mendengar ini.

"Memang baik sekali ini," katanya. Lalu ia pergi hendak
memikirkan hal tersebut. Ada sementara orang yang berkata
ketika ia dibunuh oleh Khazraj, bahwa ia mati sebagai Muslim.

Peristiwa Suwaid b. Shamit ini bukan contoh satu-satunya yang
menunjukkan adanya pengaruh Yahudi dan Arab di Yathrib yang
bertetangga itu, dari segi rohani.

Keadaan Aus dan Khazraj yang begitu bermusuhan sebagai akibat
provokasi pihak Yahudi seperti yang sudah kita ketahui, satu
sama lain mencari sekutu di kalangan kabilah-kabilah Arab
untuk memerangi lawannya. Dalam hal ini kedatangan Abu'l
Haisar Ans b. Rafi' ke Mekah disertai pemuda-pemuda dari Banu
Abd'l-Asyhal - termasuk Iyas b. Mu'adh - adalah dalam rangka
mencari persekutuan dengan pihak Quraisy dan golongannya
sendiri dari pihak Khazraj. Muhammad mengetahui hal ini.
Ditemuinya mereka itu, dan diperkenalkannya Islam kepada
mereka. Lalu dibacanya ayat-ayat Qur'an kepada mereka.

Pada waktu itu, Iyas b.Mu'adh sebagai pemuda remaja
mengatakan: "Kawan-kawan, ini adalah lebih baik daripada apa
yang ada pada kita semua."

Mereka kemudian kembali pulang ke Yathrib. Tak ada yang masuk
Islam diantara mereka itu, selain Iyas. Mereka semua sedang
sibuk mencari sekutu sebagai suatu persiapan karena adanya
insiden Bu'ath yang telah melibatkan Aus dan Khazraj ke dalam
api perang saudara itu, tidak lama sesudah Abu'l Haisar dan
rombongannya kembali dari Mekah. Akan tetapi kata-kata
Muhammad 'alaihissalam telah meninggalkan bekas yang dalam ke
dalam jiwa mereka setelah terjadinya insiden itu, yang lalu
membuat Aus dan Khazraj menantikan Muhammad sebagai Nabi,
sebagai Rasul, sebagai wakil dan pemuka mereka.

Memang, terjadinya insiden Bu'ath itu tidak lama sesudah
Abu'l-Haisar kembali ke Yathrib. Pada waktu itulah pertempuran
sengit antara Aus dan Khazraj terjadi, yang membawa akibat
timbulnya permusuhan yang berakar dalam sekali. Setiap
golongan lalu bertanya-tanya kalau-kalau mereka itu yang
menang: akan tetapkah mereka dengan kawan-kawan mereka itu,
ataukah akan dikikis habis. Abu Usaid Hudzair sebagai pemuka
Aus, sangat dendam sekali kepada Khazraj.

Tatkala pertempuran sudah dimulai, pihak Aus mengalami suatu
kekacauan. Mereka lari tunggang-langgang ke arah Najd, yang
oleh pihak Khazraj lalu diejek. Hudzair yang mendengarkan
ejekan itu menetakkan ujung lembingnya ke pahanya; lalu turun
dengan mengatakan:

"Sungguh luarbiasa! Tidak akan tinggal diam sebelum aku mati
terbunuh. Wahai masyarakat Aus, kalau kamu mau menyerahkan
aku, lakukanlah!"

Pihak Aus sekarang mau bertempur lagi. Pengalaman pahit yang
telah menimpa mereka menyebabkan mereka kini berjuang
mati-matian. Khazraj dapat mereka hancurkan. Rumah-rumah dan
kebun kurma Khazraj oleh Aus dibakar. Kemudian Sa'd b. Mu'adh
al-Asyhadi bertindak melindungi Khazraj. Sementara itu Hudzair
bermaksud akan mendatangi rumah demi rumah, membunuhi
satu-satu mereka sampai tak ada yang hidup lagi, kalau tidak
segera Abu Qais ibn'l-Aslat kemudian datang mencegahnya guna
menjaga solidaritas kepercayaan mereka. "Bertetangga dengan
mereka lebih baik daripada bertetangga dengan rubah."

Sejak itu orang-orang Yahudi dapat mengembalikan kedudukannya
di Yathrib. Baik yang menang maupun yang kalah dari kalangan
Aus dan Khazraj sama-sama berpendapat tentang akibat buruk
yang telah mereka lakukan itu. Hal ini yang sekarang terpikir
oleh mereka, dan mereka sudah mempertimbangkan pula akan
mengangkat seorang raja atas mereka itu. Untuk itu mereka lalu
memilih Abdullah b. Muhammad dari pihak Khazraj yang sudah
kalah, mengingat kedudukan dan pandangannya yang baik. Akan
tetapi karena perkembangan situasi yang begitu pesat,
keinginan mereka itu tidak sampai terlaksana. Soalnya ialah
karena ada beberapa orang dari Khazraj pergi ke Mekah pada
musim ziarah.

Di tempat ini Muhammad menemui mereka dan menanyakan keadaan
mereka, yang kemudian diketahuinya, bahwa mereka adalah
kawan-kawan orang-orang Yahudi. Ketika itu orang-orang Yahudi
di Yathrib mengatakan apabila mereka saling berselisih.

"Sekarang akan ada seorang nabi utusan Tuhan yang sudah dekat
waktunya. Kami akan jadi pengikutnya dan kami dengan dia akan
memerangi kamu seperti dalam perang 'Ad dan Iram."

Setelah Nabi bicara dengan mereka dan diajaknya mereka
bertauhid kepada Allah, satu sama lain mereka saling
berpandang-pandangan.

"Sungguh inilah Nabi yang pernah dijanjikan orang-orang Yahudi
kepada kita," kata mereka. "Jangan sampai mereka mendahului
kita."

Seruan Muhammad mereka sambut dengan baik dan menyatakan diri
mereka masuk Islam. Lalu kata mereka:

"Kami telah meninggalkan golongan kami - yakni Aus dan Khazraj
- dan tidak ada lagi golongan yang saling bermusuhan dan
saling mengancam. Mudah-mudahan Tuhan mempersatukan mereka
dengan tuan. Bila mereka itu sudah dapat dipertemukan dengan
tuan, maka tak adalah orang yang lebih mulia dari tuan."

Orang-orang itu lalu kembali ke Medinah. Dua orang diantara
mereka itu dari Banu'n-Najjar, keluarga Abd'l-Muttalib dari
pihak ibu - kakek Muhammad yang telah mengasuhnya sejak kecil.
Kepada masyarakatnya itu mereka menyatakan sudah menganut
Islam. Ternyata merekapun menyambut pula dengan senang hati
agama ini, yang berarti akan membuat mereka menjadi golongan
monotheis seperti orang-orang Yahudi. Bahkan membuat lebih
baik dari mereka. Dengan demikian tiada suatu keluargapun,
baik Aus atau Khazraj, yang tidak menyebut nama Muhammad
'alaihissalam.

Tiba giliran tahun berikutnya, bulan-bulan sucipun datang lagi
bersama datangnya musim ziarah ke Mekah, dan ke tempat itu
datang pula duabelas orang penduduk Yathrib. Mereka ini
bertemu dengan Nabi di 'Aqaba. Di tempat inilah mereka
menyatakan ikrar atau berjanji kepada Nabi (yang kemudian
dikenal dengan nama) Ikrar 'Aqaba pertama. Mereka berikrar
kepadanya untuk tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak
berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan
memfitnah, baik di depannya atau di belakang. Jangan menolak
berbuat kebaikan. Barangsiapa mematuhi semua itu ia mendapat
pahala surga, dan kalau ada yang mengecoh, maka soalnya
kembali kepada Tuhan. Tuhan berkuasa menyiksa, juga berkuasa
mengampuni segala dosa.

Dalam hal ini Muhammad menugaskan kepada Mush'ab bin 'Umair
supaya membacakan Qur'an kepada mereka, mengajarkan Islam
serta seluk-beluk hukum agama.

Setelah adanya ikrar ini Islam makin tersebar di Yathrib.
Mush'ab bertugas memberikan pelajaran agama di kalangan
Muslimin Aus dan Khazraj. Gembira sekali ia melihat kaum
Anshar itu makin teguh kepercayaannya kepada Allah dan kepada
kebenaran. Menjelang bulan-bulan suci akan tiba, ia datang
lagi ke Mekah dan kepada Muhammad diceritakannya keadaan
Muslimin di Yathrib itu; tentang ketahanan dan kekuatan
mereka, dan bahwa pada musim haji tahun ini mereka akan datang
lagi ke Mekah dalam jumlah yang lebih besar dengan iman kepada
Tuhan yang sudah lebih kuat.

Berita-berita yang disampaikan oleh Mush'ab ini membuat
Muhammad berpikir lebih lama lagi. Pengikut-pengikutnya di
Yathrib kini makin sehari makin berkuasa dan bertambah kuat
juga. Dari orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik mereka
tidak mendapat gangguan seperti yang dialami oleh
kawan-kawannya di Mekah karena gangguan Quraisy. Di samping
itu Yathrib lebih makmur daripada Mekah - ada pertanian, ada
kebun kurma, ada anggur. Bukankah lebih baik sekali apabila
Muslimin Mekah itu hijrah saja ke tempat saudara-saudara
mereka di sana, yang akan terasa lebih aman? Mereka akan bebas
dari Quraisy yang selalu memfitnah agama mereka.

Selama Muhammad berpikir-pikir itu teringat olehnya akan
orang-orang dari Yathrib, mereka yang mula-mula masuk Islam
itu, dan yang menceritakan adanya permusuhan antara golongan
Aus dan Khazraj. Apabila dengan perantaraannya mereka itu
sudah dapat dipersatukan Tuhan, maka tak ada orang yang lebih
mulia dari Muhammad.

Sekarang mereka sudah dipertemukan Allah
bersama dia, bukankah lebih baik apabila dia juga hijrah? Ia
tidak ingin membalas kejahatan Quraisy itu. Iapun sadar bahwa
ia lebih lemah dari mereka. Kalaupun Keluarga Hasyim dan
Keluarga Muttalib melindunginya dari penganiayaan, mereka
tidak akan membelanya dalam melakukan penganiayaan. Dan mereka
yang sudah menjadi pengikutnya juga takkan dapat melindungi
diri dari penganiayaan Quraisy dan segala macam kejahatannya.

Apabila iman itu merupakan landasan yang paling kuat, yang
akan membuat segalanya di hadapan kita menjadi kecil, dan
untuk itu dengan segala senang hati orang mengorbankan harta
bendanya, kesenangan, kebebasan dan seluruh hidupnya, apabila
penganiayaan itu dengan sendirinya akan membuat iman seseorang
bertambah dalam, maka penganiayaan dan pengorbanan yang
terus-menerus itu bagi seorang mukmin akan membuatnya ia
merenungkan lebih dalam lagi, akan memberinya ruangan yang
lebih luas serta pengertian tentang kebenaran yang lebih dalam
dan kuat. Dahulu Muhammad pernah menganjurkan kepada
pengikut-pengikutnya supaya mereka mengungsi ke Abisinia
daerah Kristen, karena di situ ada kebenaran, ada seorang raja
yang adil. Maka akan lebih baiklah bila sekarang kaum Muslimin
itu mengungsi ke Yathrib, dapat saling memperkuat diri dengan
sahabat-sahabat kaum Muslimin di sana, dapat saling
tolong-menolong dalam menahan bahaya yang mungkin menimpa
mereka. Dengan begitu mereka akan mendapat kebebasan dalam
merenungkan agama serta berterang-terang pula guna mengangkat
martabat mereka, sebagai jaminan suksesnya dakwah agama ini,
suatu dakwah yang tidak mengenal paksaan, melainkan dasarnya
adalah kasih-sayang, dapat meyakinkan dan bertukar pikiran
dengan cara yang baik.

Tahun ini - 622 M - jemaah haji dari Yathrib praktis jumlahnya
banyak sekali, terdiri dari tujuhpuluh lima orang, tujuhpuluh
tiga pria dan dua wanita. Mengetahui kedatangan mereka ini,
terpikir oleh Muhammad akan mengadakan suatu ikrar lagi, tidak
terbatas hanya pada seruan kepada Islam seperti selama ini,
yang selama tigabelas tahun ini terus-menerus dilakukannya,
dengan lemah-lembut, dengan segala kesabaran menang gung
pelbagai macam pengorbanan dan kesakitan - melainkan kini
lebih jauh lagi dari itu. Ikrar itu hendaknya menjadi suatu
pakta persekutuan, yang dengan demikian kaum Muslimin dapat
mempertahankan diri: pukulan dibalas dengan pukulan, serangan
dengan serangan. Muhammad lalu mengadakan pertemuan rahasia
dengan pemimpin-pemimpin mereka.

Setelah ada kesediaan mereka, dijanjikannya pertemuan itu akan
diadakan di 'Aqaba pada tengah malam pada hari-hari Tasyriq.3
Peristiwa ini oleh Muslimin Yathrib tetap dirahasiakan dari
kaum musyrik yang datang bersama-sama mereka. Menunggu sampai
lewat sepertiga malam dari janji mereka dengan Nabi, mereka
keluar meninggalkan kemah, pergi mengendap-endap seperti
burung ayam-ayam, sembunyi-sembunyi jangan sampai rahasia itu
terbongkar.

Sesampai mereka di gunung 'Aqaba, mereka semua memanjati
lereng-lereng gunung tersebut, demikian juga kedua wanita itu.
Mereka tinggal di tempat ini menunggu kedatangan Rasul.

Kemudian Muhammad pun datang, bersama pamannya 'Abbas b.
Abd'l-Muttalib - yang pada waktu itu masih menganut
kepercayaan golongannya sendiri. Akan tetapi sejak sebelum itu
ia sudah mengetahui dari kemenakannya ini akan adanya suatu
pakta persekutuan; dan adakalanya hal ini dapat mengakibatkan
perang. Disebutkan juga, bahwa dia sudah mengadakan perjanjian
dengan Keluarga Muttalib dan Keluarga Hasyim untuk melindungi
Muhammad. Maka dimintanya ketegasan kemanakannya itu dan
ketegasan golongannya sendiri, supaya jangan kelak timbul
bencana yang akan menimpa Keluarga Hasyim dan Keluarga
Muttalib, dan dengan demikian berarti orang-orang Yathrib itu
akan kehilangan pembela. Atas dasar itulah, maka 'Abbas yang
pertama kali bicara.

"Saudara-saudara dari Khazraj!" kata 'Abbas. "Posisi Muhammad
di tengah-tengah kami sudah sama-sama tuan-tuan ketahui. Kami
dan mereka yang sepaham dengan kami telah melindunginya dari
gangguan masyarakat kami sendiri. Dia adalah orang yang
terhormat di kalangan masyarakatnya dan mempunyai kekuatan di
negerinya sendiri. Tetapi dia ingin bergabung dengan tuan-tuan
juga. Jadi kalau memang tuan-tuan merasa dapat menepati janji
seperti yang tuan-tuan berikan kepadanya itu dan dapat
melindunginya dari mereka yang menentangnya, maka silakanlah
tuan-tuan laksanakan. Akan tetapi, kalau tuan-tuan akan
menyerahkan dia dan membiarkannya terlantar sesudah berada di
tempat tuan-tuan, maka dari sekarang lebih baik tinggalkan
sajalah."

Setelah mendengar keterangan 'Abbas pihak Yathrib menjawab:
"Sudah kami dengar apa yang tuan katakan. Sekarang silakan
Rasulullah bicara. Kemukakanlah apa yang tuan senangi dan
disenangi Tuhan."

Setelah membacakan ayat-ayat Qur'an dan memberi semangat
Islam, Muhammad menjawab:

"Saya minta ikrar tuan-tuan akan membela saya seperti membela
isteri-isteri dan anak-anak tuan-tuan sendiri."

Ketika itu Al-Bara' b. Ma'rur hadir. Dia seorang pemimpin
masyarakat dan yang tertua di antara mereka. Sejak ikrar
'Aqaba pertama ia sudah Islam, dan menjalankan semua kewajiban
agama, kecuali dalam sembahyang ia berkiblat ke Ka'bah, sedang
Muhammad dan seluruh kaum Muslimin waktu itu masih berkiblat
ke al-Masjid'l-Aqsha. Oleh karena ia berselisih pendapat
dengan masyarakatnya sendiri, begitu mereka sampai di Mekah
segera mereka minta pertimbangan Nabi. Muhammad melarang
Al-Bara' berkiblat ke Ka'bah.

Setelah tadi Muhammad minta kepada Muslimin Yathrib supaya
membelanya seperti mereka membela isteri dan anak-anak mereka
sendiri, Al-Bara' segera mengulurkan tangan menyatakan
ikrarnya seraya berkata: "Rasulullah, kami sudah berikrar.
Kami adalah orang peperangan dan ahli bertempur yang sudah
kami warisi dari leluhur kami."

Tetapi sebelum Al-Bara' selesai bicara, Abu'l-Haitham
ibn't-Tayyihan datang menyela:

"Rasulullah, kami dengan orang-orang itu - yakni orang-orang
Yahudi - terikat oleh perjanjian, yang sudah akan kami
putuskan. Tetapi apa jadinya kalau kami lakukan ini lalu kelak
Tuhan memberikan kemenangan kepada tuan, tuan akan kembali
kepada masyarakat tuan dan meninggalkan kami?"

Muhammad tersenyum, dan katanya: "Tidak, saya sehidup semati
dengan tuan-tuan. Tuan-tuan adalah saya dan saya adalah
tuan-tuan. Saya akan memerangi siapa saja yang tuan-tuan
perangi, dan saya akan berdamai dengan siapa saja yang
tuan-tuan ajak berdamai."

Tatkala mereka siap akan mengadakan ikrar itu, 'Abbas b.
'Ubada datang menyela dengan mengatakan: "Saudara-saudara dari
Khazraj. Untuk apakah kalian memberikan ikrar kepada orang
ini? Kamu menyatakan ikrar dengan dia tidak melakukan perang
terhadap yang hitam dan yang merah4 melawan orang-orang itu.5
Kalau tuan-tuan merasa, bahwa jika harta benda tuan-tuan habis
binasa dan pemuka-pemuka tuan-tuan mati terbunuh, tuan-tuan
akan menyerahkan dia (kepada musuh), maka (lebih baik) dari
sekarang tinggalkan saja dia. Kalaupun itu juga yang tuan-tuan
lakukan, ini adalah suatu perbuatan hina dunia akhirat.
Sebaliknya, bila tuan-tuan memang dapat menepati janji seperti
yang tuan-tuan berikan kepadanya itu, sekalipun harta-benda
tuan-tuan akan habis dan bangsawan-bangsawan akan mati
terbunuh, maka silakan saja tuan-tuan terima dia. Itulah suatu
perbuatan yang baik, dunia akhirat."

Orang ramai itu menjawab:

"Akan kami terima, sekalipun harta-benda kami habis,
bangsawan-bangsawan kami terbunuh. Tetapi, Rasulullah, kalau
dapat kami tepati semua ini, apa yang akan kami peroleh?"

"Surga," jawab Muhammad dengan tenang dan pasti.

Mereka lalu mengulurkan tangan dan dia juga membentangkan
tangannya. Ketika itu mereka menyatakan ikrar kepadanya.

Selesai ikrar itu, Nabi berkata kepada mereka:

"Pilihkan dua belas orang pemimpin dari kalangan tuan-tuan
yang akan menjadi penanggung-jawab masyarakatnya."

Mereka lalu memilih sembilan orang dari Khazraj dan tiga orang
dari Aus. Kemudian kepada pemimpin-pemimpin itu Nabi berkata:

"Tuan-tuan adalah penanggung-jawab masyarakat tuan-tuan
seperti pertanggung-jawaban pengikut-pengikut Isa bin Mariam.
Terhadap masyarakat saya, sayalah yang bertanggungjawab."

Dalam ikrar kedua ini mereka berkata:

"Kami berikrar mendengar dan setia di waktu suka dan duka, di
waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar
di mana saja kami berada, dan kami tidak takut kritik siapapun
atas jalan Allah ini."

Peristiwa ini selesai pada tengah malam di celah gunung
'Aqaba, jauh dari masyarakat ramai, atas dasar kepercayaan,
bahwa hanya Allah Yang mengetahui keadaan mereka. Akan tetapi,
begitu peristiwa itu selesai, tiba-tiba mereka mendengar ada
suara berteriak yang ditujukan kepada Quraisy: "Muhammad dan
orang-orang yang pindah kepercayaan itu sudah berkumpul akan
memerangi kamu!"

Suara itu datangnya dari seseorang yang keluar untuk urusannya
sendiri. Mengetahui keadaan mereka itu sedikit dengan melalui
pendengarannya yang selintas, ia lalu bermaksud hendak
mengacaukan rencana itu dan mau menanamkan kegelisahan dalam
hati mereka, bahwa rencana mereka malam itu diketahui. Akan
tetapi pihak Khazraj dan Aus tetap pada janji mereka. Bahkan
'Abbas b. 'Ubada - setelah mendengar suara simata-mata itu -
berkata kepada Muhammad:

"Demi Allah Yang telah mengutus tuan atas dasar kebenaran,
kalau sekiranya tuan sudi, penduduk Mina itu besok akan kami
habiskan dengan pedang kami."

Ketika itu Muhammad menjawab:

"Kami tidak diperintahkan untuk itu. Kembalilah ke kemah
tuan-tuan."

Merekapun kembali ke tempat mereka bermalam, lalu tidur.
Keesokan harinya pagi-pagi baru mereka bangun.

Akan tetapi pagi itu juga Quraisy sudah mengetahui berita
adanya ikrar itu. Mereka terkejut sekali. Pagi itu
pemuka-pemuka Quraisy mendatangi Khazraj di tempatnya
masing-masing. Mereka menyesalkan Khazraj dan mengatakan,
bahwa mereka tidak ingin berperang dengan Khazraj. Tetapi
kenapa mau bersekutu dengan Muhammad memerangi mereka.

Ketika itu juga orang-orang musyrik dari kalangan Khazraj
bersumpah-sumpah bahwa hal semacam itu tidak ada sama sekali.
Sedang Muslimin malah diam saja setelah dilihatnya Quraisy
lagaknya akan mempercayai keterangan orang-orang yang seagama
dengan mereka itu.

Sekarang Quraisy kembali tanpa dapat mengiakan atau meniadakan
berita tersebut. Tetapi mereka terus menyelidiki, kalau-kalau
dapat mengungkapkan keadaan yang sebenarnya. Sementara itu
orang-orang Yathrib sudah mengangkat perbekalan mereka dan
kembali menuju negeri mereka sebelum pihak Quraisy mengetahui
benar apa yang mereka lakukan itu.

Setelah kemudian Quraisy mengetahui, bahwa berita itu memang
benar, mereka berangkat mencari orang-orang Yathrib itu.
Tetapi sudah tak ada lagi yang akan dapat mereka jumpai selain
Sa'd b. 'Ubada, yang lalu diambil dan dibawanya ke Mekah. Ia
disiksa. Tetapi kemudian Jubair b. Mut'im b. 'Adi dan
al-Harith b. Umayya datang menolongnya. Dulu orang ini pernah
menolong mereka ketika mereka dalam perjalanan perdagangan ke
Syam lewat Yathrib.

Kalau begitu kekuatiran Quraisy kiranya tidak
berlebih-lebihan, begitu juga dalam mengejar jejak mereka yang
telah ikrar kepada Muhammad akan memerangi mereka itu. Mereka
telah mengenalnya selama tigabelas tahun terus-menerus, sejak
permulaan kenabiannya. Mereka sudah berusaha mati-matian
melancarkan perang pasif itu kepadanya, dan masing-masing
sudah pula menghadapinya. Mereka mengetahui itu adalah karena
keyakinannya kepada Tuhan, karena teguhnya ia berpegang pada
ajaran yang benar. Ia sudah tak dapat dilunakkan dan tak dapat
pula dibujuk. Ia tak pernah gentar menghadapi gangguan,
menghadapi siksaan, menghadapi pembunuhan.

Sesudah ia dan
pengikut-pengikutnya disakiti dengan pelbagai macam gangguan,
sesudah ia dikepung di celah-celah bukit, seluruh penduduk
Mekah diteror dengan bermacam-macam ketakutan supaya jangan
jadi pengikutnya, terbayang oleh Quraisy bahwa mereka sudah
hampir mengalahkannya, kegiatannya hanya akan terbatas dalam
lingkaran sempit pengikut-pengikutnya yang masih berpegang
pada agama itu saja. Dia dan sahabat-sahabatnya tidak lama
lagi sudah akan jemu dalam pengasingan, dan akan kembali
tunduk menyerah di bawah kekuasaan mereka.

Tetapi sekarang, dengan adanya perjanjian persekutuan baru
ini, pintu harapan akan menang jadi terbuka didepan Muhammad
dan pengikut-pengikutnya. Setidak-tidaknya harapan kebebasan
menyebarkan agama, serta menyerang berhala-berhala dan
penyembah-penyembahnya. Siapa tahu apa yang akan terjadi kelak
terhadap masyarakat seluruh jazirah Arab itu, bila sudah
mendapat bantuan Yathrib berikut Aus dan Khazrajnya, dan
sesudah mendapat perlindungan dari serangan musuh, disertai
adanya kebebasan melakukan upacara agama serta mengajak pihak
lain turut bergabung. Kalau Quraisy tidak dapat mengikis
gerakan ini di tanah tumpah darahnya sendiri maka kekuatiran
mereka pada hari kemudiannya tetap selalu membayang, dan
kemenangan Muhammad terhadap mereka masih tetap menggelisahkan
mereka.

Oleh karena itu sungguh-sungguh mereka memikirkan apa yang
harus mereka lakukan guna menggagalkan usaha Muhammad itu,
serta menghancurkan gerakan barunya. Demikian juga dia sendiri
tidak kurang dari Quraisy dalam memikirkan hal ini. Pintu yang
telah dibukakan Tuhan di hadapannya itu ialah pintu kehormatan
bagi agama Allah, pintu yang akan memberi tempat pada arti
kebenaran. Perjuangan yang sekarang berkecamuk antara dia
dengan pihak Quraisy, adalah suatu peristiwa yang paling hebat
terjadi sejak masa kerasulannya, yakni suatu perjuangan hidup
atau mati bagi kedua belah pihak.

Sudah tentu, kemenangan itu
ada pada pihak yang benar. Keputusannya sudah bulat. Bolehlah
ia minta pertolong an Tuhan. Biarlah, segala tipu-daya yang
sudah dilakukan Quraisy itu akan bersifat lebih menghina
mereka sendiri melebihi yang sudah-sudah. Ia akan terus maju,
tapi dengan sikap bijaksana, tenang dan hati-hati. Masalahnya
adalah masalah kecekatan politik dan kecerdikan seorang
pemimpin yang saksama.

Dimintanya sahabat-sahabatnya supaya menyusul kaum Anshar ke
Yathrib. Hanya saja dalam meninggalkan Mekah hendaknya mereka
terpencar-pencar, supaya jangan sampai menimbulkan kepanikan
pihak Quraisy terhadap mereka.

Mulailah kaum Muslimin melakukan hijrah secara sendiri-sendiri
atau kelompok-kelompok kecil. Akan tetapi hal itu rupanya
sudah diketahui oleh pihak Quraisy. Mereka segera bertindak,
berusaha mengembalikan yang masih dapat dikembalikan itu ke
Mekah untuk kemudian dibujuk supaya kembali kepada kepercayaan
mereka, kalau tidak akan disiksa dan dianiaya. Sampai-sampai
tindakan itu ialah dengan cara memisahkan suami dari isteri;
kalau si isteri dari pihak Quraisy ia tidak dibolehkan pergi
ikut suami. Yang tidak menurut, isterinya yang masih dapat
mereka kurung, dikurung.

Akan tetapi mereka takkan dapat berbuat lebih dari itu. Mereka
kuatir akan pecah perang saudara antar-kabilah jika mereka
mencoba membunuh salah seorang dari kabilah itu.

Berturut-turut kaum Muslimin hijrah ke Yathrib, sedang
Muhammad tetap berada di posnya. Tak ada orang yang
mengetahui, dia akan tetap tinggal di tempatnya itu atau sudah
mengambil keputusan akan hijrah juga. Dahulu juga mereka tidak
mengetahui, ketika sahabat-sahabatnya diijinkan hijrah ke
Abisinia, sedang dia sendiri tetap di Mekah menyerukan
anggota-anggota keluarganya yang lain ke dalam Islam. Bahkan
Abu Bakrpun, ketika minta ijin akan turut hijrah ke Yathrib,
ia hanya berkata: "Jangan tergesa-gesa; kalau-kalau Tuhan
menyertakan seorang kawan." Dan tidak lebih dari itu.

Sungguhpun begitu pihak Quraisy sendiri sudah seribu kali
memperhitungkan hijrah Nabi ke Yahtrib itu. Jumlah kaum
Muslimin di sana sudah begitu banyak sehingga hampir-hampir
mereka itu menjadi pihak yang menentukan. Sekarang datang pula
mereka yang hijrah dari Mekah menggabungkan diri, sehingga
mereka jadi bertambah kuat juga adanya.

Dalam pada itu,
apabila Muhammad - orang yang sudah mereka kenal berpendirian
teguh dengan pendapatnya yang tepat dan berpandangan jauh -
sampai menyusul ke Yathrib, mereka kuatir penduduk Yathrib itu
kelak akan menyerbu Mekah, atau akan menutup jalur perjalanan
perdagangan mereka ke Syam atau akan membuat mereka mati
kelaparan seperti yang pernah mereka lakukan dulu terhadap
Muhammad dan sahabat-sahabatnya tatkala mereka membuat piagam
pemboikotan dan memaksa mereka tinggal di celah-celah gunung
selama tigapuluh bulan.

Apabila Muhammad masih tinggal di Mekah dan berusaha akan
meninggalkan tempat itu, maka mereka masih merasa terancam
oleh adanya tindakan pihak Yathrib dalam membela Nabi dan
Rasul. Jadi tak ada jalan keluar bagi mereka selain dengan
membunuhya. Dengan begitu mereka lepas dari malapetaka yang
terus-menerus itu. Tetapi kalau juga mereka membunuhnya, tentu
Keluarga Hasyim dan Keluarga Muttalib akan menuntut balas.
Maka pecahlah perang saudara di Mekah, dan suatu bencana yang
sangat mereka takuti juga akan datang dari pihak Yathrib.

Sekarang mereka mengadakan pertemuan di Dar'n-Nadwa membahas
semua persoalan itu serta cara-cara pencegahannya. Salah
seorang dari mereka mengusulkan:

"Masukkan dia dalam kurungan besi dan tutup pintunya
rapat-rapat kemudian awasi biar dia mengalami nasib seperti
penyair-penyair semacamnya sebelum dia; seperti Zuhair dan
Nabigha."

Tetapi pendapat ini tidak mendapat suara.

"Kita keluarkan dia dari lingkungan kita, kita buang dari
negeri kita. Sesudah itu tidak perlu kita pedulikan lagi
urusannya," demikian terdengar suara yang lain. Tetapi mereka
kuatir ia akan terus menyusul ke Medinah dan apa yang mereka
takuti justru akan menimpa mereka.

Akhirnya mereka memutuskan, dari setiap kabilah akan diambil
seorang pemuda yang tegap, dan setiap pemuda itu akan
dipersenjatai dengan sebilah pedang yang tajam, yang secara
bersama-sama sekaligus mereka akan menghantamnya, dan darahnya
dapat dipencarkan antar-kabilah. Dengan demikian Banu 'Abd
Manaf takkan dapat memerangi mereka semua. Mereka akan menebus
darah itu kemudian dengan harta. Maka terlepaslah Quraisy dan
orang yang membuat porak-poranda dan mencerai-beraikan
kabilah-kabilah mereka itu.

Mereka menyetujui pendapat ini dan merasa cukup puas. Mereka
mengadakan seleksi di kalangan pemuda-pemuda mereka. Mereka
menganggap bahwa soal Muhammad akan sudah selesai. Beberapa
hari lagi ia akan terkubur habis ke dalam tanah, bersama
ajarannya, dan mereka yang sudah hijrah ke Yathrib akan
kembali ke tengah-tengah masyarakat, akan kembali kepada
kepercayaan dan kepada dewa-dewa mereka. Quraisy dan negeri
Arab yang sudah dipecah-belah, kedudukannya yang sudah mulai
lemah, dengan demikian akan kembali bersatu.


Catatan kaki:
1 Bai'at'l-'Aqaba, secara harfiah berarti pernyataan
dan sumpah setia yang diadakan di bukit 'Aqaba (A).
2 Hilf (amak ahlaf) pernyataan sumpah setia-kawan atau
bersahabat baik antar kabilah bersangkutan yang biasa
berlaku dalam tradisi masyarakat Arab pada masa itu.
Halif (jamak hulafa'), yakni pihak yang mengadakan
persahabatan, kawan-kawan sepersekutuan (A).
3 Hari-hari Tasyriq ialah tiga hari berturut-turut
setelah hari Raya Kurban (lebaran Haji) (A).
4 Yakni berperang habis-habisan melawan semua orang
(A).
5 Yakni Quraisy (A).

Lading_Emas

Sirah Rasulullah SAW_8 ~ DARI PELANGGARAN PIAGAM SAMPAI KEPADA ISRA'

DARI PELANGGARAN PIAGAM SAMPAI KEPADA ISRA'

Muslimin lari dari Mekah ke celah-celah gunung - 159; Tidak bergaul dengan orang kecuali dalam bulan-bulan suci - 159; Zuhair dan kawan-kawannya membatalkan piagam - 160; Abu Talib dan Khadijah wafat - 163; Gangguan Quraisy kepada Muhammad - 165; Kepergian Muhammad ke Ta'if dan penolakan Thaqif - 166; Menikah dengan Aisyah puteri Abu Bakr dan janda Sauda - 169; Isra' dan Mi'raj - 169.



SELAMA tiga tahun berturut-turut piagam yang dibuat pihak
Quraisy untuk memboikot Muhammad dan mengepung Muslimin itu
tetap berlaku. Dalam pada itu Muhammad dan keluarga serta
sahabat-sahabatnya sudah mengungsi ke celah-celah gunung di
luar kota Mekah, dengan mengalami pelbagai macam penderitaan,
sehingga untuk mendapatkan bahan makanan sekadar menahan rasa
laparpun tidak ada. Baik kepada Muhammad atau kaum Muslimin
tidak diberikan kesempatan bergaul dan bercakap-cakap dengan
orang, kecuali dalam bulan-bulan suci. Pada waktu itu
orang-orang Arab berdatangan ke Mekah berziarah, segala
permusuhan dihentikan - tak ada pembunuhan, tak ada
penganiayaan, tak ada permusuhan, tak ada balas dendam.

Pada bulan-bulan itu Muhammad turun, mengajak orang-orang Arab
itu kepada agama Allah, diberitahukannya kepada mereka arti
pahala dan arti siksa. Segala penderitaan yang dialami
Muhammad demi dakwah itu justru telah menjadi penolongnya dari
kalangan orang banyak. Mereka yang telah mendengar tentang itu
lebih bersimpati kepadanya, lebih suka mereka menerima
ajakannya. Blokade yang dilakukan Quraisy kepadanya, kesabaran
dan ketabahan hatinya memikul semua itu demi risalahnya, telah
dapat memikat hati orang banyak, hati yang tidak begitu
membatu, tidak begitu kaku seperti hati Abu Jahl, Abu Lahab
dan yang sebangsanya.

Akan tetapi, penderitaan yang begitu lama, begitu banyak
dialami kaum Muslimin karena kekerasan pihak Quraisy - padahal
mereka masih sekeluarga: saudara, ipar. sepupu - banyak
diantara mereka itu yang merasakan betapa beratnya kekerasan
dan kekejaman yang mereka lakukan itu. Dan sekiranya tidak ada
dari penduduk yang merasa simpati kepada kaum Muslimin,
membawakan makanan ke celah-celah gunung1 tempat mereka
mengungsi itu, niscaya mereka akan mati kelaparan. Dalam hal
ini Hisyam ibn 'Amr termasuk salah seorang dari kalangan
Quraisy yang paling simpati kepada Muslimin.

Tengah malam ia datang membawa unta yang sudah dimuati makanan
atau gandum. Bilamana ia sudah sampai di depan celah gunung
itu, dilepaskannya tali untanya lalu dipacunya supaya terus
masuk ke tempat mereka dalam celah itu.

Merasa kesal melihat Muhammad dan sahabat-sahabatnya dianiaya
demikian rupa, ia pergi menemui Zuhair b. Abi Umayya (Banu
Makhzum). Ibu Zuhair ini adalah Atika bint Abd'l-Muttalib
(Banu Hasyim).

"Zuhair," kata Hisyam "Kau sudi menikmati makanan, pakaian dan
wanita-wanita, padahal, seperti kau ketahui, keluarga ibumu
demikian rupa tidak boleh berhubungan dengan orang,
berjual-beli, tidak boleh saling mengawinkan? Aku bersumpah,
bahwa kalau mereka itu keluargaku dari pihak ibu, keluarga
Abu'l-Hakam ibn Hisyam, lalu aku diajak seperti mengajak kau,
tentu akan kutolak."

Keduanya kemudian sepakat akan sama-sama membatalkan piagam
itu. Tapi meskipun begitu harus mendapat dukungan juga dari
yang lain, dan secara rahasia mereka harus diyakinkan.
Pendirian kedua orang itu kemudian disetujui oleh Mut'im b.
'Adi (Naufal), Abu'l-Bakhtari b. Hisyam dan Zamia bin'l-Aswad
(keduanya dari Asad). Kelima mereka lalu sepakat akan
mengatasi persoalan piagam itu dan akan membatalkannya.

Dengan tujuh kali mengelilingi Ka'bah keesokannya pagi-pagi
Zuhair b. Umayya berseru kepada orang banyak: "Hai penduduk
Mekah! Kamu sekalian enak-enak makan dan berpakaian padahal
Banu Hasyim binasa tidak dapat mengadakan hubungan dagang!
Demi Allah saya tidak akan duduk sebelum piagam yang kejam ini
dirobek!"

Tetapi Abu Jahl, begitu mendengar ucapan itu, iapun berteriak:
"Bohong! Tidak akan kita robek!"

Saat itu juga terdengar suara-suara Zam'a, Abu'l-Bakhtari,
Mut'im dan 'Amr ibn Hisyam mendustakan Abu Jahl dan mendukung
Zuhair.

Abu Jahl segera menyadari bahwa peristiwa ini akan
terselesaikan juga malam itu dan orangpun sudah menyetujui.
Kalau dia menentang mereka juga, tentu akan timbul bencana.
Merasa kuatir, lalu cepat-cepat ia pergi. Waktu itu, ketika
Mut'im bersiap akan merobek piagam tersebut, dilihatnya sudah
mulai dimakan rayap, kecuali pada bagian pembukaannya yang
berbunyi: "Atas namaMu ya Allah..."

Dengan demikian terdapat kesempatan pada Muhammad dan
sahabat-sahabat pergi meninggalkan celah bukit yang curam itu
dan kembali ke Mekah. Kesempatan berjual-beli dengan Quraisy
juga terbuka, sekalipun hubungan antara keduanya seperti dulu
juga, masing-masing siap-siaga bila permusuhan itu kelak
sewaktu-waktu memuncak lagi.

Beberapa penulis biografi dalam hal ini berpendapat, bahwa
diantara mereka yang bertindak menghapuskan piagam itu
terdapat orang-orang yang masih menyembah berhala. Untuk
menghindarkan timbulnya bencana, mereka mendatangi Muhammad
dengan permintaan supaya ia mau saling mengulurkan tangan
dengan Quraisy dengan misalnya memberi hormat kepada dewa-dewa
mereka sekalipun cukup hanya dengan jari-jarinya saja
dikelilingkan. Agak cenderung juga hatinya atas usul itu,
sebagai pengharapan atas kebaikan hati mereka. Dalam hatinya
seolah ia berkata: "Tidak apa kalau saya lakukan itu. Allah
mengetahui bahwa saya tetap taat."

Atau karena mereka yang telah menghapuskan piagam dan beberapa
orang lagi itu, pada suatu malam mengadakan pertemuan dengan
Muhammad sampai pagi. Dalam perbicaraan itu mereka sangat
menghormatinya, menempatkannya sebagai yang dipertuan atas
mereka, mengajaknya kompromi, seraya kata mereka:

"Tuan adalah pemimpin kami ..."

Sementara mereka masih mengajaknya bicara itu, sampai-sampai
hampir saja ia mengalah atas beberapa hal menurut kehendak
mereka. Ini adalah dua sumber hadis, yang pertama sebagian
diceritakan oleh Sa'id b. Jubair, sedang yang kedua oleh
Qatada. Kata mereka kemudian Allah melindungi Muhammad dari
kesalahan, dengan firmanNya:

"Dan hampir-hampir saja mereka itu menggoda kau tentang yang
sudah Kami wahyukan kepadamu, supaya engkau mau atas nama Kami
memalsukan dengan yang lain. Ketika itulah mereka mengambil
engkau menjadi kawan mereka. Dan kalaupun tidak Kami tabahkan
hatimu, niscaya engkau hampir cenderung juga kepada mereka
barang sedikit. Dalam hal ini, akan Kami timpakan kepadamu
hukuman berlipat ganda, dalam hidup dan mati. Selanjutnya
engkau tiada mempunyai penolong menghadapi Kami." (Qur'an, 17:
73-75)

Ayat-ayat ini turun - menurut dugaan mereka yang membawa
cerita gharaniq - sehubungan dengan cerita bohong itu seperti
yang sudah kita lihat. Sedang kedua ahli hadis ini
menghubungkannya pada cerita pembatalan piagam. Sebaliknya
menurut hadis 'Ata, lewat Ibn 'Abbas, ayat-ayat ini turun
sehubungan dengan delegasi Thaqif, yang datang meminta kepada
Muhammad supaya lembah mereka dianggap suci seperti pohon,
burung dan binatang di Mekah. Dalam hal ini Nabi a.s. masih
maju-mundur sebelum ayat-ayat tersebut turun.

Apapun juga yang sebenarnya terjadi, terhadap peristiwa yang
menyebabkan turunnya ayat-ayat itu sumber-sumber tersebut
tidak berbeda, yaitu melukiskan salah satu segi kebesaran jiwa
Muhammad, di samping kejujuran dan keikhlasannya dengan suatu
lukisan yang sungguh kuat sekali. Segi ini yang juga
dilukiskan oleh ayat-ayat yang sudah kita kutipkan dari Surah
"Abasa" (80) dan pula seluruh sejarah kehidupan Muhammad
membuktikannya pula. Secara terus-terang dikatakan, bahwa dia
adalah manusia biasa seperti yang lain, tapi yang telah
mendapat wahyu Tuhan guna memberikan bimbingan, dan bahwa dia,
sebagai manusia biasa, tidak luput dari kesalahan kalau tidak
karena mendapat perlindungan Tuhan. Ia telah bersalah ketika
bermuka masam dan berpaling dari Ibn Umm Maktum, dan hampir
pula salah sehubungan dengan turunnya Surah "Isra" (17), juga
hampir pula ia tergoda tentang apa yang telah diwahyukan
kepadanya untuk dipalsukan dengan yang lain.

Apabila wahyu turun kepadanya memberi peringatan atas
perbuatannya terhadap orang buta itu, dan terhadap godaan
Quraisy yang hampir menjerumuskannya, maka kejujurannya dalam
menyampaikan wahyu itu kepada orang sama pula seperti ketika
menyampaikan amanat Tuhan itu. Tak ada sesuatu yang akan
menghalanginya ia menyatakan apa yang sebenarnya tentang
dirinya itu. Tak ada sikap sombong dan congkak, tidak ada rasa
tinggi hati.

Jadi kebenaranlah, dan hanya kebenaran semata yang ada dalam
-risalahnya itu. Apabila dalam menanggung siksaan orang lain
demi idea yang diyakininya, orang yang berjiwa besar masih
sanggup memikulnya, maka pengakuan orang besar itu bahwa ia
hampir-hampir tergoda, tidaklah menjadi kebiasaan, sekalipun
oleh orang-orang besar sendiri. Hal-hal semacam itu biasanya
oleh mereka disembunyikan dan yang diperhitungkan hanya harga
dirinya, meskipun dengan susah payah. Inilah kebesaran yang
tak ada taranya, lebih besar dari orang besar. Itulah
sebenarnya kebesaran jiwa yang dapat memperlihatkan kebenaran
secara keseluruhan. Itulah yang juga lebih luhur dari segala
kebesaran, dan lebih besar dari segala yang besar, yakni sifat
kenabian yang menyertai Rasul itu dengan segala keikhlasan dan
kejujurannya meneruskan Risalah Kebenaran Tertinggi.

Sesudah piagam disobek, Muhammad dan pengikut-pengikutnyapun
keluar dari lembah bukit-bukit itu. Seruannya dikumandangkan
lagi kepada penduduk Mekah dan kepada kabilah-kabilah yang
pada bulan-bulan suci itu datang berziarah ke Mekah. Meskipun
ajakan Muhammad sudah tersiar kepada seluruh kabilah Arab di
samping banyaknya mereka yang sudah menjadi pengikutnya, tapi
sahabat-sahabat itu tidak selamat dari siksaan Quraisy, juga
dia tidak dapat mencegahnya.

Beberapa bulan kemudian sesudah penghapusan piagam itu, secara
tiba-tiba sekali dalam satu tahun saja Muhammad mengalami
dukacita yang sangat menekan perasaan, yakni kematian Abu
Talib dan Khadijah secara berturut-turut. Waktu itu Abu Talib
sudah berusia delapanpuluh tahun lebih. Setelah Quraisy
mengetahui ia dalam keadaan sakit yang akan merupakan akhir
hayatnya, mereka merasa kuatir apa yang akan terjadi nanti
antara mereka dengan Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Apalagi
sesudah ada Hamzah dan Umar yang terkenal garang dan keras.
Karena itu pemuka-pemuka Quraisy segera mendatangi Abu Talib,
untuk kemudian mengatakan:

"Abu Talib, seperti kau ketahui, kau adalah dari keluarga kami
juga. Keadaan sekarang seperti kau ketahui sendiri, sangat
mencemaskan kami. Engkau juga sudah mengetahui keadaan kami
dengan kemenakanmu itu. Panggillah dia. Kami akan saling
memberi dan saling menerima. Dia angkat tangan dari kami,
kamipun akan demikian. Biarlah kami dengan agama kami dan dia
dengan agamanya sendiri pula."

Muhammad datang tatkala mereka masih berada di tempat pamannya
itu. Setelah diketahuinya maksud kedatangan mereka, iapun
berkata:

"Sepatah kata saja saya minta, yang akan membuat mereka
merajai semua orang Arab dan bukan Arab."

"Ya, demi bapamu," jawab Abu Jahl. "Sepuluh kata sekalipun
silakan!"

Kata Muhammad: "Katakan, tak ada tuhan selain Allah, dan
tinggalkan segala penyembahan yang selain Allah."

"Muhammad, maksudmu supaya tuhan-tuhan itu dijadikan satu
Tuhan saja?" kata mereka.

Kemudian mereka berkata satu sama lain: "Orang ini tidak akan
memberikan apa-apa seperti yang kamu kehendaki. Pergilah
kalian!"

Ketika Abu Talib meninggal hubungan Muhammad dengan pihak
Quraisy lebih buruk lagi dari yang sudah-sudah.

Dan sesudah Abu Talib, disusul pula dengan kematian Khadijah,
Khadijah yang menjadi sandaran Muhammad, Khadijah yang telah
mencurahkan segala rasa cinta dan kesetiaannya, dengan
perasaan yang lemah-lembut, dengan hati yang bersih, dengan
kekuatan iman yang ada padanya. Khadijah, yang dulu
menghiburnya bila ia mendapat kesedihan, mendapat tekanan dan
yang menghilangkan rasa takut dalam hatinya. Ia adalah
bidadari yang penuh kasih sayang.

Pada kedua mata dan bibirnya
Muhammad melihat arti yang penuh percaya kepadanya, sehingga
ia sendiripun tambah percaya kepada dirinya. Abu Talibpun
meninggal, orang yang menjadi pelindung dan perisai terhadap
segala tindakan musuh. Pengaruh apakah yang begitu sedih,
begitu pedih menusuk jiwa Muhammad 'alaihissalam?! Yang pasti,
dua peristiwa itu akan meninggalkan luka parah dalam jiwa
orang - yang bagaimanapun kuatnya - akan menusukkan racun
putus asa kedalam hatinya. Ia akan dikuasai perasaan sedih dan
duka, akan dirundung kepiluan dan akan membuatnya jadi lemah,
tak dapat berpikir lain diluar dua peristiwa yang sangat
mengharukan itu.

Sesudah kehilangan dua orang yang selalu membelanya itu
Muhammad melihat Quraisy makin keras mengganggunya. Yang
paling ringan diantaranya ialah ketika seorang pandir Quraisy
mencegatnya di tengah jalan lalu menyiramkan tanah ke atas
kepalanya. Tahukah orang apa yang dilakukan Muhammad? Ia
pulang ke rumah dengan tanah yang masih diatas kepala. Fatimah
puterinya lalu datang mencucikan tanah yang di kepala itu. Ia
membersihkannya sambil menangis. Tak ada yang lebih pilu
rasanya dalam hati seorang ayah dari pada mendengar tangis
anaknya, lebih-lebih anak perempuan. Setitik air mata
kesedihan yang mengalir dari kelopak mata seorang puteri
adalah sepercik api yang membakar jantung, membuatnya kaku
karena pilu, dan karena pilunya ia akan menangis kesakitan.
Juga secercah duka yang menyelinap kedalam hati adalah
rintihan jiwa yang sungguh keras, terasa mencekik leher dan
hampir pula menggenangi mata.

Sebenarnya Muhammad adalah seorang ayah yang sungguh bijaksana
dan penuh kasih kepada puteri-puterinya. Apakah yang kita
lihat ia lakukan terhadap tangisan anak perempuan yang baru
saja kehilangan ibunya itu? Yang menangis hanya karena
malapetaka yang menimpa ayahnya? Tidak lebih dan semua itu ia
hanya menghadapkan hatinya kepada Allah dengan penuh iman akan
segala pertolonganNya.

"Jangan menangis anakku," katanya kepada puterinya yang sedang
berlinang air mata itu. "Tuhan akan melindungi ayahmu."

Kemudian diulangnya: "Sebelum wafat Abu Talib orang-orang
Quraisy itu tidak seberapa mengganggu saya."

Sesudah peristiwa itu gangguan Quraisy kepada Muhammad makin
menjadi-jadi. Ia merasa tertekan sekali.

Terasing seorang diri, ia pergi ke Ta'if,2 dengan tiada orang
yang mengetahuinya. Ia pergi ingin mendapatkan dukungan dan
suaka dari Thaqif terhadap masyarakatnya sendiri, dengan
harapan merekapun akan dapat menerima Islam. Tetapi ternyata
mereka juga menolaknya secara kejam sekali. Kalaupun sudah
begitu, ia masih mengharapkan mereka jangan memberitahukan
kedatangannya minta pertolongan itu, supaya jangan ia disoraki
oleh masyarakatnya sendiri. Tetapi permintaannya itupun tidak
didengar. Bahkan mereka menghasut orang-orang pandir agar
bersorak-sorai dan memakinya.

Ia pergi lagi dari sana, berlindung pada sebuah kebun
kepunyaan 'Utba dan Syaiba anak-anak Rabi'a. Orang-orang yang
pandir itu kembali pulang. Ia lalu duduk di bawah naungan
pohon anggur. Ketika itu keluarga Rabi'a sedang
memperhatikannya dan melihat pula kemalangan yang dideritanya.
Sesudah agak reda, ia mengangkat kepala menengadah ke atas, ia
hanyut dalam suatu doa yang berisi pengaduan yang sangat
mengharukan:

"Allahumma yang Allah, kepadaMu juga aku mengadukan
kelemahanku, kurangnya kemampuanku serta kehinaan diriku di
hadapan manusia. O Tuhan Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Engkaulah yang melindungi si lemah, dan Engkaulah Pelindungku.
Kepada siapa hendak Kauserahkan daku? Kepada orang yang
jauhkah yang berwajah muram kepadaku, atau kepada musuh yang
akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku,
aku tidak peduli, sebab sungguh luas kenikmatan yang
Kaulimpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada Nur Wajah-Mu yang
menyinari kegelapan, dan karenanya membawakan kebaikan bagi
dunia dan akhirat - daripada kemurkaanMu yang akan Kautimpakan
kepadaku. Engkaulah yang berhak menegur hingga berkenan
pada-Mu. Dan tiada daya upaya selain dengan Engkau juga."3

Dalam memperhatikan keadaan itu hati kedua orang anak Rabi'a
itu merasa tersentak. Mereka merasa iba dan kasihan melihat
nasib buruk yang dialaminya itu. Budak mereka, seorang
beragama Nasrani bernama 'Addas, diutus kepadanya membawakan
buah anggur dari kebun itu. Sambil meletakkan tangan di atas
buah-buahan itu Muhammad berkata: "Bismillah!" Lalu buah itu
dimakannya.

'Addas memandangnya keheranan.

"Kata-kata ini tak pernah diucapkan oleh penduduk negeri ini,"
kata 'Addas.

Lalu Muhammad menanyakan negeri asal dan agama orang itu.
Setelah diketahui bahwa orang tersebut beragama Nasrani dari
Nineveh, katanya:

"Dari negeri orang baik-baik, Yunus anak Matta."

"Dari mana tuan kenal nama Yunus anak Matta!" tanya 'Addas.

"Dia saudaraku. Dia seorang nabi, dan aku juga Nabi," jawab
Muhammad.

Saat itu 'Addas lalu membungkuk mencium kepala, tangan dan
kaki Muhammad. Sudah tentu kejadian ini menimbulkan keheranan
keluarga Rabi'a yang melihatnya. Sungguhpun begitu mereka
tidak sampai akan meninggalkan kepercayaan mereka. Dan tatkala
'Addas sudah kembali mereka berkata:

"'Addas, jangan sampai orang itu memalingkan kau dari agamamu,
yang masih lebih baik daripada agamanya."

Gangguan orang yang pernah dialami Muhammad seolah dapat
meringankan perbuatan buruk yang dilakukan Thaqif itu,
meskipun mereka tetap kaku tidak mau mengikutinya. Keadaan itu
sudah diketahui pula oleh Quraisy sehingga gangguan mereka
kepada Muhammad makin menjadi-jadi. Tetapi hal ini tidak
mengurangi kemauan Muhammad menyampaikan dakwah Islam. Kepada
kabilah-kabilah Arab pada musim ziarah, itu ia memperkenalkan
diri, mengajak mereka mengenal arti kebenaran.
Diberitahukannya kepada mereka, bahwa ia adalah Nabi yang
diutus, dan dimintanya mereka mempercayainya.

Namun sungguhpun begitu, Abu Lahab pamannya tidak
membiarkannya, bahkan dibuntutinya ke mana ia pergi.
Dihasutnya orang supaya jangan mau mendengarkan.

Muhammad sendiri tidak cukup hanya memperkenalkan diri kepada
kabilah-kabilah Arab pada musim ziarah di Mekah saja, bahkan
ia mendatangi Banu Kinda4 ke rumah-rumah mereka, mendatangi
Banu Kalb,5 juga ke rumah-rumah mereka, Banu Hanifa6 dan Banu
'Amir bin Sha'sha'a.7 Tapi tak seorangpun dari mereka yang mau
mendengarkan. Banu Hanifa bahkan menolak dengan cara yang
buruk sekali. Sedang Banu 'Amir menunjukkan ambisinya, bahwa
kalau Muhammad mendapat kemenangan, maka sebagai penggantinya,
segala persoalan nanti harus berada di tangan mereka. Tetapi
setelah dijawab, bahwa masalah itu berada di tangan Tuhan,
merekapun lalu membuang muka dan menolaknya seperti yang
lain-lain.

Adakah kegigihan kabilah-kabilah yang mengadakan oposisi
terhadap Muhammad itu karena sebab-sebab yang sama seperti
yang dilakukan oleh Quraisy? Kita sudah melihat, bahwa Banu
'Amir ini mempunyai ambisi ingin memegang kekuasaan bila
bersama-sama mereka nanti ia mendapat kemenangan. Sebaliknya
kabilah Thaqif pandangannya lain lagi. Ta'if di samping
sebagai tempat musim panas bagi penduduk Mekah karena udaranya
yang sejuk dan buah anggurnya yang manis-manis, juga kota ini
merupakan pusat tempat penyembahan Lat. Ke tempat itu orang
berziarah dan menyembah berhala. Kalau Thaqif ini sampai
menjadi pengikut Muhammad, maka kedudukan Lat akan hilang.
Permusuhan mereka dengan Quraisypun akan timbul, yang sudah
tentu akibatnya akan mempengaruhi perekonomian mereka pada
musim dingin. Begitu juga halnya dengan yang lain, setiap
kabilah mempunyai penyakit sendiri yang disebabkan oleh
keadaan perekonomian setempat. Dalam menentang Islam itu,
pengaruh ini lebih besar terhadap mereka daripada pengaruh
kepercayaan mereka dan kepercayaan nenek-moyang mereka,
termasuk penyembahan berhala-berhala.

Makin besar oposisi yang dilakukan kabilah-kabilah itu,
Muhammad makin mau menyendiri. Makin gigih pihak Quraisy
melakukan gangguan kepada sahabat-sahabatnya, makin pula ia
merasakan pedihnya.

Masa berkabung terhadap Khadijah itupun sudah pula berlalu.
Terpikir olehnya akan beristeri, kalau-kalau isterinya itu
kelak akan dapat juga menghiburnya, dapat mengobati luka dalam
hatinya, seperti dilakukan Khadijah dulu. Tetapi dalam hal ini
ia melihat pertaliannya dengan orang-orang Islam yang
mula-mula itu harus makin dekat dan perlu dipererat lagi. Itu
sebabnya ia segera melamar puteri Abu Bakr, Aisyah. Oleh
karena waktu itu ia masih gadis kecil yang baru berusia tujuh
tahun, maka yang sudah dilangsungkan baru akad nikah, sedang
perkawinan berlangsung dua tahun kemudian, ketika usianya
mencapai sembilan tahun.

Sementara itu ia kawin pula dengan Sauda, seorang janda yang
suaminya pernah ikut mengungsi ke Abisinia dan kemudian
meninggal setelah kembali ke Mekah. Saya rasa pembacapun akan
dapat menangkap arti kedua ikatan ini. Arti pertalian
perkawinan dan semenda yang dilakukan oleh Muhammad itu, nanti
akan lebih jelas.

Pada masa itulah Isra' dan Mi'raj terjadi. Malam itu Muhammad
sedang berada di rumah saudara sepupunya, Hindun puteri Abu
Talib yang mendapat nama panggilan Umm Hani'. Ketika itu
Hindun mengatakan:

"Malam itu Rasulullah bermalam di rumah saya. Selesai salat
akhir malam, ia tidur dan kamipun tidur. Pada waktu sebelum
fajar Rasulullah sudah membangunkan kami. Sesudah melakukan
ibadat pagi bersama-sama kami, ia berkata: 'Umm Hani', saya
sudah salat akhir malam bersama kamu sekalian seperti yang
kaulihat di lembah ini. Kemudian saya ke Bait'l-Maqdis
(Yerusalem) dan bersembahyang di sana. Sekarang saya
sembahyang siang bersama-sama kamu seperti kaulihat."

Kataku: "Rasulullah, janganlah menceritakan ini kepada orang
lain. Orang akan mendustakan dan mengganggumu lagi!"

"Tapi harus saya ceritakan kepada mereka," jawabnya.

Orang yang mengatakan, bahwa Isra' dan Mi'raj Muhammad
'alaihissalam dengan ruh itu berpegang kepada keterangan Umm
Hani' ini, dan juga kepada yang pernah dikatakan oleh Aisyah:
"Jasad Rasulullah s.a.w. tidak hilang, tetapi Allah menjadikan
isra'8 itu dengan ruhnya." Juga Mu'awiya b. Abi Sufyan ketika
ditanya tentang isra' Rasul menyatakan: Itu adalah mimpi yang
benar dari Tuhan. Di samping semua itu orang berpegang kepada
firman Tuhan: "Tidak lain mimpi yang Kami perlihatkan kepadamu
adalah sebagai ujian bagi manusia." (Qur'an, 17:60)

Sebaliknya orang yang berpendapat, bahwa isra' dari Mekah ke
Bait'l-Maqdis itu dengan jasad, landasannya ialah apa yang
pernah dikatakan oleh Muhammad, bahwa dalam isra' itu ia
berada di pedalaman, seperti yang akan disebutkan ceritanya
nanti. Sedang mi'raj ke langit adalah dengan ruh. Disamping
mereka itu ada lagi pendapat bahwa isra' dan mi'raj itu
keduanya dengan jasad. Polemik sekitar perbedaan pendapat ini
di kalangan ahli-ahli iImu kalam banyak sekali dan ribuan pula
tulisan-tulisan sudah dikemukakan orang. Sekitar arti isra'
ini kami sendiri sudah mempunyai pendapat yang ingin kami
kemukakan juga. Kita belum mengetahui, sudah adakah orang yang
mengemukakannya sebelum kita, atau belum. Tetapi, sebelum
pendapat ini kita kemukakan - dan supaya dapat kita kemukakan
- perlu sekali kita menyampaikan kisah isra, dan mi'raj ini
seperti yang terdapat dalam buku-buku sejarah hidup Nabi.

Dengan indah sekali Dermenghem melukiskan kisah ini yang
disarikannya dari pelbagai buku sejarah hidup Nabi, yang
terjemahannya sebagai berikut:

"Pada tengah malam yang sunyi dan hening, burung-burung
malampun diam membisu, binatang-binatang buas sudah berdiam
diri, gemercik air dan siulan angin juga sudah tak terdengar
lagi, ketika itu Muhammad terbangun oleh suara yang
memanggilnya: "Hai orang yang sedang tidur, bangunlah!" Dan
bila ia bangun, dihadapannya sudah berdiri Malaikat Jibril
dengan wajah yang putih berseri dan berkilauan seperti salju,
melepaskan rambutnya yang pirang terurai, dengan mengenakan
pakaian berumbaikan mutiara dan emas. Dan dari sekelilingnya
sayap-sayap yang beraneka warna bergeleparan. Tangannya
memegang seekor hewan yang ajaib, yaitu buraq yang bersayap
seperti sayap garuda. Hewan itu membungkuk di hadapan Rasul,
dan Rasulpun naik.

"Maka meluncurlah buraq itu seperti anak panah membubung di
atas pegunungan Mekah, di atas pasir-pasir sahara menuju arah
ke utara. Dalam perjalanan itu ia ditemani oleh malaikat. Lalu
berhenti di gunung Sinai di tempat Tuhan berbicara dengan
Musa. Kemudian berhenti lagi di Bethlehem tempat Isa
dilahirkan. Sesudah itu kemudian meluncur di udara.

"Sementara itu ada suara-suara misterius mencoba menghentikan
Nabi, orang yang begitu ikhlas menjalankan risalahnya. Ia
melihat, bahwa hanya Tuhanlah yang dapat menghentikan hewan
itu di mana saja dikehendakiNya.

"Seterusnya mereka sampai ke Bait'l-Maqdis. Muhammad
mengikatkan hewan kendaraannya itu. Di puing-puing kuil
Sulaiman ia bersembahyang bersama-sama Ibrahim, Musa dan Isa.
Kemudian dibawakan tangga, yang lalu dipancangkan diatas batu
Ya'qub. Dengan tangga itu Muhammad cepat-cepat naik ke langit.

"Langit pertama terbuat dari perak murni dengan
bintang-bintang yang digantungkan dengan rantai-rantai emas.
Tiap langit itu dijaga oleh malaikat, supaya jangan ada
setan-setan yang bisa naik ke atas atau akan ada jin yang akan
mendengarkan rahasia-rahasia langit. Di langit inilah Muhammad
memberi hormat kepada Adam. Di tempat ini pula semua makhluk
memuja dan memuji Tuhan. Pada keenam langit berikutnya
Muhammad bertemu dengan Nuh, Harun, Musa, Ibrahim, Daud,
Sulaiman, Idris, Yahya dan Isa. Juga di tempat itu ia melihat
Malaikat maut Izrail, yang karena besarnya jarak antara kedua
matanya adalah sejauh tujuh ribu hari perjalanan. Dan karena
kekuasaanNya, maka yang berada di bawah perintahnya adalah
seratus ribu kelompok. Ia sedang mencatat nama-nama mereka
yang lahir dan mereka yang mati, dalam sebuah buku besar. Ia
melihat juga Malaikat Airmata, yang menangis karena dosa-dosa
orang, Malaikat Dendam yang berwajah tembaga yang menguasai
anasir api dan sedang duduk di atas singgasana dari nyala api.
Dan dilihatnya juga ada malaikat yang besar luar biasa, separo
dari api dan separo lagi dari salju, dikelilingi oleh
malaikat-malaikat yang merupakan kelompok yang tiada hentinya
menyebut-nyebut nama Tuhan: O Tuhan, Engkau telah menyatukan
salju dengan api, telah menyatukan semua hambaMu setia menurut
ketentuan Mu.

"Langit ketujuh adalah tempat orang-orang yang adil, dengan
malaikat yang lebih besar dari bumi ini seluruhnya. Ia
mempunyai tujuhpuluh ribu kepala, tiap kepala tujuhpuluh ribu
mulut, tiap mulut tujuhpuluh ribu lidah, tiap lidah dapat
berbicara dalam tujuh puluh ribu bahasa, tiap bahasa dengan
tujuhpuluh ribu dialek. Semua itu memuja dan memuji serta
mengkuduskan Tuhan.

"Sementara ia sedang merenungkan makhluk-makhluk ajaib itu,
tiba-tiba ia membubung lagi sampai di Sidrat'l-Muntaha yang
terletak di sebelah kanan 'Arsy, menaungi berjuta-juta ruh
malaikat. Sesudah melangkah, tidak sampai sekejap matapun ia
sudah menyeberangi lautan-lautan yang begitu luas dan
daerah-daerah cahaya yang terang-benderang, lalu bagian yang
gelap gulita disertai berjuta juta tabir kegelapan, api, air,
udara dan angkasa. Tiap macam dipisahkan oleh jarak 500 tahun
perjalanan. Ia melintasi tabir-tabir keindahan, kesempurnaan,
rahasia, keagungan dan kesatuan. Dibalik itu terdapat
tujuhpuluh ribu kelompok malaikat yang bersujud tidak bergerak
dan tidak pula diperkenankan meninggalkan tempat.

"Kemudian terasa lagi ia membubung ke atas ke tempat Yang Maha
Tinggi. Terpesona sekali ia. Tiba-tiba bumi dan langit menjadi
satu, hampir-hampir tak dapat lagi ia melihatnya, seolah-olah
sudah hilang tertelan. Keduanya tampak hanya sebesar
biji-bijian di tengah-tengah ladang yang membentang luas.

"Begitu seharusnya manusia itu, di hadapan Raja semesta alam.

"Kemudian lagi ia sudah berada di hadapan 'Arsy, sudah dekat
sekali. Ia sudah dapat melihat Tuhan dengan persepsinya, dan
melihat segalanya yang tidak dapat dilukiskan dengan lidah, di
luar jangkauan otak manusia akan dapat menangkapnya. Maha
Agung Tuhan mengulurkan sebelah tanganNya di dada Muhammad dan
yang sebelah lagi di bahunya. Ketika itu Nabi merasakan
kesejukan di tulang punggungnya. Kemudian rasa tenang, damai,
lalu fana ke dalam Diri Tuhan yang terasa membawa kenikmatan.

"Sesudah berbicara... Tuhan memerintahkan hambaNya itu supaya
setiap Muslim setiap hari sembahyang limapuluh kali. Begitu
Muhammad kembali turun dari langit, ia bertemu dengan Musa.
Musa berkata kepadanya:

"Bagaimana kauharapkan pengikut-pengikutmu akan dapat
melakukan salat limapuluh kali tiap hari? Sebelum engkau aku
sudah punya pengalaman, sudah kucoba terhadap anak-anak Israil
sejauh yang dapat kulakukan. Percayalah dan kembali kepada
Tuhan, minta supaya dikurangi jumlah sembahyang itu.

"Muhammadpun kembali. Jumlah sembahyang juga lalu dikurangi
menjadi empatpuluh. Tetapi Musa menganggap itu masih di luar
kemampuan orang. Disuruhnya lagi Nabi penggantinya itu
berkali-kali kembali kepada Tuhan sehingga berakhir dengan
ketentuan yang lima kali.

"Sekarang Jibril membawa Nabi mengunjungi surga yang sudah
disediakan sesudah hari kebangkitan, bagi mereka yang teguh
iman. Kemudian Muhammad kembali dengan tangga itu ke bumi.
Buraqpun dilepaskan. Lalu ia kembali dari Bait'l-Maqdis ke
Mekah naik hewan bersayap."

Demikian cerita Dermenghem tentang Isra' dan Mi'raj. Kitapun
dapat melihat, apa yang diceritakannya itu memang tersebar
luas dalam buku-buku sejarah hidup Nabi, sekalipun akan kita
lihat juga bahwa semua itu berbeda-beda. Di sana-sini dilebihi
atau dikurangi.

Salah satu contoh misalnya cerita Ibn Hisyam melalui ucapan
Nabi 'alaihissalam sesudah berjumpa dengan Adam di langit
pertama, ketika mengatakan: "Kemudian kulihat orang-orang
bermoncong seperti moncong unta, tangan mereka memegang
segumpal api seperti batu-batu, lalu dilemparkan ke dalam
mulut mereka dan keluar dari dubur. Aku bertanya: "Siapa
mereka itu, Jibril?". "Mereka yang memakan harta anak-anak
yatim secara tidak sah," jawab Jibril. Kemudian kulihat
orang-orang dengan perut yang belum pernah kulihat dengan cara
keluarga Fir'aun menyeberangi mereka seperti unta yang kena
penyakit dalam kepalanya, ketika dibawa ke dalam api. Mereka
diinjak-injak tak dapat beranjak dari tempat mereka. Aku
bertanya: "Siapa mereka itu, Jibril?". "Mereka itu
tukang-tukang riba," jawabnya. Kemudian kulihat orang-orang,
di hadapan mereka ada daging yang gemuk dan baik, di samping
ada daging yang buruk dan busuk. Mereka makan daging yang
buruk dan busuk itu dan meninggalkan yang gemuk dan baik. Aku
bertanya: "Siapakah mereka itu, Jibril"? "Mereka orang-orang
yang meninggalkan wanita yang dihalalkan Tuhan dan mencari
wanita yang diharamkan," jawabnya. Kemudian aku melihat
wanita-wanita yang digantungkan pada buah dadanya. Lalu aku
bertanya: "Siapa mereka itu, Jibril?" "Mereka itu wanita yang
memasukkan laki-laki lain bukan dari keluarga mereka ..."
Kemudian aku dibawa ke surga. Di sana kulihat seorang budak
perempuan, bibirnya merah. Kutanya dia: "Kepunyaan siapa
engkau?"-Aku tertarik sekali waktu kulihat. "Aku kepunyaan
Zaid ibn Haritha," jawabnya. Maka Rasulullah s.a.w. lalu
memberi selamat kepada Zaid ibn Haritha."

Selain dari buku Ibn Hisyam ini, dalam buku-buku sejarah hidup
Nabi yang lain dan dalam buku-buku tafsir orang akan melihat
bermacam-macam hal lagi di samping itu. Sudah menjadi hak
setiap penulis sejarah bila akan bertanya-tanya, sampai di
mana benar ketelitian dan penyelidikan yang mereka adakan
dalam hal ini semua; mana yang boleh dijadikan pegangan
(askripsi) sampai kepada Nabi sesuai dengan pegangan yang
sahih (otentik), dan mana pula yang hanya berupa buah khayal
orang-orang tasauf dan sebangsanya.

Kalau di sini tidak cukup ruangan untuk mengadakan ketentuan
atau penyelidikan dalam bidang tersebut, dan kalau bukan pula
di sini tempatnya untuk menyatakan apakah isra' dan mi'raj itu
keduanya dengan jasad, ataukah mi'raj dengan ruh dan isra'
dengan jasad, ataukah isra' dan mi'raj itu semuanya dengan ruh
- maka sudah tentu bahwa tiap pendapat itu akan ada dasarnya
pada ahli-ahli ilmu kalam dan tak ada salahnya, kalau atas
pendapat-pendapat itu orang menyatakan pendiriannya sendiri,
yang akan berbeda pula satu dari yang lain.

Jadi barangsiapa yang mau menyatakan pendapatnya, bahwa isra'
dan mi'raj itu keduanya dengan ruh, maka dasarnya adalah
seperti yang kita kemukakan tadi dan sudah berulang-ulang pula
disebutkan dalam Qur'an dan diucapkan Rasul.

"Sungguh aku ini manusia seperti kamu juga yang diberikan
wahyu kepadaku. Tetapi Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa,"
(Qur'an. 18: 110)

dan bahwa satu-satunya mujizat Muhammad ialah Qur'an, dan

"Bahwasanya Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang
mempersekutukanNya, tetapi Dia mengampuni segala dosa selain
(syirik) itu, siapa saja yang dikehendakiNya." (Qur'an, 4:48)

Orang yang berpendapat demikian ini -sebenarnya melebihi yang
lain- ia akan bertanya, apa sebenarnya arti isra' dan mi'raj
itu. Di sinilah letak pendapat yang ingin kita kemukakan. Kita
belum mengetahui, sudah adakah orang mengemukakan hal ini
sebelum kita, atau belum.

Isra' dan mi'raj ini dalam hidup kerohanian Muhammad mempunyai
arti yang tinggi dan agung sekali, suatu arti yang lebih besar
dari yang biasa mereka lukiskan itu, yang kadang tidak sedikit
dikacau dan dirusak oleh imajinasi ahli-ahli ilmu kalam yang
subur itu. Jiwa yang sungguh kuat itu, tatkala terjadi isra'
dan mi'raj, telah dipersatukan oleh kesatuan wujud ini, yang
sudah sampai pada puncak kesempurnaannya. Pada saat itu tak
ada sesuatu tabir ruang dan waktu atau sesuatu yang dapat
mengalangi intelek dan jiwa Muhammad, yang akan membuat
penilaian kita tentang hidup ini menjadi nisbi, terbatas oleh
kekuatan-kekuatan kita yang sensasional, yang dapat diarahkan
menurut akal pikiran. Pada saat itu semua batas jadi hanyut di
depan hati nurani Muhammad. Seluruh alam semesta ini sudah
bersatu ke dalam jiwanya, yang lalu disadarinya, sejak dari
awal yang azali sampai pada akhir yang abadi -sejak dunia
mulai berkembang sampai ke akhir zaman. Digambarkannya dalam
perkembangan kesunyian dirinya dalam mencapai kesempurnaan
itu, dengan jalan kebaikan dan keindahan dan kebenaran, dalam
mengatasi dan mengalahkan segala kejahatan, kekurangan,
keburukan dan kebatilan, dengan karunia dan ampunan Tuhan
juga. Orang tidak akan mencapai keluhuran demikian itu, kalau
tidak dengan suatu kekuatan yang berada di atas kodrat manusia
yang pernah dikenalnya.

Apabila sesudah itu kemudian datang orang-orang yang menjadi
pengikut Muhammad yang tidak sanggup mengikuti jejak
pikirannya yang begitu tinggi, dengan kesadaran yang begitu
kuat tentang kesatuan alam, kesempurnaan serta perjuangannya
mencapai kesempurnaan itu, maka hal ini tidak mengherankan dan
bukan pula aib tentunya. Orang-orang yang piawai dan jenial
memang bertingkat-tingkat. Dalam kita mencapai kebenaran
inipun selalu terbentur pada batas-batas ini; tenaga kita
sudah tidak mampu mengatasinya.

Apabila kita mau menyebutkan sebagai contoh -dengan sedikit
perbedaan tentunya, sehubungan dengan apa yang kita hadapi
sekarang ini- cerita orang-orang buta yang ingin mengetahui
gajah itu apa, maka salah seorang dari mereka itu akan
berkata, bahwa gajah itu ialah seutas tali yang panjang, sebab
kebetulan yang terpegang adalah buntutnya; yang seorang lagi
berkata, bahwa gajah itu sebatang pohon, sebab kebetulan yang
dijumpainya adalah kakinya; yang ketiga berkata, bahwa gajah
itu runcing seperti anak panah, sebab kebetulan yang
dijumpainya adalah taringnya; yang keempat berkata, bahwa
gajah itu bulat panjang dan bengkok, banyak bergerak-gerak,
sebab kebetulan yang dipegangnya adalah belalainya.

Contoh ini sebenarnya masih sejalan dengan gambaran yang
terbayang ketika orang yang tidak buta itu melihat gajah untuk
pertama kalinya. Boleh juga kiranya kita mengambil
perbandingan antara persepsi (kesadaran) Muhammad menangkap
esensi kesatuan alam ini serta penggambarannya kedalam
isra'dan mi'raj yang berhubungan dengan waktu pertama sejak
sebelum Adam sampai pada akhir hari kebangkitan dan yang akan
menghilangkan pula kesudahan ruang ini, ketika ia melihat
dengan mata batin dari Sidrat'l Muntaha ke alam semesta ini,
yang ada sekarang di hadapannya dan sudah seperti kabut
-dengan persepsi (kesadaran) kebanyakan orang yang dapat
menangkap arti isra'-mi'raj itu. Tatkala itu ia berhadapan
dengan bagian-bagian yang tidak termasuk kesatuan alam, sedang
hidupnya hanya seperti partikel-partikel tubuh, bahkan seperti
partikel-partikel yang melekat pada tubuh itu dengan
susunannya yang tidak terpengaruh karenanya. Dari mana pula
partikel-partikel daripada hidup tubuh itu, dari denyutan
jantungnya, pancaran jiwanya, pikirannya yang penuh dengan
enersi yang tak kenal batas; sebab, dari wujud hidup itulah ia
berhubungan dengan segala kehidupan alam ini.

Isra' dengan ruh dalam pengertiannya adalah seperti isra' dan
mi'raj juga yang semuanya dengan ruh. Ini adalah begitu luhur,
begitu indah dan agung. Ia merupakan suatu gambaran yang kuat
sekali dalam arti kesatuan rohani sejak dari awal yang azali
sampai pada akhir yang abadi. Ini adalah suatu pendakian ke
atas Gunung Sinai, tatkala Tuhan berbicara dengan Musa, dan ke
Bethlehem, tempat Isa dilahirkan. Pertemuan rohani demikian
ini sudah mengandung selawat bagi Muhammad, Isa, Musa dan
Ibrahim, suatu manifestasi yang kuat sekali dalam arti
kesatuan hidup agama sebagai suatu sendi kesatuan alam dalam
edarannya yang terus-menerus menuju kepada kesempurnaan.

Ilmu pengetahuan pada masa kita sekarang ini mengakui isra'
dengan ruh dan mengakui pula mi'raj dengan ruh. Apabila
tenaga-tenaga yang bersih itu bertemu, maka sinar yang
benarpun akan memancar. Dalam bentuk tertentu sama pula halnya
dengan tenaga-tenaga alam ini, yang telah membukakan jalan
kepada Marconi ketika ia menemukan suatu arus listrik tertentu
dari kapalnya yang sedang berlabuh di Venesia. Dengan suatu
kekuatan gelombang ether arus listrik itu telah dapat
menerangi kota Sydney di Australia.

IImu pengetahuan zaman kita sekarang ini membenarkan pula
teori telepati serta pengetahuan lain yang bersangkutan dengan
itu. Demikian juga transmisi suara di atas gelombang ether
dengan radio, telephotography (facsimile transmisi) dan
teleprinter lainnya, suatu hal yang tadinya masih dianggap
suatu pekerjaan khayal belaka. Tenaga-tenaga yang masih
tersimpan dalam alam semesta ini setiap hari masih selalu
memperlihatkan yang baru kepada alam kita. Apabila jiwa sudah
mencapai kekuatan dan kemampuan yang begitu tinggi seperti
yang sudah dicapai oleh jiwa Muhammad itu, lalu Allah
memperjalankan dia pada suatu malam dari Masjid'l-Haram ke
al-Masjid'l-Aqsha, yang disekelilingnya sudah diberi berkah
guna memperlihatkan tanda-tanda kebesaranNya, maka itupun oleh
ilmu pengetahuan dapat pula dibenarkan. Arti semua ini ialah
pengertian-pengertian yang begitu kuat dan luhur, begitu indah
dan agung, dan telah pula membayangkan kesatuan rohani dan
kesatuan alam semesta ini begitu jelas dan tegas dalam jiwa
Muhammad. Orang akan dapat memahami arti semua ini apabila ia
dapat berusaha menempatkan diri lebih tinggi dari bayangan
hidup yang singkat ini. Ia berusaha mencapai esensi kebenaran
tertinggi itu guna memahami kedudukannya yang sebenarnya dan
kedudukan alam ini seluruhnya.

Orang-orang Arab penduduk Mekah tidak dapat memahami semua
pengertian ini. Itulah pula sebabnya, tatkala soal isra' itu
oleh Muhammad disampaikan kepada mereka, merekapun lalu
menanggapinya dari bentuk materi - mungkin atau tidaknya isra'
itu. Apa yang dikatakannya itu kemudian menimbulkan kesangsian
juga pada beberapa orang pengikutnya, pada orang-orang yang
tadinya sudah percaya. Mereka banyak yang mengatakan: Masalah
ini sudah jelas. Perjalanan kafilah yang terus-meneruspun
antara Mekah-Syam memakan waktu sebulan pergi dan sebulan
pulang. Mana boleh jadi Muhammad hanya satu malam saja
pergi-pulang ke Mekah?!

Tidak sedikit mereka yang sudah Islam itu kemudian berbalik
murtad. Mereka yang masih menyangsikan hal ini lalu mendatangi
Abu Bakr dan keterangan yang diberikan Muhammad itu dijadikan
bahan pembicaraan.

"Kalian berdusta," kata Abu Bakr.

"Sungguh," kata mereka. "Dia di mesjid sedang bicara dengan
orang banyak."

"Dan kalaupun itu yang dikatakannya," kata Abu Bakr lagi,
"tentu dia bicara yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku,
bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi, pada waktu
malam atau siang, aku percaya. Ini lebih lagi dari yang kamu
herankan."

Abu Bakr lalu mendatangi Nabi dan mendengarkan ia melukiskan
Bait'l-Maqdis. Abu Bakr sudah pernah berkunjung ke kota itu.

Selesai Nabi melukiskan keadaan mesjidnya, Abu Bakr berkata:

"Rasulullah, saya percaya."

Sejak itu Muhammad memanggil Abu Bakr dengan "AshShiddiq."9

Alasan mereka yang berpendapat bahwa isra' itu dengan jasad
ialah karena ketika Quraisy mendengar tentang kejadian Suraqa
mereka menanyakannya dan mereka yang sudah beriman juga
menanyakan tentang peristiwa yang luar biasa itu. Mereka
memang belum pernah mendengar hal semacam itu. Lalu
diceritakannya tentang adanya kafilah yang pernah dilaluinya
di tengah jalan. Ketika ada seekor unta dari kafilah tersesat,
dialah yang menunjukkan. Pernah ia minum dari sebuah kafilah
lain dan sesudah minum lalu ditutupnya bejana itu. Pihak
Quraisy menanyakan hal tersebut. Kedua kafilah itupun
membenarkan apa yang telah diceritakan Muhammad itu.

Saya kira, kalau dalam hal ini orang bertanya kepada mereka
yang berpendapat tentang isra' dengan ruh itu, tentu mereka
tidak akan merasa heran sesudah ternyata ilmu masa kita
sekarang ini dapat mengetahui mungkinnya hypnotisma
menceritakan hal-hal yang terjadi di tempat-tempat yang jauh.
Apalagi dengan ruh yang dapat menghimpun kehidupan rohani
dalam seluruh alam ini. Dengan tenaga yang diberikan Tuhan
kepadanya ia dapat mengadakan komunikasi dengan rahasia hidup
ini dari awal alam azali sampai pada akhirnya yang abadi.

Catatan kaki:


1 Biasanya tempat ini dinamai 'Syi'b Abi Talib' (A).


2 At-Ta'if sebuah kota dan pusat musim panas dengan
ketinggian 1520 m, dari permukaan laut, lebih kurang 60
km timur laut Mekah (A).


3 Doa ini dikenal dengan nama "Doa Ta'if" (A).


4 Sebuah Kabilah Arab dari bagian Selatan (A).


5 Kabilah Arab yang berdekatan dengah Suria (A).


6 Kabilah Arab di dekat Irak (A).


7 Kabilah Arab yang terpencar-pencar (A).


8 Asra, sura dan isra', harfiah berarti "perjalanan
malam hari" (LA). 'Araja berarti naik atau memanjat.
Mi'raj harfiah tangga (N) (A).


9 Yang tulus hati, yang sangat jujur (A).






Lading_Emas